Perspektif Hakim dalam Perkara Penentuan Kadar Nafkah Mut’ah dan Nafkah Iddah dalam Proses Cerai Talak (Studi Kasus Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A)

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai Perspektif Hakim dalam Perkara Penentuan
Kadar Nafkah Mut’ah dan Nafkah Iddah dalam Proses Cerai Talak (Studi Kasus
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A).
Pokok permasalahan dalam penelitian ini ada dua yaitu 1) pandangan hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A dalam menentukan kadar nafkah mut’ah
dan nafkah iddah dalam proses cerai talak dan 2) faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan hakim Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A dalam menentukan
kadar nafkah mut’ah dan nafkah iddah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan hakim Pengadilan
Agama Watampone Kelas 1 A dalam menentukan kadar nafkah mut’ah dan nafkah
iddah dalam proses cerai talak dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim
dalam menentukan kadar nafkah mut’ah dan nafkah iddah. Metode penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif kualitatif (lapangan) dengan 2
pendekatan yakni 1) pendekatan normatif dan 2) pendekatan sosiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam menentukan kadar nafkah
mut’ah dan nafkah iddah yaitu apabila terjadi perceraian antara suami dan istri, maka
akibat hukumnya ialah dibebankannya kewajiban kepada mantan suami terhadap
mantan istrinya untuk memberi mut’ah untuk menggembirakan hati bekas istri.
Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya hendaklah memberikan mut’ah kepada
bekas istrinya itu berupa pakaian, barang-barang atau uang sesuai dengan keadaan
dan kedudukan suami. Adapun faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A dalam menentukan kadar nafkah mut’ah
dan nafkah iddah dalam sebuah persidangan sesuai dengan peraturan yang ditentukan
berdasarkan kepatutan dan kemampuan suami, ketentuan tersebut diatur dalam KHI
pasal 160. Namun, jika istri hadir dalam persidangan tersebut dan merasa tidak terima
dengan jumlah mut’ah dan iddah maka istri dapat menuntut balik (rekonvensi).
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Hakim dalam menentukan kadar nafkah mut’ah dan nafkah iddah didasarkan
pada kemampuan suami namun dalam menetapkan nafkah tersebut terdapat
pengecualian, apabila istri tidak menuntut terhadap suami yang menceraikannya
maka hakim memiliki hak ex officio. Hal ini berdasarkan asas keadilan yang
dalam pasal 41 huruf (c) UU Nomor 1 tahun 1974 bahwa “Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan atau
untuk menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami.
2. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan kadar
nafkah mut’ah dan nafkah iddah dalam hal ini hakim harus mendengarkan
kedua belah pihak. Seperti yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menegaskan
keberadaan dari asas audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak) ini
dengan menyebutkan bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.” Asas ini mengandung arti bahwa di dalam
hukum acara perdata yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak
atas perlakuan yang sama adil serta masing-masing diberi kesempatan untuk
memberi pendapatnya.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Bagi lembaga Pengadilan khususnya Pengadilan Agama Watampone
sebaiknya memberi pemahaman dan penyuluhan kepada masyarakat
yang mengajukan gugatan terutama cerai talak bahwa adanya
kewajiban suami memberi nafkah iddah dan mut’ah kepada bekas istri,
hendaknya dibuat suatu perundang-undangan yang mengatur batas
waktu pembayaran nafkah iddah dan mut’ah serta dibuatnya
peraturann yang mengatur sanksi hukum bagi suami yang tidak
melaksanakan amar putusan terkait nafkah iddah dan mut’ah. Karena
hukum saat ini masih belum memberikan jaminan terpenuhinya hak
istri setelah diceraikan oleh suami.
2. Bagi suami yang hendak mengajukan gugatan cerai talak, hendaknya
memikirkan terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan, sebab ada
akibat yang ditimbulkan dari bekas suami kepada bekas istri yaitu
kewajiban memberi nafkah mut’ah dan iddah agar istri yang ditalak
tidak bersedih dan tetap mendapatkan hak-haknya sebagai istri yaitu
nafkah mut’ah dan nafkah iddah.
Ketersediaan
SS20190130130/2019Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

130/2019

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Subyek

kadar nafkah

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top