Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab Tentang Azab dalam al-Qur’an (Studi Komparatif)
Hamriana/03.14.1010 - Personal Name
Skripsi ini adalah karya ilmiah yang membahas mengenai “Penafsiran al-
Qurṭubī dan M. Quraish Shihab Tentang Azab dalam al-Qur’an (Studi Komparatif)”.
Ada tiga hal yang penting dikaji dalam skripsi ini: pertama, persamaan antara
penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang azab dalam al-Qur’an; kedua,
perbedaan antara penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang azab dalam al-
Qur’an; dan ketiga, titik temu antara penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab
tentang azab dalam al-Qur’an.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish
Shihab tentang azab dalam al-Qur’an, sehingga dapat diketahui bagaimana
persamaan, perbedaan, dan titik temu penafsiran di antara keduanya. Jenis penelitian
ini adalah penelitian pustaka (library research) yang menggunakan dua sumber data,
yakni sumber data primer dan sekunder, dengan menggunakan dua teknik pengutipan
yaitu pengutipan langsung dan tidak langsung. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan linguistik dan pendekatan ilmu tafsir. Sedangkan metode pengumpulan
data yang digunakan adalah metode maqārin (perbandingan), yaitu dengan cara
membandingkan penafsiran para ulama tafsir kemudian mengemukakan hasilnya.
Azab pada dasarnya akan diterima manusia dalam tiga tempat, yaitu di dunia,
di kubur, dan di akhirat. Sehingga azab dibagi menjadi ke dalam tiga bagian, yakni
azab dunia, azab kubur, dan azab akhirat.
Azab dunia merupakan azab yang akan diterima manusia di dunia sebagai
bentuk penghinaan yang akan membuat mereka merasa hina. Azab kubur yakni azab
yang akan diterima manusia setelah meninggal, waktu di mana mereka menunggu
datangnya hari Kiamat. Azab akhirat merupakan azab yang akan diterima manusia
sebagai pembalasan terakhir yang tidak mempunyai akhir, mereka dimasukkan ke
dalam Neraka dan kekal di dalamnya.
A. Simpulan
1. Persamaan Antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab Tentang
Azab Dalam al-Qur’an
Adapun persamaan penafsiran antara al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab
tentang azab dunia yakni di mana azab dunia itu di pahami sebagai sesuatu yang
menjadikan seseorang yang ditimpa azab menjadi hina. Hina dalam arti sebuah
isyarat tentang rasa rendah diri dan kehinaan yang merasuk ke dalam hati mereka.
Apalagi yang menghinakan mereka adalah Allah swt.
Al-Qurṭubī memberikan penafsiran tentang azab kubur berdasarkan pendapat
mayoritas ulama yang mengatakan bahwa itu terjadi di alam Barzakh (waktu antara
setelah kematian hingga hari Kiamat) dan siksa kubur itu berlaku saat kehidupan
dunia sedang berlangsung. Sedangkan M. Quraish Shihab menafsirkan azab kubur
itu tidak terjadi ketika mereka berada di permukaan bumi, tetapi setelah mereka
terkubur dalam perut bumi, dan hidup pada satu alam yang berbeda dengan alam
duniawi.
Al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab sama-sama menafsirkan azab akhirat
sebagai siksaan di Neraka.
2. perbedaan antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang Azab
dalam al-Qur’an
Selain mempunyai persamaan dalam menafsirkan mengenai suatu ayat, tentu
terdapat juga perbedaan penafsiran di antara keduanya. Tentang azab dunia, al-
Qurṭubī menafsirkan azab dunia sebagai musibah dan segala kesulitan yang
ditimpakan kepada manusia di dunia agar mereka dapat mengambil pelajaran
darinya dan bertaubat atas perbuatannya dan juga ḥadd (hukuman di dunia untuk
perbuatan maksiat), seperti pezina, pembunuhan dan pencurian. Sedangkan M.
Quraish Shihab menafsirkan azab dunia sebagai siksaan yang ditimpakan kepada
manusia di dunia ini tidak hanya yang berhubungan dengan fisik saja tetapi juga
batinnya. Di mana rasa takut, kecemasan dan kegelisan hati termasuk di dalamnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan di antara keduanya adalah azab dunia
menurut al-Qurṭubī lebih kepada siksaan fisik semata sedangkan menurut M.
Quraish Shihab tidak hanya siksaan fisik tetapi juga batin.
Tentang azab kubur, meskipun al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab sama-sama
menafsirkan itu terjadi di alam lain bukan di dunia dan bukan juga di akhirat.
Namun perbedaannya terletak pada bentuk siksaan yang akan di terima manusia di
sana. Menurut al-Qurṭubī, azab kubur lebih dahsyat daripada azab dunia. Sedangkan
menurut M. Quraish Shihab tingkatan siksaan itu sama saja, keduanya sama-sama
dahsyat baik di dunia maupun di alam kubur.
Tentang azab neraka yang sama-sama di artikan sebagai siksaan di Neraka.
Perbedaannya juga terletak pada besarnya siksaan yang akan di terima manusia di
sana. Sama halnya dengan uraian di atas, al-Qurṭubī menganggap level siksaan yang
akan di terima manusia akan semakin besar, dari dunia ke alam kubur lalu ke
akhirat. Dan di akhirat merupakan siksaan yang paling dahsyat di antara siksaan
yang akan di terima manusia. Namun M. Quraish Shihab punya pendapat yang
berbeda, di mana bentuk siksaan yang di terima manusia baik di dunia, di alam
kubur, dan di akhirat mempunyai level siksaan yang sama.
3. Titik Temu antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang
Azab dalam al-Qur’an
Selain persamaan dan perbedaan antara penafsiran al-Qurṭubī dan M.
Quraish Shihab, juga terdapat titik temu antara keduanya. Seperti yang di ketahui
bahwa al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tidak hidup di era yang sama, al-Qurṭubī
hidup di abad pertegahan sedangkan M. Quraish Shihab hidup di era kontemporer
atau modern saat ini.
Tidak heran jika al-Qurṭubī mengklasifikasikan bentuk siksaan yang akan di
terima manusia itu bertahap-tahap. Azab kubur lebih dahsyat dari azab dunia dan
azab akhirat jauh lebih dahsyat dari azab kubur dan azab dunia. Mengapa demikian?
Itu karena semasa hidup al-Qurṭubī lebih banyak menyaksikan peperangan, sehingga
dalam menafsirkan suatu ayat khususnya mengenai azab yang akan di terima
manusia di arahkan kepada bentuk siksaan fisik, yang semakin jauh akan semakin
besar juga.
Berbeda dengan M. Quraish Shihab yang lebih cenderung menafsirkan azab
itu kepada siksaan batin. Ketakutan dan kecemasan itu di anggap sebuah siksaan
yang berat juga. Karena dalam hidupnya lebih banyak menyaksikan peperangan
batin anatara manusia.
B. Saran
1. Dalam al-Qur’an terdapat 114 surat. Maka jangan hanya terfokus pada satu
surat saja.
2. Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang membahas tentang azab. Tujuan
utama dari ayat-ayat tersebut adalah untuk mengingatkan manusia bahwa
kehidupan itu tidak hanya di dunia saja, setelahnya akan ada kehidupan lagi
yang lebih kekal. Maka ayat tersebut menjadi peringatan bagi manusia agar
lebih berhati-hati dalam menjalani hidup di dunia ini.
3. Kepada peneliti yang tertarik untuk membahas tentang ayat tentang azab ini,
agar bisa membahas lebih lengkap dan lebih dalam lagi, karena dalam
penelitian ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Qurṭubī dan M. Quraish Shihab Tentang Azab dalam al-Qur’an (Studi Komparatif)”.
Ada tiga hal yang penting dikaji dalam skripsi ini: pertama, persamaan antara
penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang azab dalam al-Qur’an; kedua,
perbedaan antara penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang azab dalam al-
Qur’an; dan ketiga, titik temu antara penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab
tentang azab dalam al-Qur’an.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish
Shihab tentang azab dalam al-Qur’an, sehingga dapat diketahui bagaimana
persamaan, perbedaan, dan titik temu penafsiran di antara keduanya. Jenis penelitian
ini adalah penelitian pustaka (library research) yang menggunakan dua sumber data,
yakni sumber data primer dan sekunder, dengan menggunakan dua teknik pengutipan
yaitu pengutipan langsung dan tidak langsung. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan linguistik dan pendekatan ilmu tafsir. Sedangkan metode pengumpulan
data yang digunakan adalah metode maqārin (perbandingan), yaitu dengan cara
membandingkan penafsiran para ulama tafsir kemudian mengemukakan hasilnya.
Azab pada dasarnya akan diterima manusia dalam tiga tempat, yaitu di dunia,
di kubur, dan di akhirat. Sehingga azab dibagi menjadi ke dalam tiga bagian, yakni
azab dunia, azab kubur, dan azab akhirat.
Azab dunia merupakan azab yang akan diterima manusia di dunia sebagai
bentuk penghinaan yang akan membuat mereka merasa hina. Azab kubur yakni azab
yang akan diterima manusia setelah meninggal, waktu di mana mereka menunggu
datangnya hari Kiamat. Azab akhirat merupakan azab yang akan diterima manusia
sebagai pembalasan terakhir yang tidak mempunyai akhir, mereka dimasukkan ke
dalam Neraka dan kekal di dalamnya.
A. Simpulan
1. Persamaan Antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab Tentang
Azab Dalam al-Qur’an
Adapun persamaan penafsiran antara al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab
tentang azab dunia yakni di mana azab dunia itu di pahami sebagai sesuatu yang
menjadikan seseorang yang ditimpa azab menjadi hina. Hina dalam arti sebuah
isyarat tentang rasa rendah diri dan kehinaan yang merasuk ke dalam hati mereka.
Apalagi yang menghinakan mereka adalah Allah swt.
Al-Qurṭubī memberikan penafsiran tentang azab kubur berdasarkan pendapat
mayoritas ulama yang mengatakan bahwa itu terjadi di alam Barzakh (waktu antara
setelah kematian hingga hari Kiamat) dan siksa kubur itu berlaku saat kehidupan
dunia sedang berlangsung. Sedangkan M. Quraish Shihab menafsirkan azab kubur
itu tidak terjadi ketika mereka berada di permukaan bumi, tetapi setelah mereka
terkubur dalam perut bumi, dan hidup pada satu alam yang berbeda dengan alam
duniawi.
Al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab sama-sama menafsirkan azab akhirat
sebagai siksaan di Neraka.
2. perbedaan antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang Azab
dalam al-Qur’an
Selain mempunyai persamaan dalam menafsirkan mengenai suatu ayat, tentu
terdapat juga perbedaan penafsiran di antara keduanya. Tentang azab dunia, al-
Qurṭubī menafsirkan azab dunia sebagai musibah dan segala kesulitan yang
ditimpakan kepada manusia di dunia agar mereka dapat mengambil pelajaran
darinya dan bertaubat atas perbuatannya dan juga ḥadd (hukuman di dunia untuk
perbuatan maksiat), seperti pezina, pembunuhan dan pencurian. Sedangkan M.
Quraish Shihab menafsirkan azab dunia sebagai siksaan yang ditimpakan kepada
manusia di dunia ini tidak hanya yang berhubungan dengan fisik saja tetapi juga
batinnya. Di mana rasa takut, kecemasan dan kegelisan hati termasuk di dalamnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan di antara keduanya adalah azab dunia
menurut al-Qurṭubī lebih kepada siksaan fisik semata sedangkan menurut M.
Quraish Shihab tidak hanya siksaan fisik tetapi juga batin.
Tentang azab kubur, meskipun al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab sama-sama
menafsirkan itu terjadi di alam lain bukan di dunia dan bukan juga di akhirat.
Namun perbedaannya terletak pada bentuk siksaan yang akan di terima manusia di
sana. Menurut al-Qurṭubī, azab kubur lebih dahsyat daripada azab dunia. Sedangkan
menurut M. Quraish Shihab tingkatan siksaan itu sama saja, keduanya sama-sama
dahsyat baik di dunia maupun di alam kubur.
Tentang azab neraka yang sama-sama di artikan sebagai siksaan di Neraka.
Perbedaannya juga terletak pada besarnya siksaan yang akan di terima manusia di
sana. Sama halnya dengan uraian di atas, al-Qurṭubī menganggap level siksaan yang
akan di terima manusia akan semakin besar, dari dunia ke alam kubur lalu ke
akhirat. Dan di akhirat merupakan siksaan yang paling dahsyat di antara siksaan
yang akan di terima manusia. Namun M. Quraish Shihab punya pendapat yang
berbeda, di mana bentuk siksaan yang di terima manusia baik di dunia, di alam
kubur, dan di akhirat mempunyai level siksaan yang sama.
3. Titik Temu antara Penafsiran al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tentang
Azab dalam al-Qur’an
Selain persamaan dan perbedaan antara penafsiran al-Qurṭubī dan M.
Quraish Shihab, juga terdapat titik temu antara keduanya. Seperti yang di ketahui
bahwa al-Qurṭubī dan M. Quraish Shihab tidak hidup di era yang sama, al-Qurṭubī
hidup di abad pertegahan sedangkan M. Quraish Shihab hidup di era kontemporer
atau modern saat ini.
Tidak heran jika al-Qurṭubī mengklasifikasikan bentuk siksaan yang akan di
terima manusia itu bertahap-tahap. Azab kubur lebih dahsyat dari azab dunia dan
azab akhirat jauh lebih dahsyat dari azab kubur dan azab dunia. Mengapa demikian?
Itu karena semasa hidup al-Qurṭubī lebih banyak menyaksikan peperangan, sehingga
dalam menafsirkan suatu ayat khususnya mengenai azab yang akan di terima
manusia di arahkan kepada bentuk siksaan fisik, yang semakin jauh akan semakin
besar juga.
Berbeda dengan M. Quraish Shihab yang lebih cenderung menafsirkan azab
itu kepada siksaan batin. Ketakutan dan kecemasan itu di anggap sebuah siksaan
yang berat juga. Karena dalam hidupnya lebih banyak menyaksikan peperangan
batin anatara manusia.
B. Saran
1. Dalam al-Qur’an terdapat 114 surat. Maka jangan hanya terfokus pada satu
surat saja.
2. Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang membahas tentang azab. Tujuan
utama dari ayat-ayat tersebut adalah untuk mengingatkan manusia bahwa
kehidupan itu tidak hanya di dunia saja, setelahnya akan ada kehidupan lagi
yang lebih kekal. Maka ayat tersebut menjadi peringatan bagi manusia agar
lebih berhati-hati dalam menjalani hidup di dunia ini.
3. Kepada peneliti yang tertarik untuk membahas tentang ayat tentang azab ini,
agar bisa membahas lebih lengkap dan lebih dalam lagi, karena dalam
penelitian ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Ketersediaan
| SD20180015 | 15/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
15/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi DKU
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
