Perspektif Hukum Islam tentang Perceraian hanya dapat Dilakukan pada Pengadilan Agama (Studi UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1)
Muhajirah/01.16.1078 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang “Perspektif Hukum Islam tentang Perceraian
hanya dapat Dilakukan pada Pengadilan Agama (Studi UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974 Pasal 39 Ayat 1)” Hal yang penting dikaji dalam skripsi ini yakni Bagaimana
pandangan hukum Islam tentang perceraian? Bagaimana pandangan Undang-undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang perceraian? Bagaimana
perbandingan hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal
39 Ayat 1 tentang perceraian?. Tujuan Penilitian ini adalah untuk mengetahui
pandangan hukum Islam tentang perceraian, pandangan Undang-undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang perceraian dan perbandingan hukum Islam
dan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang
Perceraian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pustaka (Library Research) dengan tinjauan menurut hukum Islam dengan
menggunakan teknik dokumentasi dan Pengutipan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan analisis isi.
Berdasarkan hasil penelitian pertama, dengan pemahaman yang lebih
kompleks mengenai esensi hukum Islam dengan memahami sosio kultural, maka di
Indonesia telah terkodifikasi hukum Islam ala Indonesia dalam bentuk KHI dan UU
UU No. 16 Tahun 2019 Jo. UU No. 1 Tahun 1974 yang sekaligus digunakan oleh
pengadilan Agama guna memutuskan suatu perkara termasuk perceraian. Terlebih
jika terdapat produk hukum Islam yang ter- up date di Indonesia tentunya akan
sedikit mengurangi tingkat kesalahpahaman masyarakat terhadap status perceraian.
Sehingga produk hukum Islam klasik yang telah mengakar pada tataran masyarakat
tentang kapan perceraian dianggap sah sehingga dalam konteks apa perceraian itu
dapat diterima secara rasional dan apa yang menjadi bukti kuat secara konstitusi
adanya perceraian telah ternasakh dengan adanya tata aturan Undang-undang
Perkawinan ( UU No. 1 tahun 1974 Jo. UU No. 16 tahun 2019). kedua, Undang-
undang Perkawinan bagi Ummat Islam tidak bertentangan dengan hukum Islam. Para
ulama dan Kyai telah memasukkan hukum Islam dalam bidang perkawinan untuk
ummat Islam Indonesia. Dengan adanya ketentuan yang mengatur bahwa talak harus
harus diucapkan di depan sidang Pengadilan Agama, maka talak yang diucapkan
oleh suami diluar sidang Pengadilan adalah batal. Dengan berlakunya ketentuan UUP
tersebut seharusnya tidak ada lagi pertentangan di tengah-tengah Ummat Islam bahwa
talak diluar sidang PA adalah tidak jatuh. Keberlakuan pendapat ini adalah
didasarkan pada kaidah fikih yang berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa’ul
khilaf (peraturan perundang-undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan
menghilangkan perbedaan pendapat)”. Dengan demikian karena sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan bahwa talak harus diucapkan di depan sidang PA,
maka perbedaan pendapat ditengah masyarakat tentang jatuh tidaknya talak diluar
sidang harus berakhir. Bahwa talak yang diucapkan di luar sidang PA tidak jatuh.
A. Kesimpulan
1. Pandangan hukum Islam tentang perceraian, kata cerai tidak boleh
dipermainkan karena apabila suami mengucapkan kata talak atau cerai kepada
istrinya maka talak tersebut jatuh. Pendapat itu didasarkan pada hadis Nabi
SAW, "Tiga hal yang sungguh-sungguhnya jadi sungguhan, dan main-
mainnya pun jadi sungguhan pula. Tiga hal itu adalah nikah, talak, dan
rujuk" yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Tirmidzi, dan
Hakim dari Abu Hurairah. Tetapi dalam hal ini para ulama fikih berbeda
pendapat tentang hukum talak, pendapat yang paling kuat adalah pendapat
yang mengatakan bahwa talak dilarang oleh agama selain dalam keadaan yang
mendesak pendapat ini bersumber dari ulama Hanafiah dan Hanabilah yang
pendapat itu dilandaskan kepada sabda rasulullah Saw. “Allah Swt. melaknat
orang yang suka berganti pasangan dan suka menceraikan (istri).”Sebagian
ulama yang lain, seperti Al-Baqir dan Jakfar Al-Shadiq, begitu pula Imam
Ahmad dan Malik, tidak terjadi cerai dalam kasus ini. Mereka menetapkan
beberapa syarat untuk terjadinya cerai. Misalnya, adanya pernyataan cerai
(tanpa ada paksaan dari siapapun), mengerti makna pernyataan itu, dan ada
kehendak atau niat untuk menceraikan.
2. Menurut Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan kalau tidak dilakukan di depan sidang
pengadilan maka perceraian tersebut tidak sah.
3. Dengan berlakunya ketentuan UUP tersebut seharusnya tidak ada lagi
pertentangan di tengah-tengah Ummat Islam bahwa talak diluar sidang PA
adalah tidak jatuh. Keberlakuan pendapat ini adalah didasarkan pada kaidah
fikih yang berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa‟ul khilaf yang artinya
peraturan perundang-undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan
menghilangkan perbedaan pendapat”. Dengan demikian karena sudah diatur
dalam peraturan perundang-undangan bahwa talak harus diucapkan di depan
sidang PA, maka perbedaan pendapat ditengah masyarakat tentang jatuh
tidaknya talak diluar sidang harus berakhir. Bahwa talak yang diucapkan di
luar sidang PA tidak jatuh. Perbedaan hukum Islam dan undang-undang
perkawinan yaitu hukum Islam tidak menjelaskan mengenai sebab suami
boleh menceraikan istrinya dan juga tidak mengatur proses perceraian
sedangkan di dalam undang-undang menjelaskan hal tersebut. Persamaannya
yaitu sama-sama menyarankan melakukan usaha perdamaian (mediasi)
terlebih dahulu. Jika tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak baru
perceraian dapat dilakukan.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas ada dua hal yang
menjadi saran penulis yaitu:
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bahwa Undang-undang Perkawinan tidak bertentangan dengan
hukum Islam. Sebab para ulama dan kyai tergabung dalam DPR sewaktu
merumuskan Undang-undang Perkawinan telah berijtihad sedimikan rupa
sehingga UUP tidak bertentangan dengan hukum Islam.
2. Menghindarkan keburukan yang diakibatkan dari adanya pertentangan
pendapat di tengah masyarakat tentang jatuh tidaknya talak di luar sidang.
Undang-undang Perkawinan sudah berkesesuaian dengan kaidah fikih yang
berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa‟ul khilaf (peraturan perundang-
undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan menghilangkan
perbedaan pendapat)
hanya dapat Dilakukan pada Pengadilan Agama (Studi UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974 Pasal 39 Ayat 1)” Hal yang penting dikaji dalam skripsi ini yakni Bagaimana
pandangan hukum Islam tentang perceraian? Bagaimana pandangan Undang-undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang perceraian? Bagaimana
perbandingan hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal
39 Ayat 1 tentang perceraian?. Tujuan Penilitian ini adalah untuk mengetahui
pandangan hukum Islam tentang perceraian, pandangan Undang-undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang perceraian dan perbandingan hukum Islam
dan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 1 tentang
Perceraian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pustaka (Library Research) dengan tinjauan menurut hukum Islam dengan
menggunakan teknik dokumentasi dan Pengutipan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan analisis isi.
Berdasarkan hasil penelitian pertama, dengan pemahaman yang lebih
kompleks mengenai esensi hukum Islam dengan memahami sosio kultural, maka di
Indonesia telah terkodifikasi hukum Islam ala Indonesia dalam bentuk KHI dan UU
UU No. 16 Tahun 2019 Jo. UU No. 1 Tahun 1974 yang sekaligus digunakan oleh
pengadilan Agama guna memutuskan suatu perkara termasuk perceraian. Terlebih
jika terdapat produk hukum Islam yang ter- up date di Indonesia tentunya akan
sedikit mengurangi tingkat kesalahpahaman masyarakat terhadap status perceraian.
Sehingga produk hukum Islam klasik yang telah mengakar pada tataran masyarakat
tentang kapan perceraian dianggap sah sehingga dalam konteks apa perceraian itu
dapat diterima secara rasional dan apa yang menjadi bukti kuat secara konstitusi
adanya perceraian telah ternasakh dengan adanya tata aturan Undang-undang
Perkawinan ( UU No. 1 tahun 1974 Jo. UU No. 16 tahun 2019). kedua, Undang-
undang Perkawinan bagi Ummat Islam tidak bertentangan dengan hukum Islam. Para
ulama dan Kyai telah memasukkan hukum Islam dalam bidang perkawinan untuk
ummat Islam Indonesia. Dengan adanya ketentuan yang mengatur bahwa talak harus
harus diucapkan di depan sidang Pengadilan Agama, maka talak yang diucapkan
oleh suami diluar sidang Pengadilan adalah batal. Dengan berlakunya ketentuan UUP
tersebut seharusnya tidak ada lagi pertentangan di tengah-tengah Ummat Islam bahwa
talak diluar sidang PA adalah tidak jatuh. Keberlakuan pendapat ini adalah
didasarkan pada kaidah fikih yang berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa’ul
khilaf (peraturan perundang-undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan
menghilangkan perbedaan pendapat)”. Dengan demikian karena sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan bahwa talak harus diucapkan di depan sidang PA,
maka perbedaan pendapat ditengah masyarakat tentang jatuh tidaknya talak diluar
sidang harus berakhir. Bahwa talak yang diucapkan di luar sidang PA tidak jatuh.
A. Kesimpulan
1. Pandangan hukum Islam tentang perceraian, kata cerai tidak boleh
dipermainkan karena apabila suami mengucapkan kata talak atau cerai kepada
istrinya maka talak tersebut jatuh. Pendapat itu didasarkan pada hadis Nabi
SAW, "Tiga hal yang sungguh-sungguhnya jadi sungguhan, dan main-
mainnya pun jadi sungguhan pula. Tiga hal itu adalah nikah, talak, dan
rujuk" yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Tirmidzi, dan
Hakim dari Abu Hurairah. Tetapi dalam hal ini para ulama fikih berbeda
pendapat tentang hukum talak, pendapat yang paling kuat adalah pendapat
yang mengatakan bahwa talak dilarang oleh agama selain dalam keadaan yang
mendesak pendapat ini bersumber dari ulama Hanafiah dan Hanabilah yang
pendapat itu dilandaskan kepada sabda rasulullah Saw. “Allah Swt. melaknat
orang yang suka berganti pasangan dan suka menceraikan (istri).”Sebagian
ulama yang lain, seperti Al-Baqir dan Jakfar Al-Shadiq, begitu pula Imam
Ahmad dan Malik, tidak terjadi cerai dalam kasus ini. Mereka menetapkan
beberapa syarat untuk terjadinya cerai. Misalnya, adanya pernyataan cerai
(tanpa ada paksaan dari siapapun), mengerti makna pernyataan itu, dan ada
kehendak atau niat untuk menceraikan.
2. Menurut Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan kalau tidak dilakukan di depan sidang
pengadilan maka perceraian tersebut tidak sah.
3. Dengan berlakunya ketentuan UUP tersebut seharusnya tidak ada lagi
pertentangan di tengah-tengah Ummat Islam bahwa talak diluar sidang PA
adalah tidak jatuh. Keberlakuan pendapat ini adalah didasarkan pada kaidah
fikih yang berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa‟ul khilaf yang artinya
peraturan perundang-undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan
menghilangkan perbedaan pendapat”. Dengan demikian karena sudah diatur
dalam peraturan perundang-undangan bahwa talak harus diucapkan di depan
sidang PA, maka perbedaan pendapat ditengah masyarakat tentang jatuh
tidaknya talak diluar sidang harus berakhir. Bahwa talak yang diucapkan di
luar sidang PA tidak jatuh. Perbedaan hukum Islam dan undang-undang
perkawinan yaitu hukum Islam tidak menjelaskan mengenai sebab suami
boleh menceraikan istrinya dan juga tidak mengatur proses perceraian
sedangkan di dalam undang-undang menjelaskan hal tersebut. Persamaannya
yaitu sama-sama menyarankan melakukan usaha perdamaian (mediasi)
terlebih dahulu. Jika tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak baru
perceraian dapat dilakukan.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas ada dua hal yang
menjadi saran penulis yaitu:
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bahwa Undang-undang Perkawinan tidak bertentangan dengan
hukum Islam. Sebab para ulama dan kyai tergabung dalam DPR sewaktu
merumuskan Undang-undang Perkawinan telah berijtihad sedimikan rupa
sehingga UUP tidak bertentangan dengan hukum Islam.
2. Menghindarkan keburukan yang diakibatkan dari adanya pertentangan
pendapat di tengah masyarakat tentang jatuh tidaknya talak di luar sidang.
Undang-undang Perkawinan sudah berkesesuaian dengan kaidah fikih yang
berbunyi “hukumul hakim ilzamun wa yarfa‟ul khilaf (peraturan perundang-
undangan yang dibuat Negara bersifat mengikat dan menghilangkan
perbedaan pendapat)
Ketersediaan
| SSYA20200107 | 107/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
107/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
