Tinjauan Hukum Islam Tentang Implementasi Pembayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) (Studi Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone)
Minar/01.16.11.01 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Tinjauan Hukum Islam Tentang
Implementasi Pembayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) (Studi
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Penbayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) di Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone dan bagaimana Pandangan Hukum Islam Mengenai Implementasi
Pembayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) di Pengadilan Agama Kelas
1A Watampone.
Penelitian ini merupakan peneltian lapangan (filed risearch) dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif teologis dan
yuridis empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
secara langsung kepada Hakim, yakni Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa khulu’ di Pengadilan Agama
Watampone ada 3 (tiga) macam: pertama, khulu’ murni yaitu putusnya hubungan
perkawinan atas gugatan istri, dimana istri menbayar uang iwadh (tebusan) atau
mengembalikan apa yang pernah diterima sebagai mahar yang kemudian
dikembalikan kepada suami agar sang suami mau menceraikannya.Yang ke dua;
khulu’ biasa yaitu percerain atas gugatan istri terhadap suami dengan membayar
iwadh (tebusan) dimana jumlah iwadh nya disepakati oleh pihak suami dan istri.
Selanjutnya yang ketiga; Khulu’ taklik talak yaitu perceraian yang terjadi atas
gugatan istri kepada suami dengan alasan pelanggaran taklik talak oleh suami,
kemudian atas gugatan tersebut istri membayar iwadh (tebusan) sebesar Rp.10.000
(Sepuluh Ribu Rupia) sebagaimana yang telah di atur dalam KMA No. 411. Tahun
2000. Dan sebagamaina pula dijelaskan dalam buku nikah bahwa apabilah saya
melanggar salah satu dari janji saya, sedangkan istri saya tidak ridha dan mengadukan
halnya kepada Pengailan Agama dan pengaduanya dibenarkan serta diterima oleh
Pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000. (sepuluh ribu
rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak satu kepadanya.
Kepada Pengadilan atau petugas tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh
(tebusan) itu dan memberikanya untuk kepentingan ibadah sosial.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang di teliti dalam tulisan
ini, maka dirumusakn simpulan sebagai berikut:
1. adapun implementasi pembayaran uang iwadh (tebusan) di Pengadilan
Agama Watampone. Uang iwadh (tebusan) atas perceraian dengan jalan
khulu’ murni, yaitu dikembalikan kepada suami, dimana penyerahannya
dilakukan pada saat proses persidangan sebelum pembacaan sighat taklik
talak. Begitupun dengan uang iwadh (tebusan) atas percerai dengan jalan
khulu’ biasa dimana jumlah iwadh nya ditentukan oleh suami atas
kesannggupan istri, diserahkan kepada pihak suami. Selanjutnya, uang
iwadh (tebusan) atas perceraian dengan jalan khulu’ karena pelanggaran
taklik talak yaitu perceraian yang terjadi atas gugatan istri kepada suami
dengan alasan pelanggaran taklik talak oleh suami, diserahkan kepada
petugas Pengadilan Agama untuk digunakan untuk kepentingan ibadah.
2. Berdasarkan tinjauan Hukum Islam Implementasi pembayaran uang iwadh
di Pengadilan Agama Watampone sudah sesuai dengan Hukum Islam dan
ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia dimana undang-
undang tersebut sejalan dengan Hukum Islam. Tidak ada kesalahan dalam
implementasinya dalam penerimaan uang iwadh tersebut, karena uang
iwadh (tebusan) khulu’ murni dan khulu’ biasa diserakan kepada pihak
suami hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah Saw. tentang Istri Sabin Bin
Qaist. Begitupun dengan uang iwadh (tebusan) khulu’ karena pelanggaran
taklik, diserakan kepada pihak Pengadilan tersebut digunakan untuk
kepentingan ibadah sosial.
B. implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melalui penyusunan skripsi ini,
menyarankan atau mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Bagi Pengadilan Agama Watampone
Dalam pelaksanaan pembayaran uang iwadh nya sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dan kiranya lebih terbuka dalam memberikan
informasi mengenai iwadh.
2. Bagi suami istri
Bagi suami istri yang hendak bercerai dengan jalan khulu’ dipertimbangkan
kembali. Dan sebaiknya pihak istri tidak memilih perceraian dengan jalan
khulu’ tetapi dengan jalan cerai gugat biasa saja karena perceraian gugat biasa
tidak memberatkan pihak istri dengan membayar iwadh (tebusan) serta masih
berhak mendapatkan nafkah iddah. Sedangkan bagi pihak suami sekiranya
tidak memberatkan pihak istri dalam menentukan besarnya iwadh (tebusan)
apabilah bercerai dengan jalan khulu’.
Implementasi Pembayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) (Studi
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Penbayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) di Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone dan bagaimana Pandangan Hukum Islam Mengenai Implementasi
Pembayaran Uang Iwadh Dalam Cerai Gugat (Khulu’) di Pengadilan Agama Kelas
1A Watampone.
Penelitian ini merupakan peneltian lapangan (filed risearch) dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif teologis dan
yuridis empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
secara langsung kepada Hakim, yakni Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa khulu’ di Pengadilan Agama
Watampone ada 3 (tiga) macam: pertama, khulu’ murni yaitu putusnya hubungan
perkawinan atas gugatan istri, dimana istri menbayar uang iwadh (tebusan) atau
mengembalikan apa yang pernah diterima sebagai mahar yang kemudian
dikembalikan kepada suami agar sang suami mau menceraikannya.Yang ke dua;
khulu’ biasa yaitu percerain atas gugatan istri terhadap suami dengan membayar
iwadh (tebusan) dimana jumlah iwadh nya disepakati oleh pihak suami dan istri.
Selanjutnya yang ketiga; Khulu’ taklik talak yaitu perceraian yang terjadi atas
gugatan istri kepada suami dengan alasan pelanggaran taklik talak oleh suami,
kemudian atas gugatan tersebut istri membayar iwadh (tebusan) sebesar Rp.10.000
(Sepuluh Ribu Rupia) sebagaimana yang telah di atur dalam KMA No. 411. Tahun
2000. Dan sebagamaina pula dijelaskan dalam buku nikah bahwa apabilah saya
melanggar salah satu dari janji saya, sedangkan istri saya tidak ridha dan mengadukan
halnya kepada Pengailan Agama dan pengaduanya dibenarkan serta diterima oleh
Pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000. (sepuluh ribu
rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak satu kepadanya.
Kepada Pengadilan atau petugas tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh
(tebusan) itu dan memberikanya untuk kepentingan ibadah sosial.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang di teliti dalam tulisan
ini, maka dirumusakn simpulan sebagai berikut:
1. adapun implementasi pembayaran uang iwadh (tebusan) di Pengadilan
Agama Watampone. Uang iwadh (tebusan) atas perceraian dengan jalan
khulu’ murni, yaitu dikembalikan kepada suami, dimana penyerahannya
dilakukan pada saat proses persidangan sebelum pembacaan sighat taklik
talak. Begitupun dengan uang iwadh (tebusan) atas percerai dengan jalan
khulu’ biasa dimana jumlah iwadh nya ditentukan oleh suami atas
kesannggupan istri, diserahkan kepada pihak suami. Selanjutnya, uang
iwadh (tebusan) atas perceraian dengan jalan khulu’ karena pelanggaran
taklik talak yaitu perceraian yang terjadi atas gugatan istri kepada suami
dengan alasan pelanggaran taklik talak oleh suami, diserahkan kepada
petugas Pengadilan Agama untuk digunakan untuk kepentingan ibadah.
2. Berdasarkan tinjauan Hukum Islam Implementasi pembayaran uang iwadh
di Pengadilan Agama Watampone sudah sesuai dengan Hukum Islam dan
ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia dimana undang-
undang tersebut sejalan dengan Hukum Islam. Tidak ada kesalahan dalam
implementasinya dalam penerimaan uang iwadh tersebut, karena uang
iwadh (tebusan) khulu’ murni dan khulu’ biasa diserakan kepada pihak
suami hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah Saw. tentang Istri Sabin Bin
Qaist. Begitupun dengan uang iwadh (tebusan) khulu’ karena pelanggaran
taklik, diserakan kepada pihak Pengadilan tersebut digunakan untuk
kepentingan ibadah sosial.
B. implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melalui penyusunan skripsi ini,
menyarankan atau mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Bagi Pengadilan Agama Watampone
Dalam pelaksanaan pembayaran uang iwadh nya sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dan kiranya lebih terbuka dalam memberikan
informasi mengenai iwadh.
2. Bagi suami istri
Bagi suami istri yang hendak bercerai dengan jalan khulu’ dipertimbangkan
kembali. Dan sebaiknya pihak istri tidak memilih perceraian dengan jalan
khulu’ tetapi dengan jalan cerai gugat biasa saja karena perceraian gugat biasa
tidak memberatkan pihak istri dengan membayar iwadh (tebusan) serta masih
berhak mendapatkan nafkah iddah. Sedangkan bagi pihak suami sekiranya
tidak memberatkan pihak istri dalam menentukan besarnya iwadh (tebusan)
apabilah bercerai dengan jalan khulu’.
Ketersediaan
| SSYA20200007 | 07/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
07/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
