Implikasi Hukum Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Terhadap Penyelenggaraan Pemilu Di Indonesia
Muh. As Sidiq/01.15. 4246. - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU
XI/2013 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap penyelenggaraan pemilu di
indonesia. Pokok permasalahan adalah bagaimaan pertimbangan hukum hakim
terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu
serentak dan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 berimplikasi
terhadap nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim
terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu
Serentak dan untuk mengetahui putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU-
XI/2013 berimplikasi terhadap nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Masalah ini dianalisis dengan
Pendekatan Yuridis Normatif dan Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
peradilan di Indonesia yang memiliki wewenang untuk melakukuan yudicial review.
Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-Undang terhadap Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat
(2) juncto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa secara hierarkis
kedudukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
lebih tinggi dari Undang-Undang, oleh karena itu setiap ketentuan Undang-Undang
tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (constitutie is de hoogste wet). Dalam hal suatu Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945,
pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun perimbangan Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam pembatalan terhadap Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1)
dan (2), Pasal 14 ayat (2), serta Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yaitu: (a) Kaitan antara system
pemilihan umum dan sistem pemerintahan presidensial, (b) Original Intent dari
xi
pembentukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (c)
efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemilihan umum dan (d) hak warga negara
untuk memilih secara cerdas. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
14/PUU-XI/2013 terhadap Pemilu Tahun 2019 antara lain: (a) perubahannya budaya
politik masyarakat, (b) tercapainya efisiensi anggaran dan waktu penyelenggaraan
dan (c) akan adanya peraturan yang baru agar pelaksanaan Pemilu Tahun 2019 dapat
berjalan dengan baik.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Adapun perimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam pembatalan terhadap
Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), serta Pasal 112
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden yaitu:
Kaitan antara system pemilihan umum dan sistem pemerintahan
presidensial.
Menurut Mahkamah penyelenggaraan Pilpres haruslah
dikaitkan dengan rancang bangun sistem pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
sistem pemerintahan presidensial. Salah satunya kesepakatan Badan
Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat saat melakukan pembahasan
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (1999-2002) adalah memperkuat sistem presidensial. Dimana
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menempatkan Presiden dalam posisi yang kuat. Presiden memegang
kekuasaan pemerintahan, sebagai kepala negara dan lambang
pemersatu bangsa. Presiden tidak hanya ditentukan oleh mayoritas
suara pemilih, akan tetapi juga syarat dukungan minimal sekurang-
kurangnya lima puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di
lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Presiden mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri negara, dan masih banyak lagi
kewenangan yang diberikan kepada Presiden
Original Intent dari pembentukan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Apabila diteliti lebih lanjut makna asli yang dikehendaki oleh
para perumus perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
Pilpres adalah dilakukan serentak dengan Pileg. Dari sudut pandang
original intent dari penyusun perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah terdapat gambaran
visioner mengenai mekanisme penyelenggaraan Pilpres, bahwa Pilpres
diselenggarakan secara bersamaan dengan Pileg.
efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemilihan umum.
Penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga
Perwakilan secara serentak memang akan lebih efisien, sehingga
pembiayaan penyelenggaraan lebih menghemat uang negara yang
berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi sumber daya alam
serta sumber daya ekonomi lainnya. Hal itu akan meningkatkan
kemampuan negara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang antara lain untuk
memajukan kesejahteraan umum dan sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat. Selain itu, Pilpres yang diselenggarakan secara serentak
dengan Pileg juga akan mengurangi pemborosan waktu dan
mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat.
2. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 terhadap
Pemilu Tahun 2019 antara lain:
Tercapainya efisiensi anggaran dan waktu penyelenggaraan.
Sekedar gambaran, pada tahun 2009, dana APBN yang
digelontorkan untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 8,5 triliun,
sementara pada tahun 2014 mencapai Rp 16 triliun, atau naik dua kali
lipat. Namun Pemilihan Umum tahun 2019 adalah pemilu pertama yang
dilakukan serentak antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan
Legislatif (Pileg) di Indonesia. Direktur Jendral Anggaran (Dirjen
Anggaran) Askolani memaparkan jumlah anggaran yang terkait dengan
pesta demokrasi ini. Dengan persiapan sejak tahun 2017 mencapai 25,59
Triliun.
Akan adanya peraturan yang baru agar pelaksanaan Pemilu Tahun 2019
dapat berjalan dengan baik.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemilu legislatif dan
pemilu presiden/ wakil presiden secara serentak adalah yang
konstitusional sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945.
Berubahnya budaya politik masyarakat Pemilu serentak (concurrent
elections)
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sistem pemilu
yang melangsungkan beberapa pemilihan pada satu waktu secara
bersamaan. Jenis-jenis pemilihan tersebut mencakup pemilihan
eksekutif dan legislatif di beragam tingkat yang terentang dari tingkat
nasional, regional hingga pemilihan di tingkat loka
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas dan untuk penyelenggaraan
pemilihn umum kedepannya, yaitu:
1. Sebaiknya, masyarakat menerima putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
14/PUU-XI/2013 Yang telah membatalkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan tetap melaksanakan
Pemilihan Umum secara Serentak dan ditaati karena telah berkekuatan hukum
tetap.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 merupakan momentum
untuk memperbaiki demokrasi dan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Sehingga
sejatinya Pemerintah, lembaga negara, organisasi masyarakat, akademisi maupun
warga negara mampu mempersiapkanya dengan baik.
XI/2013 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap penyelenggaraan pemilu di
indonesia. Pokok permasalahan adalah bagaimaan pertimbangan hukum hakim
terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu
serentak dan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 berimplikasi
terhadap nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim
terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu
Serentak dan untuk mengetahui putusan Makhamah Konstitusi Nomor 14/PUU-
XI/2013 berimplikasi terhadap nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Masalah ini dianalisis dengan
Pendekatan Yuridis Normatif dan Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
peradilan di Indonesia yang memiliki wewenang untuk melakukuan yudicial review.
Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-Undang terhadap Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat
(2) juncto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa secara hierarkis
kedudukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
lebih tinggi dari Undang-Undang, oleh karena itu setiap ketentuan Undang-Undang
tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (constitutie is de hoogste wet). Dalam hal suatu Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945,
pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun perimbangan Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam pembatalan terhadap Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1)
dan (2), Pasal 14 ayat (2), serta Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yaitu: (a) Kaitan antara system
pemilihan umum dan sistem pemerintahan presidensial, (b) Original Intent dari
xi
pembentukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (c)
efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemilihan umum dan (d) hak warga negara
untuk memilih secara cerdas. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
14/PUU-XI/2013 terhadap Pemilu Tahun 2019 antara lain: (a) perubahannya budaya
politik masyarakat, (b) tercapainya efisiensi anggaran dan waktu penyelenggaraan
dan (c) akan adanya peraturan yang baru agar pelaksanaan Pemilu Tahun 2019 dapat
berjalan dengan baik.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Adapun perimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam pembatalan terhadap
Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), serta Pasal 112
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden yaitu:
Kaitan antara system pemilihan umum dan sistem pemerintahan
presidensial.
Menurut Mahkamah penyelenggaraan Pilpres haruslah
dikaitkan dengan rancang bangun sistem pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
sistem pemerintahan presidensial. Salah satunya kesepakatan Badan
Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat saat melakukan pembahasan
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (1999-2002) adalah memperkuat sistem presidensial. Dimana
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menempatkan Presiden dalam posisi yang kuat. Presiden memegang
kekuasaan pemerintahan, sebagai kepala negara dan lambang
pemersatu bangsa. Presiden tidak hanya ditentukan oleh mayoritas
suara pemilih, akan tetapi juga syarat dukungan minimal sekurang-
kurangnya lima puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di
lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Presiden mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri negara, dan masih banyak lagi
kewenangan yang diberikan kepada Presiden
Original Intent dari pembentukan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Apabila diteliti lebih lanjut makna asli yang dikehendaki oleh
para perumus perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
Pilpres adalah dilakukan serentak dengan Pileg. Dari sudut pandang
original intent dari penyusun perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah terdapat gambaran
visioner mengenai mekanisme penyelenggaraan Pilpres, bahwa Pilpres
diselenggarakan secara bersamaan dengan Pileg.
efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemilihan umum.
Penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga
Perwakilan secara serentak memang akan lebih efisien, sehingga
pembiayaan penyelenggaraan lebih menghemat uang negara yang
berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi sumber daya alam
serta sumber daya ekonomi lainnya. Hal itu akan meningkatkan
kemampuan negara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang antara lain untuk
memajukan kesejahteraan umum dan sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat. Selain itu, Pilpres yang diselenggarakan secara serentak
dengan Pileg juga akan mengurangi pemborosan waktu dan
mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat.
2. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 terhadap
Pemilu Tahun 2019 antara lain:
Tercapainya efisiensi anggaran dan waktu penyelenggaraan.
Sekedar gambaran, pada tahun 2009, dana APBN yang
digelontorkan untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 8,5 triliun,
sementara pada tahun 2014 mencapai Rp 16 triliun, atau naik dua kali
lipat. Namun Pemilihan Umum tahun 2019 adalah pemilu pertama yang
dilakukan serentak antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan
Legislatif (Pileg) di Indonesia. Direktur Jendral Anggaran (Dirjen
Anggaran) Askolani memaparkan jumlah anggaran yang terkait dengan
pesta demokrasi ini. Dengan persiapan sejak tahun 2017 mencapai 25,59
Triliun.
Akan adanya peraturan yang baru agar pelaksanaan Pemilu Tahun 2019
dapat berjalan dengan baik.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemilu legislatif dan
pemilu presiden/ wakil presiden secara serentak adalah yang
konstitusional sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945.
Berubahnya budaya politik masyarakat Pemilu serentak (concurrent
elections)
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sistem pemilu
yang melangsungkan beberapa pemilihan pada satu waktu secara
bersamaan. Jenis-jenis pemilihan tersebut mencakup pemilihan
eksekutif dan legislatif di beragam tingkat yang terentang dari tingkat
nasional, regional hingga pemilihan di tingkat loka
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas dan untuk penyelenggaraan
pemilihn umum kedepannya, yaitu:
1. Sebaiknya, masyarakat menerima putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
14/PUU-XI/2013 Yang telah membatalkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan tetap melaksanakan
Pemilihan Umum secara Serentak dan ditaati karena telah berkekuatan hukum
tetap.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 merupakan momentum
untuk memperbaiki demokrasi dan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Sehingga
sejatinya Pemerintah, lembaga negara, organisasi masyarakat, akademisi maupun
warga negara mampu mempersiapkanya dengan baik.
Ketersediaan
| SS20190104 | 104/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
104/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
