Kedudukan Saksi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone
Muawanatul Azis/01.1.4.1018 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang “Kriteria saksi sebagai alat bukti dalam perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone”. Dalam skripsi ini membahas
pokok permasalahan yang meliputi mengenai konsepsi saksi testimonium de auditu
dalam sistem hukum acara Peradilan Agama di Indonesia dan penerapan serta
kekuatan pembuktian keterangan saksi testimonium de auditu dalam perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone. Masalah ini dianalisis dengan
pendekatan teologis normatif, yuridis normatif dan yuridis empiris serta
menggunakan metode kualitatif.
Adapun metode yang digunakan oleh penyusun skripsi ini yaitu metode
penelitian lapangan (field research). Adapun penelitian lapangan dilakukan dengan
cara wawancara di tempat penelitian, yaitu Pengadilan Agama Kelas IA
Watamopone. Sedangkan metode analisis data menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan saksi su di Pengadilan Agama
Kelas IA Watampone tidak dapat berdiri sendiri, harus ada fakta lain yang diketahui
dan dilengkapi dengan sumpah supletoir serta keyakinan hakim dalm memutuskan
perkara tersebut. Sumpah supletoir dilakukan oleh penggugat untuk membuktikan
dalil-dalil yang disampaikannya.
Kekuatan pembuktian saksi testimonium pada umumnya tidak diterima atau
ditolak dimuka sidang. Namun, saksi testimonium de auditu sebenarnya masih dapat
dipertimbangkan, sesuai dengan keyakinan hakim yang menangani kasus tersebut.
Dalam prakteknya di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone saksi testimonium
dapat dipertimbangkan jika saksi tersebut mengetahui fakta lain dan harus dilengkapi
dengan sumpah supletoir atau sumpah pelengkap, yang mana sumpah supletoir yaitu
sumpah tambahan yang dilakukan oleh penggugat bahwa apa yang didalilkan itu
benar adanya.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya kedudukan saksi testimonium de auditu di Pengadilan Agama
tidak dapat diterima kesaksiannya, baik dalam perkara perceraian maupun
perkara perdata umum. Tetapi, di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone
dalam perkara perceraian masih dapat dipertimbangkan jika memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan oleh hakim. Penerapan dari kesaksian
testimonium de auditu yaitu keterangan saksi testominium de auditu harus
dilengkapi dengan sumpah supletoir. Dan juga ditambah dengan fakta lain
yang ia ketahui, kemudian disertai dengan keyakianan hakim.
2. Dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone alat
Saksi yang tidak melihat, mendengar, dan merasakan langsung suatu
peristiwa disebut dengan saksi testimonium de auditu. Kekuatan pembuktian
saksi testimonium pada umumnya tidak diterima atau ditolak dimuka sidang.
Namun, saksi testimonium de auditu sebenarnya masih dapat
dipertimbangkan, sesuai dengan keyakinan hakim yang menangani kasus
tersebut. Dalam prakteknya di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone
saksi testimonium dapat dipertimbangkan jika saksi tersebut mengetahui
fakta lain dan harus dilengkapi dengan sumpah supletoir atau sumpah
pelengkap, yang mana sumpah supletoir yaitu sumpah tambahan yang
dilakukan oleh penggugat bahwa apa yang didalilkan itu benar adanya.
B. Implikasi
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis ingin memberikan saransaran
sebagai berikut:
1. Perlu adanya upaya penafsiran dan pengkajian yang lebih mendalam
mengenai testimonium de auditu, agar penerapan saksi testimonium de
auditu di pengadilan tidak digunakan lagi oleh masyarakat karena kurangnya
kekuatan dari kesaksian testimonium de auditu.
2. Diperlukan adanya peningkatan komunikasi dan sosialisasi hukum kepada
masyarakat mengenai tahap-tahap dalam proses persidangan terutama
pembuktian melalui alat bukti saksi agar penyelesaian perkara sesuai dengan
asas sederhana dan cepat.
perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone”. Dalam skripsi ini membahas
pokok permasalahan yang meliputi mengenai konsepsi saksi testimonium de auditu
dalam sistem hukum acara Peradilan Agama di Indonesia dan penerapan serta
kekuatan pembuktian keterangan saksi testimonium de auditu dalam perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone. Masalah ini dianalisis dengan
pendekatan teologis normatif, yuridis normatif dan yuridis empiris serta
menggunakan metode kualitatif.
Adapun metode yang digunakan oleh penyusun skripsi ini yaitu metode
penelitian lapangan (field research). Adapun penelitian lapangan dilakukan dengan
cara wawancara di tempat penelitian, yaitu Pengadilan Agama Kelas IA
Watamopone. Sedangkan metode analisis data menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan saksi su di Pengadilan Agama
Kelas IA Watampone tidak dapat berdiri sendiri, harus ada fakta lain yang diketahui
dan dilengkapi dengan sumpah supletoir serta keyakinan hakim dalm memutuskan
perkara tersebut. Sumpah supletoir dilakukan oleh penggugat untuk membuktikan
dalil-dalil yang disampaikannya.
Kekuatan pembuktian saksi testimonium pada umumnya tidak diterima atau
ditolak dimuka sidang. Namun, saksi testimonium de auditu sebenarnya masih dapat
dipertimbangkan, sesuai dengan keyakinan hakim yang menangani kasus tersebut.
Dalam prakteknya di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone saksi testimonium
dapat dipertimbangkan jika saksi tersebut mengetahui fakta lain dan harus dilengkapi
dengan sumpah supletoir atau sumpah pelengkap, yang mana sumpah supletoir yaitu
sumpah tambahan yang dilakukan oleh penggugat bahwa apa yang didalilkan itu
benar adanya.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya kedudukan saksi testimonium de auditu di Pengadilan Agama
tidak dapat diterima kesaksiannya, baik dalam perkara perceraian maupun
perkara perdata umum. Tetapi, di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone
dalam perkara perceraian masih dapat dipertimbangkan jika memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan oleh hakim. Penerapan dari kesaksian
testimonium de auditu yaitu keterangan saksi testominium de auditu harus
dilengkapi dengan sumpah supletoir. Dan juga ditambah dengan fakta lain
yang ia ketahui, kemudian disertai dengan keyakianan hakim.
2. Dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone alat
Saksi yang tidak melihat, mendengar, dan merasakan langsung suatu
peristiwa disebut dengan saksi testimonium de auditu. Kekuatan pembuktian
saksi testimonium pada umumnya tidak diterima atau ditolak dimuka sidang.
Namun, saksi testimonium de auditu sebenarnya masih dapat
dipertimbangkan, sesuai dengan keyakinan hakim yang menangani kasus
tersebut. Dalam prakteknya di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone
saksi testimonium dapat dipertimbangkan jika saksi tersebut mengetahui
fakta lain dan harus dilengkapi dengan sumpah supletoir atau sumpah
pelengkap, yang mana sumpah supletoir yaitu sumpah tambahan yang
dilakukan oleh penggugat bahwa apa yang didalilkan itu benar adanya.
B. Implikasi
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis ingin memberikan saransaran
sebagai berikut:
1. Perlu adanya upaya penafsiran dan pengkajian yang lebih mendalam
mengenai testimonium de auditu, agar penerapan saksi testimonium de
auditu di pengadilan tidak digunakan lagi oleh masyarakat karena kurangnya
kekuatan dari kesaksian testimonium de auditu.
2. Diperlukan adanya peningkatan komunikasi dan sosialisasi hukum kepada
masyarakat mengenai tahap-tahap dalam proses persidangan terutama
pembuktian melalui alat bukti saksi agar penyelesaian perkara sesuai dengan
asas sederhana dan cepat.
Ketersediaan
| SS20180076 | 76/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
76/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
