Analisis Legalisasi Perkawinan di Bawah Tangan Melalui Isbat Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A)
Andi Jamilah/01.16.1151 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Analisis Legalisasi Perkawinan di Bawah
Tangan Melalui Isbat Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A). Pokok permasalahannya adalah Bagaimana prosedur isbat nikah sehingga perkawinan di bawah tangan mendapat legalitas dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A, Dasar apa yang digunakan Hakim Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A untuk melakukan isbat nikah dalam
melegalkan perkawinan di bawah tangan, dan Bagaimana analisis Kompilasi Hukum
Islam terhadap pertimbangan dan penetapan hakim dalam melegalkan perkawinan di
bawah tangan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
metode dengan tiga pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif, pendekatan
teologis normatif dan pendekatan sosiologis. Data dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi dan wawancara langsung kepada Hakim Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar yang digunakan Hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam melegalkan perkawinan di bawah
tangan, untuk mengetahui prosedur isbat nikah sehingga perkawinan di bawah tangan
mendapat legalitas dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dan untuk
mengetahui analisis Kompilasi Hukum Islam terhadap pertimbangan dan penetapan
hakim dalam melegalkan perkawinan di bawah tangan. Adapun kegunaan penelitian
ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalam pengajuan permohonan isbat
nikah ada beberapa yang harus dipenuhi yakni; 1) fotocopy KTP (bermeterai 6000,
cap pos),2) permohonan isbat nikah tidak terkait dengan perkawinan poligami, 3)
membayar panjar biaya perkara melalui BRI Kencab Watampone-Bone, 4) bagi yang
menggunakan Kuasa Hukum, harus menyertakan surat Kuasa Khusus, 5) surat
permohonan isbat nikah dibuat 6 lembar.Dasar yang digunakan Hakim Pengadilan
Agama WatamponeKelas 1A untuk melakukan isbat nikah dalam melegalkan
perkawinan di bawah tangan yakni berdasar pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 7 ayat (2) dan (3), Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 dan kitab-kitab fiqih. Untuk
mendapat pengakuan sah dalam perkawinan di bawah tangan dibutuh penetapannya
oleh Pengadilan yang diatur dalam KHI Pasal 7. Dalam ketentuan pasal7 KHI tentang
isbat nikah perlu adanya pembatasan dalam penerapannya agar tidak menimbulkan
permasalahan baru dalam masyarakat.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh legalitas suatu perkawinan yang tidak di catat dalam
hal ini perkawinan di bawah tangan, Pemohon terlebih dahulu harus
mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama. Dalam pengajuan
tersebut dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau salah satu dari suami
istri, anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan
perkawinan tersebut dalam wilayah hukum Pemohon bertempat tinggal,
dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan
kepentingan yang jelas serta konkrit.
Adapun syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk pengesahan nikah
atau isbat nikah adalah sebagai berikut:
a. Foto copy KTP Pemohon I dan Pemohon II yang masih berlaku, dan
diberi materai 6000 yang dilegalisir di Kantor Pos.
b. Permohonan Isbat nikah tidak terkait dengan perkawinan poligami.
c. Membayar Panjar Biaya Perkara melalui BRI KancabWatampone- Bone
yang jumlahnya sesuai dengan taksiran Meja 1 yang tersebut dalam
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
d. Bagi yang menggunakan Kuasa Hukum, harus menyertakan Surat Kuasa
Khusus.
e. Surat Permohonan Isbat Nikah dibuat 6 lembar.
2. Dasar yang digunakan hakim Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A
yaitu tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019ntentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. 3. Berdasarkan analisis penetapan dan putusan Pengadilan Agama Watampone mengenai perkara isbat nikah dapat dipahami bahwa pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam memberikan kesempatan kepada
mereka yang perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat mengajukan permohonan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama Watampone meskipun perkawinan tersebut dilaksanakan sebelum atau setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan selama Perkawinan tersebut dapat dibuktikan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
B. Implikasi
Nikah di bawah tangan sekarang ini bukan hal yang asing lagi bagi
masyarakat terlebih lagi hal ini dilatar belakangi dari ketentuan bahwa
pencatatan perkawinan bukanlah merupakan syarat untuk sahnya perkawinan,
karena perkawinan sudah dianggap sah apabila sudah dilakukan menurut
agama dan kepercayaan itu, sehingga mengakibatkan banyaknya perkawinan
yang tidak dicatatkan sesuai peraturan yang berlaku.
Meskipun negara memberikan solusi dengan pengajuan isbat nikah di
Pengadilan Agama bukan berarti nikah di bawah tangan dibiarkan untuk
hidup dan berkembang. Dalam mengisbatkan perkawinan pun hakim juga
perlu mempertimbangkan hal-hal yang mendasari alasan diajukannya isbat
nikah jangan sampai hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah diatur di
dalam Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam.
Bagi lembaga Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama (KUA)
khususnya, sebaiknya memprogramkan untuk memberikan pemahaman dan
penyuluhan kepada masyarakat secara teratur mengenai pentingnya pencatatan perkawinan .
Bagi pasangan yang hendak melakukan perkawinan hendaknya
mencatatkan perkawinannya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam
masyarakat dan melindungi hak masing-masing pihak yang terkait dan
mengantarkan pada tujuan hukum Islam yaitu menjaga keturunan.
Tangan Melalui Isbat Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A). Pokok permasalahannya adalah Bagaimana prosedur isbat nikah sehingga perkawinan di bawah tangan mendapat legalitas dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A, Dasar apa yang digunakan Hakim Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A untuk melakukan isbat nikah dalam
melegalkan perkawinan di bawah tangan, dan Bagaimana analisis Kompilasi Hukum
Islam terhadap pertimbangan dan penetapan hakim dalam melegalkan perkawinan di
bawah tangan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
metode dengan tiga pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif, pendekatan
teologis normatif dan pendekatan sosiologis. Data dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi dan wawancara langsung kepada Hakim Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar yang digunakan Hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam melegalkan perkawinan di bawah
tangan, untuk mengetahui prosedur isbat nikah sehingga perkawinan di bawah tangan
mendapat legalitas dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dan untuk
mengetahui analisis Kompilasi Hukum Islam terhadap pertimbangan dan penetapan
hakim dalam melegalkan perkawinan di bawah tangan. Adapun kegunaan penelitian
ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalam pengajuan permohonan isbat
nikah ada beberapa yang harus dipenuhi yakni; 1) fotocopy KTP (bermeterai 6000,
cap pos),2) permohonan isbat nikah tidak terkait dengan perkawinan poligami, 3)
membayar panjar biaya perkara melalui BRI Kencab Watampone-Bone, 4) bagi yang
menggunakan Kuasa Hukum, harus menyertakan surat Kuasa Khusus, 5) surat
permohonan isbat nikah dibuat 6 lembar.Dasar yang digunakan Hakim Pengadilan
Agama WatamponeKelas 1A untuk melakukan isbat nikah dalam melegalkan
perkawinan di bawah tangan yakni berdasar pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 7 ayat (2) dan (3), Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 dan kitab-kitab fiqih. Untuk
mendapat pengakuan sah dalam perkawinan di bawah tangan dibutuh penetapannya
oleh Pengadilan yang diatur dalam KHI Pasal 7. Dalam ketentuan pasal7 KHI tentang
isbat nikah perlu adanya pembatasan dalam penerapannya agar tidak menimbulkan
permasalahan baru dalam masyarakat.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh legalitas suatu perkawinan yang tidak di catat dalam
hal ini perkawinan di bawah tangan, Pemohon terlebih dahulu harus
mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama. Dalam pengajuan
tersebut dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau salah satu dari suami
istri, anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan
perkawinan tersebut dalam wilayah hukum Pemohon bertempat tinggal,
dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan
kepentingan yang jelas serta konkrit.
Adapun syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk pengesahan nikah
atau isbat nikah adalah sebagai berikut:
a. Foto copy KTP Pemohon I dan Pemohon II yang masih berlaku, dan
diberi materai 6000 yang dilegalisir di Kantor Pos.
b. Permohonan Isbat nikah tidak terkait dengan perkawinan poligami.
c. Membayar Panjar Biaya Perkara melalui BRI KancabWatampone- Bone
yang jumlahnya sesuai dengan taksiran Meja 1 yang tersebut dalam
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
d. Bagi yang menggunakan Kuasa Hukum, harus menyertakan Surat Kuasa
Khusus.
e. Surat Permohonan Isbat Nikah dibuat 6 lembar.
2. Dasar yang digunakan hakim Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A
yaitu tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019ntentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. 3. Berdasarkan analisis penetapan dan putusan Pengadilan Agama Watampone mengenai perkara isbat nikah dapat dipahami bahwa pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam memberikan kesempatan kepada
mereka yang perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat mengajukan permohonan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama Watampone meskipun perkawinan tersebut dilaksanakan sebelum atau setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan selama Perkawinan tersebut dapat dibuktikan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
B. Implikasi
Nikah di bawah tangan sekarang ini bukan hal yang asing lagi bagi
masyarakat terlebih lagi hal ini dilatar belakangi dari ketentuan bahwa
pencatatan perkawinan bukanlah merupakan syarat untuk sahnya perkawinan,
karena perkawinan sudah dianggap sah apabila sudah dilakukan menurut
agama dan kepercayaan itu, sehingga mengakibatkan banyaknya perkawinan
yang tidak dicatatkan sesuai peraturan yang berlaku.
Meskipun negara memberikan solusi dengan pengajuan isbat nikah di
Pengadilan Agama bukan berarti nikah di bawah tangan dibiarkan untuk
hidup dan berkembang. Dalam mengisbatkan perkawinan pun hakim juga
perlu mempertimbangkan hal-hal yang mendasari alasan diajukannya isbat
nikah jangan sampai hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah diatur di
dalam Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam.
Bagi lembaga Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama (KUA)
khususnya, sebaiknya memprogramkan untuk memberikan pemahaman dan
penyuluhan kepada masyarakat secara teratur mengenai pentingnya pencatatan perkawinan .
Bagi pasangan yang hendak melakukan perkawinan hendaknya
mencatatkan perkawinannya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam
masyarakat dan melindungi hak masing-masing pihak yang terkait dan
mengantarkan pada tujuan hukum Islam yaitu menjaga keturunan.
Ketersediaan
| SSYA20200097 | 97/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
97/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syaiah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
