Praktik Jual Beli Kelapa Perspektif Ekonomi Syariah di Desa Ajjalireng
Andi Ekarlina / 01.14.32.96 - Personal Name
Dalam penelitian ini,Latar belakang penelitian adalah ingin melihat praktik jual beli kelapa perspektif dalam ekonomi syariah maka penulis melakukan penelitian Desa Ajjalireng, diangkat beberapa pokok malah seabagai berikut. (1) Bagaimana Praktik Jual Beli Kelapa. (2) Bagaimana Perspektif Ekonomi Syariah pada Praktik Jual Beli Kelapa.
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka desain yang digunakan dalam penelitian ini, adalah desain deskriptif kualitatif yang artinya penelitian ini mengambarkan secara kualitatif yang ada di lapangan praktik jual beli kelapa di tinjau dari segi Ekonomi Syariah yang didukung dengan metode wawancara,observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan, data-data yang telah di kumpulkan tersebut kemudian daianalisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunujukkan bahwa jual beli kelapa dengan sistem panjang atau uang muka dalam pandangan ekonomi syariah sah, akan tetapi dalam jual beli tersebut ada beberapa unsur yang tidak diperbolehkan karena disamping itu larangan jual beli tersebut karena adanya ayat-ayat yang melarangnya dan ada syarat yang fasat. Walaupun dalam praktik jual beli kelapa dalam sistem panjar di Desa Ajalireng Tellu Siattinge hukumnya tidak sah, karena terdapat ijab dan kabul yang rusak karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam islam melarang jual beli tersebut karena adanya unsur ketidak jelasan dan merugikan bagi petani serta tentang dalam hal ini adanya cekcok antara pembeli dan petani
A. Kesimpulan Setelah mengkaji dan menganalisa mengenai proses jual-beli kelapa dengan sistem panjar ataupun uang muka diDesaAjjalireng Tellu siattinge, dapat disimpulakn persoalan tersebut sebagai berikut : 1. Persoalan transaksi jual-beli kelapa yang dilakukan di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge menurut analisa yang sudah dilakukan bawasannya menggunakan sistem panjar atau uang muka karena persoalan faktor keterbatasannya pohon kelapa dan masyarakat mencari pembeli langsung di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge, keadaan dan kebutuhan mendesak yang menimbulkan terjadinya pelaksanaan transaksi tersebut karena sistem panjar dewasa ini berkembang dimasyarakat. Praktik sistem panjar yang terjadi jika dilihat dari hukum Islam tergolong dalam jual-beli (al‟urf) yaitu akad yang terjadi pada saat barang belum ada untuk diserahterimakan, dalam akad ini kedua belah pihak ada yang dirugikan karena unsur ketidakpastian. Dan sistem panjar ini bisa terjadi atau dilakukan di tempat dimana kedua belah pihak antara petani dan pembeli bisa bertemu yaitu dirumah,sawah, bahkan dijalan melakukan transaksi tersebut bisa dilakukan. Bahwasanya jual-beli sistem panjar atau uang muka dalam pandangan Ekonomi Syariah sah, akan tetapi dalam jual-beli tersebut ada beberapa unsur yang tidak diperbolehkan, disamping itu larangan jual-beli tersebut karena adanya ayat yang melarangnya, dan ada syarat fasad. Walaupun dalam praktik jual-beli kelapa sistem panjar diDesa Ajjalireng Tellu Siattinge hukumnya tidak sah, karena terdapat ijab dan qabul yang rusak karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam Islam melarang jual-beli tersebut dan mendapatkan dosa bagi pelakunya apabila dari salah satu pihak ada yang dirugikan. 2. Praktik yang adadi Desa Ajjalireng ditinjau dari segi ekonomi syariah melihatketidak pastian antara penjual (petani) dan pembeli. Letak ketidak jelasanya yang terjadi adalah kapan pembeli akan datang membayar dan memberikan pelunasan dari sisa yang belum di bayar kepada petani. Ada ketidakpastian antara melanjutkan atau tidak melanjutkan akad jual beli tersebut, di satu sisi para petani telah terikat oleh pembeli dengan adanya uang panjar, disisi lain petani kesusahan dengan adanya sistem jual beli panjar, karena menunggu para pembeli melunasi barang yang telah di beli dengan sistem uang di muka (panjar) tetapi dalam hal ini para petani merasa bingung dari pembeli kapan akan di lunasi. Demikian, akad jual beli menjadi mengguntungkan pembeli tetapi merugikan petani/penjual karena biasanya yang terjadi pelunasan terlambat dibayar dan tanpa ada kejelasan waktunya.
B. Implikasi 1. Untuk masyarakat DesaAjjalireng Tellu Siattinge, hendaknya dalam bermuamalah harus lebih konsisten atas kesepakatan awal dan bertanggung jawab masing-masing pihak terkait (penjual atau pembeli) agar terciptanya kepercayaan yang melekat dan dasar tolong menolong antara sesama manusia. 2. Untuk akademisi, dalam penelitian ini,jual-beli sistem panjar perspektif hukum Islam yang dilakukan di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge ini masih perlu adanya penelitian lebih lanjut dan mendalam pembahasaan yang lain.
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka desain yang digunakan dalam penelitian ini, adalah desain deskriptif kualitatif yang artinya penelitian ini mengambarkan secara kualitatif yang ada di lapangan praktik jual beli kelapa di tinjau dari segi Ekonomi Syariah yang didukung dengan metode wawancara,observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan, data-data yang telah di kumpulkan tersebut kemudian daianalisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunujukkan bahwa jual beli kelapa dengan sistem panjang atau uang muka dalam pandangan ekonomi syariah sah, akan tetapi dalam jual beli tersebut ada beberapa unsur yang tidak diperbolehkan karena disamping itu larangan jual beli tersebut karena adanya ayat-ayat yang melarangnya dan ada syarat yang fasat. Walaupun dalam praktik jual beli kelapa dalam sistem panjar di Desa Ajalireng Tellu Siattinge hukumnya tidak sah, karena terdapat ijab dan kabul yang rusak karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam islam melarang jual beli tersebut karena adanya unsur ketidak jelasan dan merugikan bagi petani serta tentang dalam hal ini adanya cekcok antara pembeli dan petani
A. Kesimpulan Setelah mengkaji dan menganalisa mengenai proses jual-beli kelapa dengan sistem panjar ataupun uang muka diDesaAjjalireng Tellu siattinge, dapat disimpulakn persoalan tersebut sebagai berikut : 1. Persoalan transaksi jual-beli kelapa yang dilakukan di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge menurut analisa yang sudah dilakukan bawasannya menggunakan sistem panjar atau uang muka karena persoalan faktor keterbatasannya pohon kelapa dan masyarakat mencari pembeli langsung di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge, keadaan dan kebutuhan mendesak yang menimbulkan terjadinya pelaksanaan transaksi tersebut karena sistem panjar dewasa ini berkembang dimasyarakat. Praktik sistem panjar yang terjadi jika dilihat dari hukum Islam tergolong dalam jual-beli (al‟urf) yaitu akad yang terjadi pada saat barang belum ada untuk diserahterimakan, dalam akad ini kedua belah pihak ada yang dirugikan karena unsur ketidakpastian. Dan sistem panjar ini bisa terjadi atau dilakukan di tempat dimana kedua belah pihak antara petani dan pembeli bisa bertemu yaitu dirumah,sawah, bahkan dijalan melakukan transaksi tersebut bisa dilakukan. Bahwasanya jual-beli sistem panjar atau uang muka dalam pandangan Ekonomi Syariah sah, akan tetapi dalam jual-beli tersebut ada beberapa unsur yang tidak diperbolehkan, disamping itu larangan jual-beli tersebut karena adanya ayat yang melarangnya, dan ada syarat fasad. Walaupun dalam praktik jual-beli kelapa sistem panjar diDesa Ajjalireng Tellu Siattinge hukumnya tidak sah, karena terdapat ijab dan qabul yang rusak karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam Islam melarang jual-beli tersebut dan mendapatkan dosa bagi pelakunya apabila dari salah satu pihak ada yang dirugikan. 2. Praktik yang adadi Desa Ajjalireng ditinjau dari segi ekonomi syariah melihatketidak pastian antara penjual (petani) dan pembeli. Letak ketidak jelasanya yang terjadi adalah kapan pembeli akan datang membayar dan memberikan pelunasan dari sisa yang belum di bayar kepada petani. Ada ketidakpastian antara melanjutkan atau tidak melanjutkan akad jual beli tersebut, di satu sisi para petani telah terikat oleh pembeli dengan adanya uang panjar, disisi lain petani kesusahan dengan adanya sistem jual beli panjar, karena menunggu para pembeli melunasi barang yang telah di beli dengan sistem uang di muka (panjar) tetapi dalam hal ini para petani merasa bingung dari pembeli kapan akan di lunasi. Demikian, akad jual beli menjadi mengguntungkan pembeli tetapi merugikan petani/penjual karena biasanya yang terjadi pelunasan terlambat dibayar dan tanpa ada kejelasan waktunya.
B. Implikasi 1. Untuk masyarakat DesaAjjalireng Tellu Siattinge, hendaknya dalam bermuamalah harus lebih konsisten atas kesepakatan awal dan bertanggung jawab masing-masing pihak terkait (penjual atau pembeli) agar terciptanya kepercayaan yang melekat dan dasar tolong menolong antara sesama manusia. 2. Untuk akademisi, dalam penelitian ini,jual-beli sistem panjar perspektif hukum Islam yang dilakukan di Desa Ajjalireng Tellu Siattinge ini masih perlu adanya penelitian lebih lanjut dan mendalam pembahasaan yang lain.
Ketersediaan
| SS20190010 | 10/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
10/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
