Analisis normatif penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata (Studi putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018
Darmawati/01.15.4283 - Personal Name
Skrpsi ini membahas tentang Analisis normatif penerapan peninjauan
kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata (Studi putusan Mahkamah
Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018). Pokok permasalahan adalah bagaimana dasar
hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata
perspektif peraturan perundang-undangan dan Bagaimana pertimbangan hukum
penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata
perspektif putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan dan putusan pengaadilan, serta
menggunakan tekhnik kepustakaan dengan menelaah semua peraturan
perundang- undangan yang terkait dengan objek yang diteliti, serta menggunakan
teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang di dalamnya berisi aturan hukum
dan putusan pengadilan, serta informasi lain yang ada kaitannya dengan objek
yang diteliti.
Hasil penelitian dasar hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari
satu kali dalam perkara perdata, Mahkamah Agung berdasarkan pada Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali pada
angka 2 (dua) bahwa, jika terdapat dua putusan yang saling bertentangan terhadap
perkara yang sama, dapat dilakukan peninjauan kembali lebih dari satu kali
apabila objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang
saling bertentangan. Sedangkan, pertimbangan hukum penerapan peninjauan
kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata berdasarkan putusan
Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018, terdapat putusan yang saling
bertentangan antara putusan Perkara Nomor 360 PK/Pdt/2008, menyatakan objek
sengketa milik PT Baktiparamita Putrasama. Sedangkan, perkara Nomor 568
PK/Pdt/2016 objek sengketa adalah milik H. Abdul Rachman Saleh (alm.)/ahli
waris dan adanya kekhilafan hakim dan/atau suatu kekeliruan yang nyata dalam
putusan perkara Nomor 568 PK/Pdt/2016.
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa dasar hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam
perkara perdata, Mahkamah Agung berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009, serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun
2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali pada angka 2 (dua)
bahwa, jika terdapat dua putusan yang saling bertentangan terhadap perkara yang
sama, dapat dilakukan peninjauan kembali lebih dari satu kali apabila objek
perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang saling
bertentangan.
2. Bahwa pertimbangan hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali
dalam perkara perdata berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 36
PK/Pdt/2018, terdapat putusan yang saling bertentangan antara putusan Perkara
Nomor 360 PK/Pdt/2008, menyatakan objek sengketa milik PT Baktiparamita
Putrasama. Sedangkan, perkara Nomor 568 PK/Pdt/2016 objek sengketa adalah
milik H. Abdul Rachman Saleh (alm.)/ahli waris dan adanya kekhilafan hakim
dan/atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusan perkara Nomor 568
PK/Pdt/2016.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, adapaun yang menjadi rekomendasi peneliti
sebagai berikut :
1. Kepada Mahkamah Agung, agar kiranya kedepannya dalam mengadili perkara
konkret seharusnya melaksanakan putusan Mahkamah Konstiusi Nomor
34/PUU-XI/2013 yang secara limitatif membatasi peninjauan kembali leih dari
satu kali, selain perkara pidana. Sehingga, putusan Mahkamah Agung
dikemudian hari memiliki legitimasi konstitusional;
2. Kepada pembentuk Undang-Undang (DPR dan Presiden) agar kiranya dalam
revisi hukum acara perdata memungkinkan peninjauan kembali dalam perkara
perdata dengan menambhkan syarat terjadinya pertentangan putusan antara
perkara yang sama maupun putusan pengadilan lain yang mejadi bukti
pendukung kepada pengadilan lainnya. Misalnya putusan pengadilan tata usaha
negara yang memutuskan sertifikat tanah batal demi hukum dan tindak
mempunyai keuatan mengikat, seharusnya di jadikan rujukan oleh pengadilan
negeri dalam hal sengketa tanah yang objeknya sama dengan sertifikat yang
dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara tersebut.
kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata (Studi putusan Mahkamah
Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018). Pokok permasalahan adalah bagaimana dasar
hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata
perspektif peraturan perundang-undangan dan Bagaimana pertimbangan hukum
penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata
perspektif putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan dan putusan pengaadilan, serta
menggunakan tekhnik kepustakaan dengan menelaah semua peraturan
perundang- undangan yang terkait dengan objek yang diteliti, serta menggunakan
teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang di dalamnya berisi aturan hukum
dan putusan pengadilan, serta informasi lain yang ada kaitannya dengan objek
yang diteliti.
Hasil penelitian dasar hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari
satu kali dalam perkara perdata, Mahkamah Agung berdasarkan pada Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali pada
angka 2 (dua) bahwa, jika terdapat dua putusan yang saling bertentangan terhadap
perkara yang sama, dapat dilakukan peninjauan kembali lebih dari satu kali
apabila objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang
saling bertentangan. Sedangkan, pertimbangan hukum penerapan peninjauan
kembali lebih dari satu kali dalam perkara perdata berdasarkan putusan
Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt/2018, terdapat putusan yang saling
bertentangan antara putusan Perkara Nomor 360 PK/Pdt/2008, menyatakan objek
sengketa milik PT Baktiparamita Putrasama. Sedangkan, perkara Nomor 568
PK/Pdt/2016 objek sengketa adalah milik H. Abdul Rachman Saleh (alm.)/ahli
waris dan adanya kekhilafan hakim dan/atau suatu kekeliruan yang nyata dalam
putusan perkara Nomor 568 PK/Pdt/2016.
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa dasar hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali dalam
perkara perdata, Mahkamah Agung berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009, serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun
2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali pada angka 2 (dua)
bahwa, jika terdapat dua putusan yang saling bertentangan terhadap perkara yang
sama, dapat dilakukan peninjauan kembali lebih dari satu kali apabila objek
perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang saling
bertentangan.
2. Bahwa pertimbangan hukum penerapan peninjauan kembali lebih dari satu kali
dalam perkara perdata berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 36
PK/Pdt/2018, terdapat putusan yang saling bertentangan antara putusan Perkara
Nomor 360 PK/Pdt/2008, menyatakan objek sengketa milik PT Baktiparamita
Putrasama. Sedangkan, perkara Nomor 568 PK/Pdt/2016 objek sengketa adalah
milik H. Abdul Rachman Saleh (alm.)/ahli waris dan adanya kekhilafan hakim
dan/atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusan perkara Nomor 568
PK/Pdt/2016.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, adapaun yang menjadi rekomendasi peneliti
sebagai berikut :
1. Kepada Mahkamah Agung, agar kiranya kedepannya dalam mengadili perkara
konkret seharusnya melaksanakan putusan Mahkamah Konstiusi Nomor
34/PUU-XI/2013 yang secara limitatif membatasi peninjauan kembali leih dari
satu kali, selain perkara pidana. Sehingga, putusan Mahkamah Agung
dikemudian hari memiliki legitimasi konstitusional;
2. Kepada pembentuk Undang-Undang (DPR dan Presiden) agar kiranya dalam
revisi hukum acara perdata memungkinkan peninjauan kembali dalam perkara
perdata dengan menambhkan syarat terjadinya pertentangan putusan antara
perkara yang sama maupun putusan pengadilan lain yang mejadi bukti
pendukung kepada pengadilan lainnya. Misalnya putusan pengadilan tata usaha
negara yang memutuskan sertifikat tanah batal demi hukum dan tindak
mempunyai keuatan mengikat, seharusnya di jadikan rujukan oleh pengadilan
negeri dalam hal sengketa tanah yang objeknya sama dengan sertifikat yang
dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara tersebut.
Ketersediaan
| SSYA20200167 | 167/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
167/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
