Poligami Tanpa Izin Istri di Kec. Awangpone Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Kec. Awangpone)
Santi/01.14.1100 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Poligami Tanpa Izin Istri di Kec. Awangpone Menurut Hukum Positif ditinjaun Hukum Islam. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui praktek poligami suami tanpa izin istri di Kecamatan Awangpone dan untuk mengetahui keabsahan pernikahan suami menurut hukum positif ditinjau menurut hukum Islam. Untuk membahas kedua tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research),yaitu suatu penelitian yang menggunakan metode pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang diperlukan. Dan dipadukan dengan metode pengumpulan data kepustakaan (library research), yaitu metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan penelitian dari peneliti terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek poligami di Kecamatan Awangpone dilakukan dengan sembunyi-sembunyi bahkan dalam pelaksanaanya suami terkadang menikah dengan perempuan lain tampa diketahui kerabat dekatnya sendiri. Dalam kasus di Kecamatan Awangpone pihak suami baru diketahui telah menikah dengan perempuan lain kitaka ada keturunan dari istri keduanya, hal tersebut dilakukan demi istri pertama tidak menghalangi pernikahan mereka dengan istri mudanya. Dalam Undang-undang Perkawinan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan (hendaknya) memberitahukan keinginannya itu kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinan itu dilaksanakan. Dalam kasus ini telah terjadi perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya di Kecamatan Awangpone. Praktek perkawinan ini menurut hukum Islam sah-sah saja tanpa adanya izin istri pertamanya yang penting sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan sedangkan jika dilihat dari fiqih Indonesia yang mana tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya ini telah menyalahi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Perkawinan.
A. Simpulan
1. Praktek poligami di Kecamatan Awangpone dilakukan dengan sembunyi-sembunyi bahkan dalam pelaksanaanya suami terkadang menikah dengan perempuan lain tampa diketahui kerabat dekatnya sendiri. Dalam kasus di Kecamatan Awangpone pihak suami baru diketahui telah menikah dengan perempuan lain ketika ada keturunan dari istri keduanya, hal tersebut dilakukan demi istri pertama tidak menghalingi pernikahan mereka dengan istri mudanya.
2. Dalam Undang-undang Perkawinan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan (hendaknya) memberitahukan keinginannya itu kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinan itu dilaksanakan. Dalam kasus ini telah terjadi perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya di Kecamatan Awangpone. Praktek perkawinan ini menurut hukum Islam sah-sah saja tanpa adanya izin istri pertamanya yang penting sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan sedangkan jika dilihat dari fiqih Indonesia yang mana tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya ini telah menyalahi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Perkawinan.
B. Saran
1. Bagi para Praktisi hukum dan ulama agar melakukan penyuluhan dan sosialisasi hukum tentang prosedur poligami, karena paradigma masyarakat masih menganggap bahwa negara mempersulit praktik poligami. Padahal pada kenyataannya dalam memutuskan suatu perkara, para Hakim tidak hanya melihat regulasi yang ada, namun juga melihat situasi dan kondisi pelaku.
2. Bagi para pelaku poligami tanpa izin PA, diharapkan untuk benar-benar memahami akibat hukum dari praktik poligami tanpa izin PA, yaitu tidak adanya legalitas dan kekuatan hukum yang tentunya akan sangat berpengaruh kepada keabsahan perkawinan.
A. Simpulan
1. Praktek poligami di Kecamatan Awangpone dilakukan dengan sembunyi-sembunyi bahkan dalam pelaksanaanya suami terkadang menikah dengan perempuan lain tampa diketahui kerabat dekatnya sendiri. Dalam kasus di Kecamatan Awangpone pihak suami baru diketahui telah menikah dengan perempuan lain ketika ada keturunan dari istri keduanya, hal tersebut dilakukan demi istri pertama tidak menghalingi pernikahan mereka dengan istri mudanya.
2. Dalam Undang-undang Perkawinan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan (hendaknya) memberitahukan keinginannya itu kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinan itu dilaksanakan. Dalam kasus ini telah terjadi perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya di Kecamatan Awangpone. Praktek perkawinan ini menurut hukum Islam sah-sah saja tanpa adanya izin istri pertamanya yang penting sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan sedangkan jika dilihat dari fiqih Indonesia yang mana tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, perkawinan seorang suami yang berpoligami tanpa izin istri pertamanya ini telah menyalahi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Perkawinan.
B. Saran
1. Bagi para Praktisi hukum dan ulama agar melakukan penyuluhan dan sosialisasi hukum tentang prosedur poligami, karena paradigma masyarakat masih menganggap bahwa negara mempersulit praktik poligami. Padahal pada kenyataannya dalam memutuskan suatu perkara, para Hakim tidak hanya melihat regulasi yang ada, namun juga melihat situasi dan kondisi pelaku.
2. Bagi para pelaku poligami tanpa izin PA, diharapkan untuk benar-benar memahami akibat hukum dari praktik poligami tanpa izin PA, yaitu tidak adanya legalitas dan kekuatan hukum yang tentunya akan sangat berpengaruh kepada keabsahan perkawinan.
Ketersediaan
| SS20180111 | 111/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
111/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
