Pembagian Warisan Orang Mati Punah Pada Masyarakat Di Kec. Amali Kab. Bone Perspektif Hukum Islam
Era Sulfiani/01.16.1010 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang pembagian warisan orang mati punah pada
masyarakat di Kec. Amali Kab. Bone perspektif hukum Islam. Pokok permasalahan
yang dibahas adalah bagaimana pembagian harta warisan orang mati punah menurut
kebiasaan masyarakat Kec. Amali dan kemudian dipandang dalam hukum kewarisan
Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta
warisan orang mati punah menurut kebiasaan masyarakat di Kec. Amali dan juga
untuk mengetahui pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta
warisan orang mati punah di Kec. Amali. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian lapangan (Field Research), adalah suatu penelitian yang menghasilkan data
yang bersifat deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara
tertulis atau lisan dan perilakunya secara nyata, serta hal yang diteliti dan dipelajari
sebagai sesuatu yang utuh. Deskriftif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu dimana
penelitian sudah mendapatkan gambaran awal dari masalah di bidang hukum yang
akan diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. pembagian harta warisan orang mati
punah menurut kebiasaan masyarakat di Kec. Amali Kab. Bone terdapat dua cara
pembagian yaitu: a. Pembagian harta warisan secara kekeluargaan, pembagian ini
dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. b. Pembagian harta peninggalan dengan
jalan hibah, yang dilakukan dengan berpindahnya harta pada saat pewaris masih
hidup, pemberian hibah biasanya diberikan kepada keluarga atau kerabat yang dekat
dengan pewaris. 2. pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta
warisan orang mati punah di Kec. Amali yang dilakukan secara kekeluargaan dan
dengan jalan hibah dalam pelaksanaan pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam. Karena pembagian yang dilakukan secara
kekeluargaan hanya diberikan kepada seorang saudara saja, dan dalam pemberian
hibah dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan, yakni hibah
tidak boleh melebihi 1/3 dari keseluruhan harta yang dimiliki oleh pewaris.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada pelaksanaan pembagian harta warisan orang mati punah menurut
kebiasaan masyarakat di Kec. Amali selain dilakukan sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam, juga lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat karena sebagian besar dalam pembagiannya hanya diberikan kepada
seorang saudara saja. Adapun cara pembagian yang diperoleh:
a. Pembagian warisan secara kekeluargaan ( setelah pewaris meninggal dunia),
yang dilakukan oleh saudara-saudara pewaris dengan berdasar pada hasil
dari musyawarah dan mufakat dalam keluarga.
b. Pembagian harta peninggalan dengan jalan hibah, dilakukan dengan
berpindahnya harta pada saat pewaris masih hidup. Biasanya diberikan
kepada kerabat yang memiliki hubungan yang dekat dengan pewaris.
Pemberian hibah dialakukan untuk membalas jasa orang-orang yang dekat
dengan pewaris atau sebagai bentuk balas budi kepada orang-orang yang
memiliki hubungan yang dekat dengan pewaris.
2. Pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta warisan orang
mati punah di Kec. Amali, yang dilakukan secara kekeluargaan dan dengan
jalan hibah, dalam pelaksanaan pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam. Karena pembagian yang dilakukan secara
kekeluargaan hanya diberikan kepada seorang saudara saja, dan dalam
pemberian hibah dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan yang telah
ditetapkan, yakni hibah tidak boleh melebihi 1/3 dari keseluruhan harta yang
dimiliki oleh pewaris.
B. Saran
Adapun saran yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya dalam pembagian harta warisan, khususnya warisan orang mati
punah tidak hanya diberikan kepada seorang saudara saja, karena semua ahli
waris berhak untuk memperoleh bagiannya masing-masing sesuai ketetapan
yang telah ditentukan, baik itu saudara seibu, saudara sekandung, maupun
saudara seayah.
b. Sebaiknya untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan hukum
kewarisan, khususnya yang berkenaan dengan pembagian harta warisan orang
mati punah, maka diharapkan kepada seluruh pihak yang terkait agar
meningkatkan sosialisasi tentang hukum waris Islam untuk memasyarakatkan
ketentuan hukum tersebut sehingga kesadaran masyarakat pada masa yang akan
datang dapat lebih meningkat.
masyarakat di Kec. Amali Kab. Bone perspektif hukum Islam. Pokok permasalahan
yang dibahas adalah bagaimana pembagian harta warisan orang mati punah menurut
kebiasaan masyarakat Kec. Amali dan kemudian dipandang dalam hukum kewarisan
Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta
warisan orang mati punah menurut kebiasaan masyarakat di Kec. Amali dan juga
untuk mengetahui pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta
warisan orang mati punah di Kec. Amali. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian lapangan (Field Research), adalah suatu penelitian yang menghasilkan data
yang bersifat deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara
tertulis atau lisan dan perilakunya secara nyata, serta hal yang diteliti dan dipelajari
sebagai sesuatu yang utuh. Deskriftif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu dimana
penelitian sudah mendapatkan gambaran awal dari masalah di bidang hukum yang
akan diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. pembagian harta warisan orang mati
punah menurut kebiasaan masyarakat di Kec. Amali Kab. Bone terdapat dua cara
pembagian yaitu: a. Pembagian harta warisan secara kekeluargaan, pembagian ini
dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. b. Pembagian harta peninggalan dengan
jalan hibah, yang dilakukan dengan berpindahnya harta pada saat pewaris masih
hidup, pemberian hibah biasanya diberikan kepada keluarga atau kerabat yang dekat
dengan pewaris. 2. pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta
warisan orang mati punah di Kec. Amali yang dilakukan secara kekeluargaan dan
dengan jalan hibah dalam pelaksanaan pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam. Karena pembagian yang dilakukan secara
kekeluargaan hanya diberikan kepada seorang saudara saja, dan dalam pemberian
hibah dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan, yakni hibah
tidak boleh melebihi 1/3 dari keseluruhan harta yang dimiliki oleh pewaris.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada pelaksanaan pembagian harta warisan orang mati punah menurut
kebiasaan masyarakat di Kec. Amali selain dilakukan sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam, juga lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat karena sebagian besar dalam pembagiannya hanya diberikan kepada
seorang saudara saja. Adapun cara pembagian yang diperoleh:
a. Pembagian warisan secara kekeluargaan ( setelah pewaris meninggal dunia),
yang dilakukan oleh saudara-saudara pewaris dengan berdasar pada hasil
dari musyawarah dan mufakat dalam keluarga.
b. Pembagian harta peninggalan dengan jalan hibah, dilakukan dengan
berpindahnya harta pada saat pewaris masih hidup. Biasanya diberikan
kepada kerabat yang memiliki hubungan yang dekat dengan pewaris.
Pemberian hibah dialakukan untuk membalas jasa orang-orang yang dekat
dengan pewaris atau sebagai bentuk balas budi kepada orang-orang yang
memiliki hubungan yang dekat dengan pewaris.
2. Pandangan hukum kewarisan Islam terhadap pembagian harta warisan orang
mati punah di Kec. Amali, yang dilakukan secara kekeluargaan dan dengan
jalan hibah, dalam pelaksanaan pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan
dalam hukum kewarisan Islam. Karena pembagian yang dilakukan secara
kekeluargaan hanya diberikan kepada seorang saudara saja, dan dalam
pemberian hibah dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan yang telah
ditetapkan, yakni hibah tidak boleh melebihi 1/3 dari keseluruhan harta yang
dimiliki oleh pewaris.
B. Saran
Adapun saran yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya dalam pembagian harta warisan, khususnya warisan orang mati
punah tidak hanya diberikan kepada seorang saudara saja, karena semua ahli
waris berhak untuk memperoleh bagiannya masing-masing sesuai ketetapan
yang telah ditentukan, baik itu saudara seibu, saudara sekandung, maupun
saudara seayah.
b. Sebaiknya untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan hukum
kewarisan, khususnya yang berkenaan dengan pembagian harta warisan orang
mati punah, maka diharapkan kepada seluruh pihak yang terkait agar
meningkatkan sosialisasi tentang hukum waris Islam untuk memasyarakatkan
ketentuan hukum tersebut sehingga kesadaran masyarakat pada masa yang akan
datang dapat lebih meningkat.
Ketersediaan
| SSYA20200148 | 148/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
148/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
