Penegakan Hukum terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Analisis Putusan Nomor 270/Pid. Sus/2018/PN. Wtp)
Ilma/01.16.4019 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai penegakan hukum terhadap anak korban
pelecehan seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak (Analisis Putusan Nomor 270/Pid. Sus/2018/PN. Wtp). Pokok
permasalahan adalah bagaimana penerapan hukum pidana materiil bagi pelaku
pelecehan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri Watampone dan bagaimana
dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor 270/Pid.
Sus/2018/PN. Wtp. Masalah ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif yang dibahas dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan teknik
analisis Deskriptif, Komparatif, Evaluatif dan Argumentatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil
bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri Watampone dan
menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan dan menjatuhkan
pidana bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana materiil di
dalam Putusan Nomor 270/Pid.Sus/2018/PN. Wtp masih kurang maksimal. Hal ini
dapat dilihat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menyatakan bahwa perbuatan
terdakwa telah melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang kemudian diperjelas melalui pertimbangan hakim dan
diperkuat dengan vonis yang dijatuhkan oleh hakim dengan pidana penjara selama 7
(tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)
subsidair 1 (satu) bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Padahal, jika ingin menegakkan keadilan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),
maka terdakwa yang merupakan ayah kandung korban telah memenuhi unsur pada
Pasal 76E Jo pasal 82 ayat (2) dengan ancaman pidana 15 (lima belas) tahun penjara
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya atau 20 (dua puluh) tahun.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Penegakan hukum yang dijalankan oleh para penegak hukum yang
berdasarkan susunan persidangan di pengadian adalah terdiri dari hakim, jaksa, dan
penasihat hukum. Dalam hal ini, jaksa penuntut umum memiliki peran yang sangat
signifikan di bidang penuntutan, namun realitanya dalam menerapan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak masih kurang maksimal karena dalam kasus
ini, yang diterapkan Pasal 82 ayat (1) padahal perbuatan terdakwa memenuhi unsur
Pasal 82 ayat (2) bahwa “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Serta putusan hakim dalam kasus ini lebih
rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Meskipun demikian, judex facti tetap
terikat oleh surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum. Secara a contrario
ketentuan ini mengandung arti bahwa pengadilan tidak boleh memutus apa yang tidak
didakwakan penuntut umum.
Kedua, Putusan Pengadilan Negeri Watampone dengan Nomor
270/Pid.Sus/PN. Wtp merupakan putusan yang bersifat final dan binding yang
memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat. Dalam pertimbangan hukum, majelis
hakim mengabulkan dakwaan subsidair jaksa penuntut umum yaitu pasal 82 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak RP. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Jo Pasal 64 ayat
(1) KUHP. Sehingga dalam putusannya hakim menjatuhkan pidana penjara selama 7
(tujuh) tahun dan denda RP. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah Subsidair 1
(satu) bulan penjara.
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas adalah:
1. Sebaiknya, para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya harus
dilakukan secara maksimal misalnya dalam menerapkan pidana materiil
terhadap terdakwa yang sesuai dengan perbuatannya demi terlaksananya
peradilan yang berdasar pada rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum masyarakat.
2. Untuk meminimalisasi kasus pelecehan seksual terhadap anak yang semakin
meningkat dibutuhkan peran dari para penegak hukum, pemerintah serta
masyarakat umum dalam memberikan perlindungan secara maksimal terhadap
anak yang menjadi korban tindak kejahatan seksual khususnya pelecehan
seksual.
pelecehan seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak (Analisis Putusan Nomor 270/Pid. Sus/2018/PN. Wtp). Pokok
permasalahan adalah bagaimana penerapan hukum pidana materiil bagi pelaku
pelecehan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri Watampone dan bagaimana
dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor 270/Pid.
Sus/2018/PN. Wtp. Masalah ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif yang dibahas dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan teknik
analisis Deskriptif, Komparatif, Evaluatif dan Argumentatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil
bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri Watampone dan
menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan dan menjatuhkan
pidana bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana materiil di
dalam Putusan Nomor 270/Pid.Sus/2018/PN. Wtp masih kurang maksimal. Hal ini
dapat dilihat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menyatakan bahwa perbuatan
terdakwa telah melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang kemudian diperjelas melalui pertimbangan hakim dan
diperkuat dengan vonis yang dijatuhkan oleh hakim dengan pidana penjara selama 7
(tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)
subsidair 1 (satu) bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Padahal, jika ingin menegakkan keadilan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),
maka terdakwa yang merupakan ayah kandung korban telah memenuhi unsur pada
Pasal 76E Jo pasal 82 ayat (2) dengan ancaman pidana 15 (lima belas) tahun penjara
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya atau 20 (dua puluh) tahun.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Penegakan hukum yang dijalankan oleh para penegak hukum yang
berdasarkan susunan persidangan di pengadian adalah terdiri dari hakim, jaksa, dan
penasihat hukum. Dalam hal ini, jaksa penuntut umum memiliki peran yang sangat
signifikan di bidang penuntutan, namun realitanya dalam menerapan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak masih kurang maksimal karena dalam kasus
ini, yang diterapkan Pasal 82 ayat (1) padahal perbuatan terdakwa memenuhi unsur
Pasal 82 ayat (2) bahwa “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Serta putusan hakim dalam kasus ini lebih
rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Meskipun demikian, judex facti tetap
terikat oleh surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum. Secara a contrario
ketentuan ini mengandung arti bahwa pengadilan tidak boleh memutus apa yang tidak
didakwakan penuntut umum.
Kedua, Putusan Pengadilan Negeri Watampone dengan Nomor
270/Pid.Sus/PN. Wtp merupakan putusan yang bersifat final dan binding yang
memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat. Dalam pertimbangan hukum, majelis
hakim mengabulkan dakwaan subsidair jaksa penuntut umum yaitu pasal 82 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak RP. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Jo Pasal 64 ayat
(1) KUHP. Sehingga dalam putusannya hakim menjatuhkan pidana penjara selama 7
(tujuh) tahun dan denda RP. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah Subsidair 1
(satu) bulan penjara.
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas adalah:
1. Sebaiknya, para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya harus
dilakukan secara maksimal misalnya dalam menerapkan pidana materiil
terhadap terdakwa yang sesuai dengan perbuatannya demi terlaksananya
peradilan yang berdasar pada rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum masyarakat.
2. Untuk meminimalisasi kasus pelecehan seksual terhadap anak yang semakin
meningkat dibutuhkan peran dari para penegak hukum, pemerintah serta
masyarakat umum dalam memberikan perlindungan secara maksimal terhadap
anak yang menjadi korban tindak kejahatan seksual khususnya pelecehan
seksual.
Ketersediaan
| SSYA20200031 | 31/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
31/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
