Budaya Mattinro Baiseng Dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kec. Tanete Riattang Timur Perspektif Hukum Islam
Abd Rahman/ 01.14.1077 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Budaya Mattinro Baiseng Dalam
Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tanete Riattang Timur
Perspektif Hukum Islam. Masalah ini dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan
dibahas dengan metode analisis data secara kualitatif. Metode Pengumpulan data
yang digunakan yaitu penelitian lapangan (field research). Sedangkan instrumen
dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara dan observasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
Budaya Mattinro Baiseng dalam perkawinan masyarakat Bugis Bone dan untuk
mengatahui pandangan hukum Islam terhadap Budaya Mattinro Baiseng dalam
perkawinan masyarakat Bugis Bone.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Mattinro Baiseng
adalah ajangan kunjungan silaturrahim antara orang tua pengantin laki-laki ke
rumah pengantin perempuan dan begitu pula sebaliknya. Acara Mattinro Baiseng
dilakukan setelah pesta perkawinan putra dan putrinya. Hal ini dimaksudkan
untuk mempererat hubungan silaturrahim diantara kedua keluarga yang baru saja
diikat oleh tali perkawinan. Sepanjang tidak bertentangan dengan perinsip syariat
Islam boleh melakukanya karena Mattinro Baiseng mempunyai makna filosofi,
yaitu mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga kedua belah pihak
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Mattinro Baiseng (kunjungan baiseng) adalah setelah pesta
perkawinan selesai, maka pihak orang tua laki-laki berkujung ke
rumah orang tua perempuan (baca:baiseng) dengan membawa
makanan berupa buras atau ketupat disertai dengan ayam yang telah
dimasak dalam bahasa Bugis manu nasu poppo dan alat
perlengkapan makanan dan minuman anaknya, sekaligus melakukan
hubungan kekerabatan antara kedua keluarga. Sesudah itu,
dilakukakan kunjungan balasan oleh orang tua perempuan ke rumah
orang tua laki-laki (baca:baiseng) dengan membawa berbagai
macam makanan.
2. Pandangan Islam mengenai budaya Mattinro Baiseng tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Karena Mattinro Baiseng
merupakan salah satu bentuk hubungan silaturrahim, tujuanya untuk
mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga laki-laki dan
keluarga perempuan begitupun sebaliknaya, dan semenjak tidak
bertentangan dengan hukum Islam atau syariat Islam maka boleh
dilakukan.
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan Mattinro Baiseng masyarakat Bugis Bone
terkadang salah dalam memahami pelaksannanya seperti menjadikan
adat Mattinro Baiseng sebagai kewajiban terhadap pengantin baru
sehingga terkadang muncul sebuah perkataan dalam bahasa Bugis
yaitu: pammali botting parue messu jokka-jokka nareko dena
napura lokka Mattinro Baiseng.
2. Dalam skripsi ini penulis berharap pembaca dapat memahami
bagaimana pelaksanna dalam Mattinro Baiseng menurut pandangan
hukum Islam, sehingga tidak ada lagi kesalah pahaman seperti pada
poin pertama di atas, sebab Mattinro Baiseng pada umumnya
bertujuan untuk mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga
pihak laki-laki dan perempuan maupun sebaliknya.
3. Kritik dan saran kami butuhkan untuk perbaikan dalam penulisan
ini.
Perkawinan Masyarakat Bugis Bone di Kecamatan Tanete Riattang Timur
Perspektif Hukum Islam. Masalah ini dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan
dibahas dengan metode analisis data secara kualitatif. Metode Pengumpulan data
yang digunakan yaitu penelitian lapangan (field research). Sedangkan instrumen
dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara dan observasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
Budaya Mattinro Baiseng dalam perkawinan masyarakat Bugis Bone dan untuk
mengatahui pandangan hukum Islam terhadap Budaya Mattinro Baiseng dalam
perkawinan masyarakat Bugis Bone.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Mattinro Baiseng
adalah ajangan kunjungan silaturrahim antara orang tua pengantin laki-laki ke
rumah pengantin perempuan dan begitu pula sebaliknya. Acara Mattinro Baiseng
dilakukan setelah pesta perkawinan putra dan putrinya. Hal ini dimaksudkan
untuk mempererat hubungan silaturrahim diantara kedua keluarga yang baru saja
diikat oleh tali perkawinan. Sepanjang tidak bertentangan dengan perinsip syariat
Islam boleh melakukanya karena Mattinro Baiseng mempunyai makna filosofi,
yaitu mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga kedua belah pihak
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Mattinro Baiseng (kunjungan baiseng) adalah setelah pesta
perkawinan selesai, maka pihak orang tua laki-laki berkujung ke
rumah orang tua perempuan (baca:baiseng) dengan membawa
makanan berupa buras atau ketupat disertai dengan ayam yang telah
dimasak dalam bahasa Bugis manu nasu poppo dan alat
perlengkapan makanan dan minuman anaknya, sekaligus melakukan
hubungan kekerabatan antara kedua keluarga. Sesudah itu,
dilakukakan kunjungan balasan oleh orang tua perempuan ke rumah
orang tua laki-laki (baca:baiseng) dengan membawa berbagai
macam makanan.
2. Pandangan Islam mengenai budaya Mattinro Baiseng tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Karena Mattinro Baiseng
merupakan salah satu bentuk hubungan silaturrahim, tujuanya untuk
mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga laki-laki dan
keluarga perempuan begitupun sebaliknaya, dan semenjak tidak
bertentangan dengan hukum Islam atau syariat Islam maka boleh
dilakukan.
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan Mattinro Baiseng masyarakat Bugis Bone
terkadang salah dalam memahami pelaksannanya seperti menjadikan
adat Mattinro Baiseng sebagai kewajiban terhadap pengantin baru
sehingga terkadang muncul sebuah perkataan dalam bahasa Bugis
yaitu: pammali botting parue messu jokka-jokka nareko dena
napura lokka Mattinro Baiseng.
2. Dalam skripsi ini penulis berharap pembaca dapat memahami
bagaimana pelaksanna dalam Mattinro Baiseng menurut pandangan
hukum Islam, sehingga tidak ada lagi kesalah pahaman seperti pada
poin pertama di atas, sebab Mattinro Baiseng pada umumnya
bertujuan untuk mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga
pihak laki-laki dan perempuan maupun sebaliknya.
3. Kritik dan saran kami butuhkan untuk perbaikan dalam penulisan
ini.
Ketersediaan
| SS20180105 | 105/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
105/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
