Komisi Pemberantasan Korupsi (Suatu kajian Teoritis Yuridis Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang K. P. K)
Syahrul/ 01.16.4041 - Personal Name
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem ketatanegaraan bersifat
sebagai lembaga negara independen yang tidak masuk pada rumpun kekuasaan
manapun (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Namun pasca diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019, format kelembagaan Komisi
Pemberantasan Korupsi berubah menjadi bagian dari rumpun eksekutif. Penelitian
ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-
undangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasca
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 yang menyebutkan bahwa
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai lembaga negara dalam
rumpun kekuasaan eksekutif. Hal demikianlah yang membuat kedudukan Komisi
Pemberantasan Korupsi menjadi ambivalen dalam sistem ketatanegaraan. Di satu
sisi Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bagian dari rumpun eksekutif di
sisi lain Komisi Pemberantasan Korupsi bersifat independen. Bergesernya
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bagian rumpun eksekutifnberimplikasi
pada terbatasnya ruang gerak dan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya pemberantasan korupsi, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi berpotensi mendapatkan berbagai intervensi khususnya dari ranah eksekutif.
A. Simpulan
1. Dalam lembaga negara dapat ditentukan berdasarkan dari segi fungsinya,
ada yang bersifat utama atau primer dan ada pula yang bersifat skunder
atau penunjang. Salah satu lembaga negara baru atau yang sering disebut
sebagai lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di
Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara yuridis
pembentukan dan pemberian wewenang merupakan ketentuan dari Pasal
43 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, lembaga ini pun sah didirikan dan memiliki legitimasi
untuk menjalankan tugasnya sebagai lembaga negara yang memberantas
tindak pidana korupsi. Pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Komisi Pemberantasan Korupsi didudukkan dalam lembaga yang
bersifat independen, dan di pertengahan tahun 2019 terjadi perubahan
terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pasal 3
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang mendudukkan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam rumpun eksekutif.
2. Penjelasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi apabila
dikritisi dalam hal memasukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam rumpun lembaga eksekutif dirasa sangat disayangkan dengan alasan
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi tidak jelas statusnya dalam
kelembagaan di Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 memang tidak menyebutkan secara tertulis dan ekplisit
bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang
ada di Indonesia. Namun di luar dari ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, terdapat pula lembaga lembaga yang
bisa disebut sebagai komisi negara atau lembaga negara pembantu (state
auxiliary agencies) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ataupun
peraturan perundangundangan lainya. Komisi Pemberantasan Korupsi
merupakan salah satu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang. Namun di Indonesia keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi
ataupun lembaga negara bantu lainnya masih belum diletakkan dalam
konsepsi ketatanegaraan yang lebih jelas yang dapat menjamin keberadaan
dari lembaga-lembaga negara tersebut. Oleh sebab itu, jika memasukan
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rumpun eksekutif dirasa kurang
tepat karena dapat menganggu independensi lembaga tersebut.
B. Saran
Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya dan lebih cocok menjadi
lembaga independen yang tidak satu rumpun dengan lembaga eksekutif, legislatif
dan yudikatif dengan menggunakan teori the separation of power karena dapat
mengganggu independensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya sebagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
sebagai lembaga negara independen yang tidak masuk pada rumpun kekuasaan
manapun (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Namun pasca diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019, format kelembagaan Komisi
Pemberantasan Korupsi berubah menjadi bagian dari rumpun eksekutif. Penelitian
ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-
undangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasca
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 yang menyebutkan bahwa
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai lembaga negara dalam
rumpun kekuasaan eksekutif. Hal demikianlah yang membuat kedudukan Komisi
Pemberantasan Korupsi menjadi ambivalen dalam sistem ketatanegaraan. Di satu
sisi Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bagian dari rumpun eksekutif di
sisi lain Komisi Pemberantasan Korupsi bersifat independen. Bergesernya
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bagian rumpun eksekutifnberimplikasi
pada terbatasnya ruang gerak dan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya pemberantasan korupsi, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi berpotensi mendapatkan berbagai intervensi khususnya dari ranah eksekutif.
A. Simpulan
1. Dalam lembaga negara dapat ditentukan berdasarkan dari segi fungsinya,
ada yang bersifat utama atau primer dan ada pula yang bersifat skunder
atau penunjang. Salah satu lembaga negara baru atau yang sering disebut
sebagai lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di
Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara yuridis
pembentukan dan pemberian wewenang merupakan ketentuan dari Pasal
43 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, lembaga ini pun sah didirikan dan memiliki legitimasi
untuk menjalankan tugasnya sebagai lembaga negara yang memberantas
tindak pidana korupsi. Pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Komisi Pemberantasan Korupsi didudukkan dalam lembaga yang
bersifat independen, dan di pertengahan tahun 2019 terjadi perubahan
terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pasal 3
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang mendudukkan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam rumpun eksekutif.
2. Penjelasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi apabila
dikritisi dalam hal memasukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam rumpun lembaga eksekutif dirasa sangat disayangkan dengan alasan
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi tidak jelas statusnya dalam
kelembagaan di Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 memang tidak menyebutkan secara tertulis dan ekplisit
bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang
ada di Indonesia. Namun di luar dari ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, terdapat pula lembaga lembaga yang
bisa disebut sebagai komisi negara atau lembaga negara pembantu (state
auxiliary agencies) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ataupun
peraturan perundangundangan lainya. Komisi Pemberantasan Korupsi
merupakan salah satu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang. Namun di Indonesia keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi
ataupun lembaga negara bantu lainnya masih belum diletakkan dalam
konsepsi ketatanegaraan yang lebih jelas yang dapat menjamin keberadaan
dari lembaga-lembaga negara tersebut. Oleh sebab itu, jika memasukan
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rumpun eksekutif dirasa kurang
tepat karena dapat menganggu independensi lembaga tersebut.
B. Saran
Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya dan lebih cocok menjadi
lembaga independen yang tidak satu rumpun dengan lembaga eksekutif, legislatif
dan yudikatif dengan menggunakan teori the separation of power karena dapat
mengganggu independensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya sebagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
Ketersediaan
| SSYA20200065 | 65/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
65/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
