Analisis Hukum Terhadap Pemenuhan Hak Sipil Penghayat Kepercayaan Di Indonesia (Telaah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Judicial Review Undang- Undang Administrasi Kependudukan)

No image available for this title
Skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang
berfokus pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU/XIV/2016 tentang
penghayat kepercayaan, penelitian ini bertujuan untuk membahas dua rumusan
permasalahan yaitu pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dan pandangan
islam terkait putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU/XIV/2016. Dalam
penyelesaian karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan perundang-
undangan, pendekatan analisis konsep hukum, dan pendekatan kasus dengan
menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier berupa peraturan
perundang-undangan dan karya tulis yang berkaitan atau tema yang serupa dengan
judul penelitian penulis.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
tentang yudicial review Undang-Undang Administrasi Kependudukan, para
penganut aliran kepercayaan telah dibolehkan untuk mencantumkan keyakinannya
pada kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik (KTP elektronik). Namun, putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Konsitusi terkait aliran kepercayaan menuai pro-kontra dari pihak masyarakat,
pihak kontra menyertakan alasan karena terjadinya pengurangan definisi agama
dengan disetarakannya antara agama dan kepercayaan dan tidak dilibatkannya
MUI sebagai pihak yang paling paham terkait agama.
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam
memutus perkara ini menggunakan landasan historis, sosiologis, dan yuridis. Dari
ketiga landasan tersebut, penghayat kepercayaan sebagai kaum minoritas sering
mendapatkan diskriminasi, bahkan untuk pengakuanpun sulit didapatkan.
Sehingga Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan mengenai penyetaraan
antara agama dan kepercayaan sesuai dasar negara yaitu Pancasila dan UUD NRI
tahun 1945. Berangkat dari argumen Hakim Mahkamah Konstitusi yang
mengatakan jika Penghayat Kepercayaan merupakan agama asli di Indonesia, dan
keenam agama yang diakui merupakan agama impor, termasuk islam. Penulis
memaparkan pandangan islam terkait golongan masyarakat, yaitu muslim dan non
muslim. Hal ini berkaitan dengan materi fiqh dusturiyyah yang mengaitkan antara
warga negara, pemerintah, dan lembaga negara.
A. Kesimpulan
Diskiriminasi yang terjadi terhadap penganut aliran kepercayaan
sebagai warga sipil di Indonesia, berupa pengisian kolom agama dalam
kartu identitas kependudukan menyebabkan tidak terpenuhinya hak sipil
dan pelayanan publik yang didapatkan. Sehingga, diajukanjudicial review
ke Mahkamah Konstitusi dengan bahan UU adminduk bertentangan
dengan UUD 1945. Hingga dikeluarkannya putusan yang mengabulkan
seluruh permohonan pemohon dan menuai pro kontra.Pihak kontra
menyertakan alasan karena terjadinya pengurangan definisi agama dan
tidak dilibatkannya MUI sebagai pihak yang paling paham terkait agama.
Setelah peneliti melakukan penelitian pustaka (library Reserch) dengan
judul “Kajian Sosio-Yuridis Problematika Penyetaraan Hak Sipil Bagi
Penganut Kepercayaan(Studi Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Judicial Review Undang-Undang
Administrasi Kependudukan)”, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uraian tersebut peneliti menilik landasan yang
digunakan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara ini, yaitu
landasan historis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis.
Meninjau ketiga landasan dari dikeluarkannya putusan Mahkamah
KonstitusiNo. 97/PUU-XIV/2016 mengenai Penganut Kepercayaan di bumi pertiwi. Kelompok ini terus mendapat diskriminasi bahkan kecaman langsung dari Negara. Sehingga,
beberapa kelompok aliran kepercayaan pernah diminta untuk
berpindah agama. Meski dalam perkembangannya terus mengalami
progres positif tetapi selalu saja ada bentuk diskriminasi yang
dirasakan oleh penganut aliran kepercayaan. Dalam pertimbangan
ini Hakim Mahkamah Konstitusi menekankan pada pemahaman
bahwa agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
merupakan hak konstitusional (constitutional rights) warga negara,
bukan pemberian negara.Sudah menjadi tugas Negara untuk
melindungi, mengayomi dan menjaga keutuhan masyarakat
Indonesia, termasuk penganut kepercayaan sesuai dengan dasar
Negara yaitu Pancasila dan UUD1945.
2. Berangkat dari argumen hakim Mahkamah Konstitusi yang
mengatakan jika Penghayat Kepercayaan merupakan agama asli di
Indonesia dan keenam agama yang diakui merupakan agama
impor, termasuk islam. Penulis memaparkan pandangan islam
terkait golongan masyarakat, yaitu muslim dan non muslim yang
berkaitan dengan materi fiqh dusturiyyah yang mengaitkan antara
warga negara, pemerintah, dan lembaga negara. Dalam hasil
analisis, peneliti menemukan jika para penganut kepercayaan
masuk kedalam golongan kafir dzimmi jika memandang Indonesia
sebagai Negara Islam dilihat dari segi mayoritas agama penduduk.
Kafir dzimmi menetap ditempat yang sama dengan tetap membayar
jizyah (pajak) sehingga berhak mendapatkan hak yang sama seperti
kaum muslim.
B. Saran
1. Mahkamah Konsitutsi dalam mengambil keputusan sebaiknya
menganalisis dampak dan pengaturan kedepannya dengan
melibatkan banyak pihak seperti kementerian agama atau Majelis
Ulama Indonesia.Putusan ini diperlukan sosialisasi secara meluas
sehingga tidak lagi ada diskriminasi yang terjadi terkait pelayanan
publik, karena jika dicermati latar belakang pengajuan permohonan
tersebut adalah bukan semata-mata pada diskriminatif negara
terhadap penghayat kepercayaan, melainkan pada sumber daya
manusianya atau pejabat administrasi pelayanan publik yang tidak
dapat mengilhami semangat UU Administrasi Kependudukan untuk
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan
status pribadi kelompok minoritas seperti penganut kepercayaan.
5. Indonesia memiliki beragam suku bangsa, begitupun agama dan
kepercayaan. Dengan adanya diversitas tersebut, masyarakat di
Indonesia harus menghargai perbedaan yang ada. Sesuai dengan
semangat Semboyan Negara Indonesa, “Bhinneka Tunggal Ika”
yang berbeda berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Menurut aliran
sociological yurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Dimana menurut
Rroscoe Pound kepentingan yang harus dilindungi hukum adalah
kepentingan umum (public interest) yaitu kepentingan negara, dan
kepentingan masyarakat (social interest).118
Ketersediaan
SSYA2020006767/2020Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

-

Penerbit

: .,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

NONE

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top