Tradisi Mapparola dalam perkawinan masyarakat Bugis Boneditinjau menurut hukum Islam (Studi Kec. Tellu Siattinge Kab.Bone
Jasmin/01.14.1112 - Personal Name
permasalahannya adalah pelaksanaan tradisi Mapparola dalam perkawinan
bagi masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone dan pandangannya
menurut hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode
kualitatif dan menggunakan dua pendekatan yakni; pendekatan Sosiologis, dan
empiris. Data dalam penelitan ini diperoleh dari hasil wawancara dengan tokoh adat
dan tokoh agama serta tokoh yang dianggap luas pemahamannya dalam hukum Islam,
yakni; Kepala KUA Kecamatan Tellu Siattinge, Penyuluh Agama Islam dan tokoh
adat yang mengerti budaya yang ada di Kab. Bone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “pelaksanaan tradisi Mapparola
dalam perkawinan bagi masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone
dan pandangan hukum Islam terhadap tradisi Mapparola dalam perkawinan menurut
masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone. Adapun kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
tradisi Mapparola dalam perkawinan masyrakat Bugis Bone khususnya di kecamatan
Tellu Siattinge Kab. Bone. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberkan
kontribusi pemikiran mengenai tradisi Mapparola dalam perkawinan masyarakat
Bugis Bone. Serta diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan pengetahuan bagi
peneliti dan dapat dijadikan sebagai bahan pedoman bagi masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Mapparola dalam
Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone
cukup sederhana dimana pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan. Adapun
tahapannya yaitu sebelum mapparola mempelai laki-laki berangkat ke rumah
mempelai perempuan untuk melakukan ijab Kabul kemudian setelah ijab Kabul
dilaksanakanlah mapparola. Mapparola dilakukan oleh mempelai perempuan
bersama laki-laki ke rumah mempelai laki-laki sebagai bentuk kunjungan balasan
terhadap mempelai laki-laki. Setelah tiba di rumah mempelai laki-laki, para kerabat
pihak laik-laki ini memberikan pemberian berupa sarung ataukah perhiasan sebagai
bentuk rasa senang terhadap mempelai perempuan. Pandangan Hukum Islam
terhadap Tradisi mapparola dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan
Tellu Siattinge Kabupaten Bone merupakan tradisi yang hukumnya boleh
dilaksanakan. Kebolehan melaksanakan mapparola karena tradisi ini tidak
bertentangan dengan hukum Islam dan justru sejalan denagan apa yang dianjurkan
dalam perkawinan. Mapparola merupakan salah satu media silaturahmi diantara
kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan. Adapun perintah untuk
memelihara silaturahmi perkawinan terdapat dalam al-Qur’an yaitu surah al-Nisa/4:1.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi pada bab sebelumnya, maka penulis
merumuskan simpulan pembahasan di bawah ini:
1. Pelaksanaan Tradisi Mapparola dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Bone
di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone cukup sederhana dimana
pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan. Adapun tahapannya yaitu
sebelum mapparola, mempelai laki-laki berangkat kerumah mempelai
perempuan untuk melakukan ijab Kabul kemudian setelah ijab Kabul
dilaksanakanlah mapparola. Mapparola dilakukan oleh mempelai perempuan
bersama laki-laki ke rumah mempelai laki-laki sebagai bentuk kunjungan
balasan terhadap mempelai laki-laki. Setelah tibah di rumah mempelai laki-
laki, para kerabat pihak laki-laki ini memberikan pemberian berupa sarung
ataukah perhiasan sebagai bentuk rasa senang terhadap mempelai perempuan.
Sebelum melaksanakan mapparola, kedua belah pihak bersepakat terlebih
dahulu terkait prosesnya termasuk alur dan waktunya. Waktu mapparola
dikondisikan dari jarak rumah mempelai laki-laki dan perempuan diamana
apabila jaraknya dekat dan memungkinkan dilakukan satu hari, maka
istilahnya disebut marola sesso (sehari). Namun apabila jaraknya cukup jauh,
maka istilahnya adalah marola mabbenni (bermalam).
2. Pandangan Hukum Islam terhadap Tradisi mapparola dalam Perkawinan
Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bon
merupakan tradisi yang hukumnya boleh dilaksanakan. Kebolehan
melaksanakan mapparola karena tradisi ini tidak bertentangan dengan hukum
Islam dan justru sejalan dengan apa yang dianjurkan dalam perkawinan.
Mapparola merupakan salah satu media silaturahmi di antara kedua belah
pihak yang melangsungkan perkawinan sebagaiman Islam juga mengharuskan
untuk bersilaturahmi dengan sesama dan sebagai waktu untuk saling
mengenal dari keluarga kedua belah pihak. Adapun perintah untuk
memelihara silaturahmi perkawinan terdapat dalam al-Qur’an yaitu surah An-
Nisa/4:1.
B. Implikasi
1. Pelaksanaan tradisi mapparola merupakan tradisi perkawinan masyarakat
Bugis Bone yang telah lama dilakukan sebagai rangkaian penting dalam
perkawinan sehingga tidak lengkap rasanya sebuah perkawinan jika tidak
dilaksanakan mapparola. Begitu juga dengan hukum Islam yang tidak
melarang dilaksanakan tradisi tersebut selama tidak bertentangan dengan al-
Qur’an dan hadis.
2. Kepada generasi muda sebagai generasi penerus hendaknya menjadikan
tradisi ini sebagai tradisi khas daerah Bone dan tidak meninggalkan tradisi ini.
Mapparola tentunya merupakan budaya yang harus dilestarikan karena
merupakan bentuk mengumumkan perkawinan dan wadah silaturahmi yang
telah dianjurkan hukum Islam.
3. Kepada tokoh Agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat hendaknya menjadi
contoh pelaku tradis mapparola yang kemudian diwariskan kepada generasi
muda ini. Selain itu pengawasan dalam pelaksanaannya sangat bergantung
pada tokoh-tokoh tersebut sehingga bentuk pelaksanaan mapparola ini sejalan
dengan tradisi dan pandangan Hukum Islam.
bagi masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone dan pandangannya
menurut hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode
kualitatif dan menggunakan dua pendekatan yakni; pendekatan Sosiologis, dan
empiris. Data dalam penelitan ini diperoleh dari hasil wawancara dengan tokoh adat
dan tokoh agama serta tokoh yang dianggap luas pemahamannya dalam hukum Islam,
yakni; Kepala KUA Kecamatan Tellu Siattinge, Penyuluh Agama Islam dan tokoh
adat yang mengerti budaya yang ada di Kab. Bone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “pelaksanaan tradisi Mapparola
dalam perkawinan bagi masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone
dan pandangan hukum Islam terhadap tradisi Mapparola dalam perkawinan menurut
masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone. Adapun kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
tradisi Mapparola dalam perkawinan masyrakat Bugis Bone khususnya di kecamatan
Tellu Siattinge Kab. Bone. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberkan
kontribusi pemikiran mengenai tradisi Mapparola dalam perkawinan masyarakat
Bugis Bone. Serta diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan pengetahuan bagi
peneliti dan dapat dijadikan sebagai bahan pedoman bagi masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Mapparola dalam
Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone
cukup sederhana dimana pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan. Adapun
tahapannya yaitu sebelum mapparola mempelai laki-laki berangkat ke rumah
mempelai perempuan untuk melakukan ijab Kabul kemudian setelah ijab Kabul
dilaksanakanlah mapparola. Mapparola dilakukan oleh mempelai perempuan
bersama laki-laki ke rumah mempelai laki-laki sebagai bentuk kunjungan balasan
terhadap mempelai laki-laki. Setelah tiba di rumah mempelai laki-laki, para kerabat
pihak laik-laki ini memberikan pemberian berupa sarung ataukah perhiasan sebagai
bentuk rasa senang terhadap mempelai perempuan. Pandangan Hukum Islam
terhadap Tradisi mapparola dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan
Tellu Siattinge Kabupaten Bone merupakan tradisi yang hukumnya boleh
dilaksanakan. Kebolehan melaksanakan mapparola karena tradisi ini tidak
bertentangan dengan hukum Islam dan justru sejalan denagan apa yang dianjurkan
dalam perkawinan. Mapparola merupakan salah satu media silaturahmi diantara
kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan. Adapun perintah untuk
memelihara silaturahmi perkawinan terdapat dalam al-Qur’an yaitu surah al-Nisa/4:1.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi pada bab sebelumnya, maka penulis
merumuskan simpulan pembahasan di bawah ini:
1. Pelaksanaan Tradisi Mapparola dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Bone
di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone cukup sederhana dimana
pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan. Adapun tahapannya yaitu
sebelum mapparola, mempelai laki-laki berangkat kerumah mempelai
perempuan untuk melakukan ijab Kabul kemudian setelah ijab Kabul
dilaksanakanlah mapparola. Mapparola dilakukan oleh mempelai perempuan
bersama laki-laki ke rumah mempelai laki-laki sebagai bentuk kunjungan
balasan terhadap mempelai laki-laki. Setelah tibah di rumah mempelai laki-
laki, para kerabat pihak laki-laki ini memberikan pemberian berupa sarung
ataukah perhiasan sebagai bentuk rasa senang terhadap mempelai perempuan.
Sebelum melaksanakan mapparola, kedua belah pihak bersepakat terlebih
dahulu terkait prosesnya termasuk alur dan waktunya. Waktu mapparola
dikondisikan dari jarak rumah mempelai laki-laki dan perempuan diamana
apabila jaraknya dekat dan memungkinkan dilakukan satu hari, maka
istilahnya disebut marola sesso (sehari). Namun apabila jaraknya cukup jauh,
maka istilahnya adalah marola mabbenni (bermalam).
2. Pandangan Hukum Islam terhadap Tradisi mapparola dalam Perkawinan
Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bon
merupakan tradisi yang hukumnya boleh dilaksanakan. Kebolehan
melaksanakan mapparola karena tradisi ini tidak bertentangan dengan hukum
Islam dan justru sejalan dengan apa yang dianjurkan dalam perkawinan.
Mapparola merupakan salah satu media silaturahmi di antara kedua belah
pihak yang melangsungkan perkawinan sebagaiman Islam juga mengharuskan
untuk bersilaturahmi dengan sesama dan sebagai waktu untuk saling
mengenal dari keluarga kedua belah pihak. Adapun perintah untuk
memelihara silaturahmi perkawinan terdapat dalam al-Qur’an yaitu surah An-
Nisa/4:1.
B. Implikasi
1. Pelaksanaan tradisi mapparola merupakan tradisi perkawinan masyarakat
Bugis Bone yang telah lama dilakukan sebagai rangkaian penting dalam
perkawinan sehingga tidak lengkap rasanya sebuah perkawinan jika tidak
dilaksanakan mapparola. Begitu juga dengan hukum Islam yang tidak
melarang dilaksanakan tradisi tersebut selama tidak bertentangan dengan al-
Qur’an dan hadis.
2. Kepada generasi muda sebagai generasi penerus hendaknya menjadikan
tradisi ini sebagai tradisi khas daerah Bone dan tidak meninggalkan tradisi ini.
Mapparola tentunya merupakan budaya yang harus dilestarikan karena
merupakan bentuk mengumumkan perkawinan dan wadah silaturahmi yang
telah dianjurkan hukum Islam.
3. Kepada tokoh Agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat hendaknya menjadi
contoh pelaku tradis mapparola yang kemudian diwariskan kepada generasi
muda ini. Selain itu pengawasan dalam pelaksanaannya sangat bergantung
pada tokoh-tokoh tersebut sehingga bentuk pelaksanaan mapparola ini sejalan
dengan tradisi dan pandangan Hukum Islam.
Ketersediaan
| STAR20180221 | 221/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
221/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Tarbiyah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
