Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dari Sudut Kesetaraan Gender
Fatma Nur/01.10.1032 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dari Sudut Kesetaraan Gender. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kesetaraan gender menurut KHI. Dan untuk mengetahui telaah keritis tentang KHI dari Sudut Kesetaraan Gender..
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam memecahkan masalah di atas adalah field research (Penelitian Lapangan) yakni observasi dan wawancara. Data yang diperoleh dari penelitian dilapangan itu dianalisis dengan teknik deskriptik-kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KHI dalam merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan sangat memperlihatkan konsep keluarga patriarki. Perempuan lebih banyak ditempatkan pada sector domestik, sedangkan laki-laki di sektor publik. Ekses social dari domestifikasi perempuan tersebut menyebabkan perempuan tergeser dari penguasaan sumber daya ekonomi sosial dan politik. Secara ekonomis ia tergantung pada suaminya, sedang peran suami sebagai pencari nafkah lebih memungkinkannya untuk memiliki akses sumber daya sosial, politik dan ekonomi. Karenanya, dengan memperhatikan ekses sosial dan argumentasi-argumentasi di atas, sebagai upaya menegakkan keadilan dan persamaan hak sebagaimana yang diajarkan oleh Islam, maka relasi gender dalam KHI yang merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan berbeda dengan laki-laki, perlu direkonstruksi. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur di mana kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Diskursus dalam memahami perbedaan gender sungguh telah memunculkan perdebatan yang berkepanjangan di masyarakat. Hal tersebut karena penempatan atribut gender yang merujuk terhadap faktor biologis dinilai sangat bias gender serta merugikan kaum wanita, karena laki-laki bukan saja secara biologis dianggap memiliki penis. Sementara itu, kaum wanita secara biologis tidak mempunyai penis, mereka juga tidak memiliki penis budaya sekalipun mereka menggunakan penis tiruan (plastic pants).
A.Simpulan
1.Dari paparan di atas dapat ditegaskan lagi bahwa KHI dalam merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan sangat memperlihatkan konsep keluarga patriarki. Perempuan lebih banyak ditempatkan pada sector domestik, sedangkan laki-laki disektor publik. Ekses social dari domestifikasi perempuan tersebut Menyebabkan perempuan tergeser dari penguasaan sumber daya ekonomi sosial dan politik. Secara ekonomis ia tergantung pada suaminya, sedang peran suami sebagai pencari nafkah lebih memungkinkannya untuk memiliki akses sumber daya sosial, politik dan ekonomi. Karenanya, dengan memperhatikan ekses social dan argumentasi-argumentasi di atas, sebagai upaya menegakkan keadilan dan persamaan hak sebagaimana yang diajarkan oleh Islam, maka relasi gender dalam KHI yang merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan berbeda dengan laki-laki, perlu direkonstruksi.
2.Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur di mana kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Diskursus dalam memahami perbedaan gender sungguh telah memunculkan perdebatan yang berkepanjangan dimasyarakat. Hal tersebut karena penempatan atribut gender yang merujuk terhadap faktor biologis dinilai sangat bias gender serta merugikan kaum wanita, karena laki-laki bukan saja secara biologis dianggap memiliki penis, akan tetapi secara budaya memiliki apa yang diistilahkan sebagai penis budaya. Sementara itu, kaum wanita secara biologis tidak mempunyai penis, mereka juga tidak memiliki penis budaya sekalipun mereka menggunakan penis tiruan (plastic pants).
B.Saran
1.Untuk menuju hukum (termasuk hukum Islam) yang berkeadilan gender diperlukan transformasi nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat, atau perubahan paradigma. Termasuk dan yang utama adalah mengubah cara pandang terhadap substansi agama dan pemikiran-pemikiran praktis dalam ajaran-ajaran agama. Hanya dengan menjawab tiga tantangan di atas, kesetaraan gender dalam konteks hukum Islam akan menemukan titik pijaknya.
2.Sejumlah fenomena pembalikan isu kekerasan seksual menjadi semata-mata persoalan moralitas adalah simplifikasi yang harus ditentang, karena hanya melahirkan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam memecahkan masalah di atas adalah field research (Penelitian Lapangan) yakni observasi dan wawancara. Data yang diperoleh dari penelitian dilapangan itu dianalisis dengan teknik deskriptik-kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KHI dalam merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan sangat memperlihatkan konsep keluarga patriarki. Perempuan lebih banyak ditempatkan pada sector domestik, sedangkan laki-laki di sektor publik. Ekses social dari domestifikasi perempuan tersebut menyebabkan perempuan tergeser dari penguasaan sumber daya ekonomi sosial dan politik. Secara ekonomis ia tergantung pada suaminya, sedang peran suami sebagai pencari nafkah lebih memungkinkannya untuk memiliki akses sumber daya sosial, politik dan ekonomi. Karenanya, dengan memperhatikan ekses sosial dan argumentasi-argumentasi di atas, sebagai upaya menegakkan keadilan dan persamaan hak sebagaimana yang diajarkan oleh Islam, maka relasi gender dalam KHI yang merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan berbeda dengan laki-laki, perlu direkonstruksi. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur di mana kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Diskursus dalam memahami perbedaan gender sungguh telah memunculkan perdebatan yang berkepanjangan di masyarakat. Hal tersebut karena penempatan atribut gender yang merujuk terhadap faktor biologis dinilai sangat bias gender serta merugikan kaum wanita, karena laki-laki bukan saja secara biologis dianggap memiliki penis. Sementara itu, kaum wanita secara biologis tidak mempunyai penis, mereka juga tidak memiliki penis budaya sekalipun mereka menggunakan penis tiruan (plastic pants).
A.Simpulan
1.Dari paparan di atas dapat ditegaskan lagi bahwa KHI dalam merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan sangat memperlihatkan konsep keluarga patriarki. Perempuan lebih banyak ditempatkan pada sector domestik, sedangkan laki-laki disektor publik. Ekses social dari domestifikasi perempuan tersebut Menyebabkan perempuan tergeser dari penguasaan sumber daya ekonomi sosial dan politik. Secara ekonomis ia tergantung pada suaminya, sedang peran suami sebagai pencari nafkah lebih memungkinkannya untuk memiliki akses sumber daya sosial, politik dan ekonomi. Karenanya, dengan memperhatikan ekses social dan argumentasi-argumentasi di atas, sebagai upaya menegakkan keadilan dan persamaan hak sebagaimana yang diajarkan oleh Islam, maka relasi gender dalam KHI yang merumuskan peran, kedudukan dan hak-hak perempuan berbeda dengan laki-laki, perlu direkonstruksi.
2.Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur di mana kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Diskursus dalam memahami perbedaan gender sungguh telah memunculkan perdebatan yang berkepanjangan dimasyarakat. Hal tersebut karena penempatan atribut gender yang merujuk terhadap faktor biologis dinilai sangat bias gender serta merugikan kaum wanita, karena laki-laki bukan saja secara biologis dianggap memiliki penis, akan tetapi secara budaya memiliki apa yang diistilahkan sebagai penis budaya. Sementara itu, kaum wanita secara biologis tidak mempunyai penis, mereka juga tidak memiliki penis budaya sekalipun mereka menggunakan penis tiruan (plastic pants).
B.Saran
1.Untuk menuju hukum (termasuk hukum Islam) yang berkeadilan gender diperlukan transformasi nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat, atau perubahan paradigma. Termasuk dan yang utama adalah mengubah cara pandang terhadap substansi agama dan pemikiran-pemikiran praktis dalam ajaran-ajaran agama. Hanya dengan menjawab tiga tantangan di atas, kesetaraan gender dalam konteks hukum Islam akan menemukan titik pijaknya.
2.Sejumlah fenomena pembalikan isu kekerasan seksual menjadi semata-mata persoalan moralitas adalah simplifikasi yang harus ditentang, karena hanya melahirkan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan.
Ketersediaan
| SS20170100 | 100/2017 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
100/2017
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2017
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
