Tinjauan Yuridis Terhadap Kebebasan Berpendapat Di Media Sosial (Studi Komparatif Antara Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945 pasal 28 Dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektonik
Novita Sari Azmi/01.16.4075 - Personal Name
Tinjauan yuridis terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia Undang-Udang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal
27 ayat (3), jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28
mengenai kebebasan berpendapat, baik secara lisan maupun tulisan di media sosial,
dan juga mengawasi hierarki perundang-undangan dan penjaminan hak asasi manusia
di Indonesia dalam hal kebebaan berpendapat, dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang banyak menjerat
masyarakat ketika mengeluarkan pendapat khususnya di media sosial.
Mampu memahami dan mengetahui tujuan yang tersirat dalam penlitian
pustaka ini dengan melihat informasi yang tertuai dalam penelitian ini, terdapat
perbandingan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan Undang-Undang Dasar Negara 1945 Pasal 28 mengenai
kebebasan berpendapat, dan juga analisis dalam penjaminan hak asasi manusia di
Indonesia, mengenai Undang-Undang yang banyak menjerat masyarakat ketika
mengeluarkan pendapat.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak kebebasan berpendapat. yaitu
penelitian yang dititik beratkan pada penelitian kepustakaan. Berkaitan dengan
penelitian yuridis normatif maka objeknya berupa asas-asas hukum, kaedah-kaedah
hukum, sistematik hukum, teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan masalah kekerasan dalam rumah tangga.
A. Kesimpulan
1. Pengaturan delik pencemaran dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE pada
dasarnya tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak
individu warga Negara (pemohon), sebab memaknai HAM sendiri tidak
dapat dilepaskan dari hak orang lain tentang hak sama, dan kewajiban
tiap-tiap warga negara untuk menghormati hak orang lain, sehingga timbul
keseimbangan dalam memaknai dan melaksanakan HAM. Hak atas
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam Pasal 28E ayat (3)
Undang-undang Dasar 1945 didasarkan pada dua hal. Pertama, di samping
hak asasi manusia sebagai hak dasar, ada juga kewajiban dasar manusia
dalam rangka hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
2. Salah satu poin demokrasi yang sangat mempengaruhi aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara yaitu, Hak Asasi Manusia. Seperti yang kita
ketahui, setiap manusia mempunyai suatu hak asasi yang tidak dapat
dipisahkan dari orang tersebut, misalnya saja hak dalam mengeluarkan
pendapat yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
pasal 28, 28E ayat (3), 28F, Setelah ditinjau dari hierarki perundang-
undangan, tepatnya Undang-Undang Nomor 12 tentang tata urutan
perundang-undangan dimana Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang berada diurutan pertama, dan posisi UndangUndang
sendiri pada urutan ketiga, dimana kekuasaan tertinggi aturan Perundang-
undangan berada di posisi pertama. Eksistensi Pasal 27 ayat (3) UU ITE,
83
3. kehadiran Pasal tersebut tidak dimaksudkan sebagai perangkat represif
untuk membelenggu kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan
pikiran dan pendapat, melainkan untuk menjaga agar kebebasan a quo
tidak masuk ke dalam lingkaran supra kekuasaan. Dengan kata lain,
kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat
bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya.
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal
27 ayat (3), jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28
mengenai kebebasan berpendapat, baik secara lisan maupun tulisan di media sosial,
dan juga mengawasi hierarki perundang-undangan dan penjaminan hak asasi manusia
di Indonesia dalam hal kebebaan berpendapat, dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang banyak menjerat
masyarakat ketika mengeluarkan pendapat khususnya di media sosial.
Mampu memahami dan mengetahui tujuan yang tersirat dalam penlitian
pustaka ini dengan melihat informasi yang tertuai dalam penelitian ini, terdapat
perbandingan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan Undang-Undang Dasar Negara 1945 Pasal 28 mengenai
kebebasan berpendapat, dan juga analisis dalam penjaminan hak asasi manusia di
Indonesia, mengenai Undang-Undang yang banyak menjerat masyarakat ketika
mengeluarkan pendapat.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak kebebasan berpendapat. yaitu
penelitian yang dititik beratkan pada penelitian kepustakaan. Berkaitan dengan
penelitian yuridis normatif maka objeknya berupa asas-asas hukum, kaedah-kaedah
hukum, sistematik hukum, teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan masalah kekerasan dalam rumah tangga.
A. Kesimpulan
1. Pengaturan delik pencemaran dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE pada
dasarnya tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak
individu warga Negara (pemohon), sebab memaknai HAM sendiri tidak
dapat dilepaskan dari hak orang lain tentang hak sama, dan kewajiban
tiap-tiap warga negara untuk menghormati hak orang lain, sehingga timbul
keseimbangan dalam memaknai dan melaksanakan HAM. Hak atas
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam Pasal 28E ayat (3)
Undang-undang Dasar 1945 didasarkan pada dua hal. Pertama, di samping
hak asasi manusia sebagai hak dasar, ada juga kewajiban dasar manusia
dalam rangka hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
2. Salah satu poin demokrasi yang sangat mempengaruhi aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara yaitu, Hak Asasi Manusia. Seperti yang kita
ketahui, setiap manusia mempunyai suatu hak asasi yang tidak dapat
dipisahkan dari orang tersebut, misalnya saja hak dalam mengeluarkan
pendapat yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
pasal 28, 28E ayat (3), 28F, Setelah ditinjau dari hierarki perundang-
undangan, tepatnya Undang-Undang Nomor 12 tentang tata urutan
perundang-undangan dimana Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang berada diurutan pertama, dan posisi UndangUndang
sendiri pada urutan ketiga, dimana kekuasaan tertinggi aturan Perundang-
undangan berada di posisi pertama. Eksistensi Pasal 27 ayat (3) UU ITE,
83
3. kehadiran Pasal tersebut tidak dimaksudkan sebagai perangkat represif
untuk membelenggu kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan
pikiran dan pendapat, melainkan untuk menjaga agar kebebasan a quo
tidak masuk ke dalam lingkaran supra kekuasaan. Dengan kata lain,
kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat
bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya.
Ketersediaan
| SSYA20200125 | 125/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
126/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
