Penggunaan Hak Pilih Penyandang Disabilitas Mental dalam pemilihan Umum 2019 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Yayan Adryan/01.15.4058 - Personal Name
Skripsi ini berjudul “Penggunaan Hak Pilih Penyandang Disabilitas Mental
dalam pemilihan Umum 2019 Berdasarkan undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
pengertian komprehensif mengenai penyandang disabilitas mental,
mendeskripsikan dasark hukum terkait hak pilih bagi penyandang disabilitas mental
dan mendeskripsikan
hak pilih penyandang disabilitas mental ditinjau dari
perspektif hak asasi manusia dan perspektif undang-undang .
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
cara meneliti bahan pustaka. Adapun sumber data penelitian ini adalah bahan hukum
primer berupa dokumen resmi negara seperti peraturan perundang-undangan, bahan
hukum sekunder berupa buku hukum, jurnal hukum, dan bahan hukum tersier berupa
kamus hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan hak pilih bagi penyandang
disabilitas mental dalam pemilihan umum sejatinya tetap dapat diberikan hak pilih
dalam pemilihan umum karena sejauh ini tidak ada larangan bagi penyandang
disabilitas mental untuk memperoleh haknya. Sementara dari perspektif hak asasi
manusia memandang bahwa pemberian hak pilih bagi penyandang disabilitas adalah
mutlak karena penyandang disabilitas mental juga merupakan bagian dari warga
negara yang diberkan hak oleh negara untuk dapat berpasrtisipasi dalam proses
demokrasi secara prosedural. Berdasarkan penelitian melalui analisis kepustakaan maka penulis
memberikan kesimpulan bahwa penyandang disabilitas mental tetap diberikan hak
pilihnya ketika penyakitnya telah dinyatakan sembuh demi terwujudnya asas pemilu
yaitu adil, jujur, bebas dan rahasi. Sehingga tidak mencederai proses pelaksanaan
pesta demokrasi di Indonesia.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Pemberian hak pilih kepada penyandang disabilitas mental atau orang dalam
gangguan jiwa, yang mereka dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah atau rumah
sakit jiwa, menurut hemat penelitian perundang-undangan yang memerikan hak
kepada mereka itu tidak memberikan kepastian hukum, bahkan mencederai
kedaulatan rakyat. Peneliti memandang penting sekali hal ini, karena dalam hukum
Islam orang dalam gangguan jiwa mendapat kekhususan mereka tidak sah dalam
melakukan perbuatan hukum dan mereka disebabkan dari beban untuk melaksanakan
ibadah, namun hak asal mereka tetap dilindungi, karena mereka tetap manusia tetapi
tidak memiliki kesadaran dan akal untuk berpikir dengan jernih disebabkan penyakit
jiwa yang mereka derita.
Pasal-pasal yang memberikan hak pilih kepada penyandang disabilitas mental
atau orang dalam gangguan jiwa seharusnya tidak mengesampingkan asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas pengayoman, asas keadilan, serta asas
ketertiban dan kepastian hukum.
Penyandang disabilitas mental sejatinya merupakan seseorang yang
mengalami gangguan terhadap fungsi fikir, emosi, dan perlaku namun demikian
kondisi tersebut merupakan kondisi episiodik atau tidak permanen. Meskipun
penderita mengalami disabilitas sebagai fungsi mental, tetapi mereka tetap tidak bisa
hidup normal dan mampu menentukan yang terbaik. Namun demikian untuk
menjadikan penyandang disabilitas mental menjadikan normal seperti sediakala maka
diperlukan dukungan dari keluarga maupun dari masyarakat sehingga stigma negatif
yang sudah terlanjur diterima penyandang disabilitas mental dapat segera
dihilangkan.
Pengakuan maupun pemajuan dan perlindungan hak-hak penyandang
disabilitas sejatinya merupakan perkembangan penting dalam dalam konsep hak asasi
manusia. Indonesia sebagai negara hukum yang sejak awal mengedepankan
pengakuan atas hak asasi manusia, juga sudah mengadopsinya dengan ratifikasi
CRPD serta diperbaharuinya Undang-Undang Penyandang Disabilitas. Pengakuan
indonesia ini bukan semata karen asolidaritas internasional, melainkan karena negara
indonesia memandang hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati, dan
hak dan hak penyandang disabilitas adalah hak kodrati yang penting untuk diakui.
Filosofi ini tertuang jelas ketika indonesia meratifikasi CRPD pada 2011. Karena itu
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 mengenai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum juga
berlaku secara mutlak untuk penyandang disabilitas.
Berkaitan dengan hak pilih bagi penyandang disabilitas mental, penulis
menyimpulkan bahwa dari perspektif hak asasi manusia, hak dipilih dan hak memilih
tersebut sebaiknya perlu dilindungi, dihormati dan dipenuhi. Ketiga kewajiban negara
tersebut menjadi mutlak karena secara konstitusional negara sudah berkomitmen
untuk menjalankan kewajibannya terhadap warga negara. Selain itu perkembangan
gagasan demokrasi saat ini juga berdampak pada meningkatnya kepentingan untuk
membekali setiap orang dengan perlindungan atas hak pilihnya. Karena perlindungan
hak pilih bagi warga negara memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan
demokrasi sekaligus berjalannya sistem ketata negaraan. Selain itu hak pilih
diharapkan menjadi salah satu syarat yang fundamental bagi negara yang menganut
demokrasi.
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas dan untuk
penyelenggaraan pemilihan umum kedepannya, yaitu:
Hak pilih bagi penyandang disabilitas mental atau orang dalam gangguan jiwa
hanya bisa diberiakn hak pilihnya apabila ada surat keterangan dokter yang
menyatakan bahwa pasien sudah pulih dan kembali normal.
dalam pemilihan Umum 2019 Berdasarkan undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
pengertian komprehensif mengenai penyandang disabilitas mental,
mendeskripsikan dasark hukum terkait hak pilih bagi penyandang disabilitas mental
dan mendeskripsikan
hak pilih penyandang disabilitas mental ditinjau dari
perspektif hak asasi manusia dan perspektif undang-undang .
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
cara meneliti bahan pustaka. Adapun sumber data penelitian ini adalah bahan hukum
primer berupa dokumen resmi negara seperti peraturan perundang-undangan, bahan
hukum sekunder berupa buku hukum, jurnal hukum, dan bahan hukum tersier berupa
kamus hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan hak pilih bagi penyandang
disabilitas mental dalam pemilihan umum sejatinya tetap dapat diberikan hak pilih
dalam pemilihan umum karena sejauh ini tidak ada larangan bagi penyandang
disabilitas mental untuk memperoleh haknya. Sementara dari perspektif hak asasi
manusia memandang bahwa pemberian hak pilih bagi penyandang disabilitas adalah
mutlak karena penyandang disabilitas mental juga merupakan bagian dari warga
negara yang diberkan hak oleh negara untuk dapat berpasrtisipasi dalam proses
demokrasi secara prosedural. Berdasarkan penelitian melalui analisis kepustakaan maka penulis
memberikan kesimpulan bahwa penyandang disabilitas mental tetap diberikan hak
pilihnya ketika penyakitnya telah dinyatakan sembuh demi terwujudnya asas pemilu
yaitu adil, jujur, bebas dan rahasi. Sehingga tidak mencederai proses pelaksanaan
pesta demokrasi di Indonesia.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Pemberian hak pilih kepada penyandang disabilitas mental atau orang dalam
gangguan jiwa, yang mereka dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah atau rumah
sakit jiwa, menurut hemat penelitian perundang-undangan yang memerikan hak
kepada mereka itu tidak memberikan kepastian hukum, bahkan mencederai
kedaulatan rakyat. Peneliti memandang penting sekali hal ini, karena dalam hukum
Islam orang dalam gangguan jiwa mendapat kekhususan mereka tidak sah dalam
melakukan perbuatan hukum dan mereka disebabkan dari beban untuk melaksanakan
ibadah, namun hak asal mereka tetap dilindungi, karena mereka tetap manusia tetapi
tidak memiliki kesadaran dan akal untuk berpikir dengan jernih disebabkan penyakit
jiwa yang mereka derita.
Pasal-pasal yang memberikan hak pilih kepada penyandang disabilitas mental
atau orang dalam gangguan jiwa seharusnya tidak mengesampingkan asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas pengayoman, asas keadilan, serta asas
ketertiban dan kepastian hukum.
Penyandang disabilitas mental sejatinya merupakan seseorang yang
mengalami gangguan terhadap fungsi fikir, emosi, dan perlaku namun demikian
kondisi tersebut merupakan kondisi episiodik atau tidak permanen. Meskipun
penderita mengalami disabilitas sebagai fungsi mental, tetapi mereka tetap tidak bisa
hidup normal dan mampu menentukan yang terbaik. Namun demikian untuk
menjadikan penyandang disabilitas mental menjadikan normal seperti sediakala maka
diperlukan dukungan dari keluarga maupun dari masyarakat sehingga stigma negatif
yang sudah terlanjur diterima penyandang disabilitas mental dapat segera
dihilangkan.
Pengakuan maupun pemajuan dan perlindungan hak-hak penyandang
disabilitas sejatinya merupakan perkembangan penting dalam dalam konsep hak asasi
manusia. Indonesia sebagai negara hukum yang sejak awal mengedepankan
pengakuan atas hak asasi manusia, juga sudah mengadopsinya dengan ratifikasi
CRPD serta diperbaharuinya Undang-Undang Penyandang Disabilitas. Pengakuan
indonesia ini bukan semata karen asolidaritas internasional, melainkan karena negara
indonesia memandang hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati, dan
hak dan hak penyandang disabilitas adalah hak kodrati yang penting untuk diakui.
Filosofi ini tertuang jelas ketika indonesia meratifikasi CRPD pada 2011. Karena itu
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 mengenai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum juga
berlaku secara mutlak untuk penyandang disabilitas.
Berkaitan dengan hak pilih bagi penyandang disabilitas mental, penulis
menyimpulkan bahwa dari perspektif hak asasi manusia, hak dipilih dan hak memilih
tersebut sebaiknya perlu dilindungi, dihormati dan dipenuhi. Ketiga kewajiban negara
tersebut menjadi mutlak karena secara konstitusional negara sudah berkomitmen
untuk menjalankan kewajibannya terhadap warga negara. Selain itu perkembangan
gagasan demokrasi saat ini juga berdampak pada meningkatnya kepentingan untuk
membekali setiap orang dengan perlindungan atas hak pilihnya. Karena perlindungan
hak pilih bagi warga negara memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan
demokrasi sekaligus berjalannya sistem ketata negaraan. Selain itu hak pilih
diharapkan menjadi salah satu syarat yang fundamental bagi negara yang menganut
demokrasi.
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas dan untuk
penyelenggaraan pemilihan umum kedepannya, yaitu:
Hak pilih bagi penyandang disabilitas mental atau orang dalam gangguan jiwa
hanya bisa diberiakn hak pilihnya apabila ada surat keterangan dokter yang
menyatakan bahwa pasien sudah pulih dan kembali normal.
Ketersediaan
| SSYA20200120 | 120/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
120/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
