Pemanfaatan Produk BPJS Ketenagakerjaan dalam Perspektif Asuransi Syariah (Studi pada BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone
Ika Gusnita/01.15.5091 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai pemanfaatan produk BPJS Ketenagakerjaan,
khususnya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) ditinjau
dari perspektif asuransi syariah di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone. Fokus
penelitian ini adalah konsep pemanfaatan pada penyelenggaraan produk Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) di BPJS Ketenagakerjaan,
baik praktik maupun ketentuan yang berlaku. Kemudian, asas tolong menolong yang
diemban BPJS Ketenagakerjaan dengan prinsip asuransi sosial sepintas sejalan
dengan asuransi syariah dengan akad tabarru’ yang digunakan dalam asuransi
syariah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian fenomenologi dan pendekatan
kualitatif dengan sumber data primer berupa wawancara dan dibahas dengan teknik
analisis data.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan dan
pemanfaatan produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)
di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian. Peserta akibat kecelakaan kerja dan/atau ahli waris peserta
yang meninggal dunia menerima hak perolehan manfaat atas program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) ataupun Jaminan Kematian (JKM) sepenuhnya sesuai
dengan risiko sosial yang terjadi. Selain itu, kesepakatan yang digunakan BPJS
Ketenagakerjaan pada produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan
Kematian (JKM) memiliki kesesuaian dengan konsep ta’awun dan tabarru’. Tapi
disisi lain, dalam pengembangan dana iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bersinggungan dengan unsur riba pada
penempatan dana investasi. Namun melihat adanya ketentuan wajib bagi pekerja di
Indonesia, baik formal maupun informal, begitu pula dengan pekerja asing yang
bekerja selama 6 (enam) bulan di Indonesia untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan adalah boleh dengan pertimbangan darurat atau terpaksa. Unsur
inilah yang menjadikan BPJS Ketenagakerjaan sebagai syubhat.
A. Simpulan
Dari pemaparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian
(JKM) bagi peserta di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Dengan menggunakan asas
gotong-royong dan tolong-menolong pada pemanfaatan program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) memiliki kesamaan
dengan asuransi syariah. Hal tersebut terlihat dengan adanya manfaat lain dari
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang menggagas program kembali
bekerja bagi pekerja disabilitas akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja untuk mendapatkan keahlian baru. Bahkan peserta yang dinyatakan
meninggal dunia/cacat total tetap, maka ahli waris yang telah diatur dalam PP
No. 44 Tahun 2015 berhak atas santunan.
2. Penyaluran manfaat program jaminan kepada peserta yang mengalami risiko
sosial akibat kerja, secara tidak langsung telah mengikuti prinsip-prinsip yang
ada pada asuransi syariah, yaitu saling bertanggung jawab, saling melindungi,
dan tolong-menolong. BPJS Ketenagakerjaan merupakan bentuk kewajiban
Pemerintah kepada rakyatnya dengan memberikan perlindungan bagi pekerja
dan kehidupannya melalui iuran yang dibayarkan. Iuran yang dibayarkan
hanya diperuntukkan sebesar-besarnya untuk peserta yang mengalami risiko
sosial sehingga menjadikan dana iuran sebagai dana amanah. Dari hal tesebut,
membuktikan bahwa kesepakatan yang terjadi dalam BPJS Ketenagakerjaan
adalah akad tabarru’. Melalui prinsip nirlaba yang diperkuat oleh BPJS
Ketenagakerjaan, menjadikan bahwa yang terjadi pada BPJS Ketengakerjaan
diantara sesama peserta adalah sistem risk sharing. Hanya saja ada
ketimpangan perihal pengembangan dana iuran program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) yang bersinggungan dengan unsur
riba pada penempatan dana investasi. Namun melihat pula adanya ketentuan
wajib untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah boleh dengan
pertimbangan darurat dan terpaksa.
B. Saran
Adapun saran yang ingin diberikan penulis kepada beberapa pihak, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemerintah perlu meninjau kembali perihal penempatan investasi dana iuran
jaminan sosial peserta agar sesuai dengan prinsip syariah.
2. BPJS Ketenagakerjaan perlu memperhatikan mutu pelayanan dalam hal
penyampaian informasi kepada peserta terkait dengan alur program jaminan
dengan mengaitkan dengan prinsip-prinsip BPJS agar peserta tidak mengalami
kesalahpahaman dengan penyelenggaraan program jaminan yang diikuti.
3. Wacana terkait opsi BPJS Ketenagakerjaan Syariah dapat diusahakan dengan
maraknya masyarakat yang cerdas dan selektif dalam menilik produk-produk dan
menerima kebijakan Pemerintah.
khususnya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) ditinjau
dari perspektif asuransi syariah di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone. Fokus
penelitian ini adalah konsep pemanfaatan pada penyelenggaraan produk Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) di BPJS Ketenagakerjaan,
baik praktik maupun ketentuan yang berlaku. Kemudian, asas tolong menolong yang
diemban BPJS Ketenagakerjaan dengan prinsip asuransi sosial sepintas sejalan
dengan asuransi syariah dengan akad tabarru’ yang digunakan dalam asuransi
syariah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian fenomenologi dan pendekatan
kualitatif dengan sumber data primer berupa wawancara dan dibahas dengan teknik
analisis data.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan dan
pemanfaatan produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)
di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian. Peserta akibat kecelakaan kerja dan/atau ahli waris peserta
yang meninggal dunia menerima hak perolehan manfaat atas program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) ataupun Jaminan Kematian (JKM) sepenuhnya sesuai
dengan risiko sosial yang terjadi. Selain itu, kesepakatan yang digunakan BPJS
Ketenagakerjaan pada produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan
Kematian (JKM) memiliki kesesuaian dengan konsep ta’awun dan tabarru’. Tapi
disisi lain, dalam pengembangan dana iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bersinggungan dengan unsur riba pada
penempatan dana investasi. Namun melihat adanya ketentuan wajib bagi pekerja di
Indonesia, baik formal maupun informal, begitu pula dengan pekerja asing yang
bekerja selama 6 (enam) bulan di Indonesia untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan adalah boleh dengan pertimbangan darurat atau terpaksa. Unsur
inilah yang menjadikan BPJS Ketenagakerjaan sebagai syubhat.
A. Simpulan
Dari pemaparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan produk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian
(JKM) bagi peserta di BPJS Ketenagakerjaan KCP Bone telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Dengan menggunakan asas
gotong-royong dan tolong-menolong pada pemanfaatan program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) memiliki kesamaan
dengan asuransi syariah. Hal tersebut terlihat dengan adanya manfaat lain dari
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang menggagas program kembali
bekerja bagi pekerja disabilitas akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja untuk mendapatkan keahlian baru. Bahkan peserta yang dinyatakan
meninggal dunia/cacat total tetap, maka ahli waris yang telah diatur dalam PP
No. 44 Tahun 2015 berhak atas santunan.
2. Penyaluran manfaat program jaminan kepada peserta yang mengalami risiko
sosial akibat kerja, secara tidak langsung telah mengikuti prinsip-prinsip yang
ada pada asuransi syariah, yaitu saling bertanggung jawab, saling melindungi,
dan tolong-menolong. BPJS Ketenagakerjaan merupakan bentuk kewajiban
Pemerintah kepada rakyatnya dengan memberikan perlindungan bagi pekerja
dan kehidupannya melalui iuran yang dibayarkan. Iuran yang dibayarkan
hanya diperuntukkan sebesar-besarnya untuk peserta yang mengalami risiko
sosial sehingga menjadikan dana iuran sebagai dana amanah. Dari hal tesebut,
membuktikan bahwa kesepakatan yang terjadi dalam BPJS Ketenagakerjaan
adalah akad tabarru’. Melalui prinsip nirlaba yang diperkuat oleh BPJS
Ketenagakerjaan, menjadikan bahwa yang terjadi pada BPJS Ketengakerjaan
diantara sesama peserta adalah sistem risk sharing. Hanya saja ada
ketimpangan perihal pengembangan dana iuran program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) yang bersinggungan dengan unsur
riba pada penempatan dana investasi. Namun melihat pula adanya ketentuan
wajib untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah boleh dengan
pertimbangan darurat dan terpaksa.
B. Saran
Adapun saran yang ingin diberikan penulis kepada beberapa pihak, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemerintah perlu meninjau kembali perihal penempatan investasi dana iuran
jaminan sosial peserta agar sesuai dengan prinsip syariah.
2. BPJS Ketenagakerjaan perlu memperhatikan mutu pelayanan dalam hal
penyampaian informasi kepada peserta terkait dengan alur program jaminan
dengan mengaitkan dengan prinsip-prinsip BPJS agar peserta tidak mengalami
kesalahpahaman dengan penyelenggaraan program jaminan yang diikuti.
3. Wacana terkait opsi BPJS Ketenagakerjaan Syariah dapat diusahakan dengan
maraknya masyarakat yang cerdas dan selektif dalam menilik produk-produk dan
menerima kebijakan Pemerintah.
Ketersediaan
| SFEBI20190202 | 202/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
202/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FEBI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
