Filosofi Bella Pitunrupa dan Mabbalanca Cabella Sebagai Kebiasaan Masyarakat Bugis Pada hari kamis tanggal 10 Muharram Perspektif Hukum Islam ( Studi Pada Desa Ajjalasse Kec. Cenrana Kab. Bone)
Husnul Fadhilah Nur/ 01.15. 1014 - Personal Name
Skripsi ini membahas Filosofi Bella Pitunrupa dan Mabbalanca Cabella
Sebagai Kebiasaan Masyarakat Bugis Pada hari kamis tanggal 10 Muharram
Perspektif Hukum Islam. pokok permasalahan adalah apa filosofi bella pitunrupa
dan mabbalanca cabella pada masyarakat Bugis pada tanggal 10 Muharram dan
apakah filosofi bella pitunrupa dan mabbalanca cabella pada masyarakat Bugis
pada hari kamis tanggal 10 Muharram sesuai dengan perspektif Islam. Penelitian
ini menggunakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan empat
pendekatan yakni; pendekatan Sosisologis,Teologis Normatif, Antropologi dan
Filosofis. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara
dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat yang bertempat
tinggal di Desa Ajallasse.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa filososfi dari masyarakat
dalam melakukan tradisi ini menurut pandangan Islam ”. Adapun kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada
khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa filosofi dalam melaksanakan tradisi
bella pitunrupa dan mabbalanca cabella dilakukan berdasarkan kisah Nabi Nuh
as yang dilakukan oleh masyarakat karena rasa syukur atas keselamatan Nabi dari
banjir yang menimpa Negri kaumnya, dalam hukum Islam tradisi yang
dilestarikan oleh masyarakat di Desa Ajallasse tepatnya pada hari 10 muharram
tidak bertentangan dengan Hukum Islam karena masyarakat melakukan tradisi
tersebut semata-mata merupakan rasa syukur atas keselamatan negri Kaum yang
tenggelam tersebut dan boleh-boleh saja untuk dilakukan dan tetap ada di tengah-
tengah masyarakat, karena tidak ada perintah yang melarang dan
membolehkannya dengan syarat mabbella pitunrupa dan mabbalanca cabella
dilakukan sesuai dengan yang disyariatkan dalam Islam, yaitu tidak berbuat syirik
dan tidak menganggap tradisi ini wajib dilakukan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis terhadap rumusan masalah
pada bab terdahulu, maka ditarik simpulan sebagai berikut:
1. filosofi dalam melaksanakan tradisi bella pitunrupa dilakukan berdasarkan
kisah Nabi Nuh as yang dilakukan oleh masyarakat karena rasa syukur atas
keselamatan Nabi dari banjir yang meninpa Negri kaumnya. Sedangkan
mabbalanca cabella sendiri tidak mempunyai landasan sejarah akan tetapi
tradisi tersebut adalah tradisi yang dibuat oleh masyarakat karena kesalah
pahaman yaitu adanya masyarakat yang mabbalanca cabella dikarenakan
adanya alat dapur yang tidak layak pakai. Bella pitunrupa adalah makanan
yang dibuat dari tujuh macam campuran tidak boleh kurang maupun lebih,
bubur dengan bahan dasar tujuh hasil bumi seperti jagung, pisang, nangka,
beras ketan putih, beras biasa kacang hijau serta labu, merupakan buah yang
tumbuh di atas permukaan tanah bukan bukan yang tertanam, sedangkan
mabbalanca cabella yaitu tradisi yang dilakukan dengan berbelanja bahan-
bahan dapur yang menurut masyarakat setempat mengandung arti dari setiap
benda tersebut, benda yang biasanya dibeli yaitu berupa wadah atau benda
lain yang serupa’
2. Pandangan hukum Islam terhadap tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Ajallasse tidaklah bertentangan dengan syariat Islam, hal ini dapat
dilihat dari pelaksanaannya yang tepat dalam koridor syar’I tanpa adanya
hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Disamping itu, pelaksanaan
tradisi-tradisi pada hari kamis tanggal 10 Muharram tahun 1440 Hijriah
dilakukan dengan berdasar pada kisah Nabi Nuh as sebagai rasa syukur atas
selamatnya Nabi Nuh3as dan kaumnya
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Sebaiknya segala tradisi yang dilakukan di Desa Ajallasse dilakukan dengan
dasar yang jelas dan pelaksanaan tradisi tersebut sesuai dengan hakikatnya
secara benar, sehingga tidak melenceng dari tujuan pelaksanaan tradisi dan
tidak menyalahi syariat Islam serta diwariskan ke generasi muda yang akan
datang.
2. Kepada Aparat dan Tokoh Agama Desa Ajallasse agar kirinya memberikan
bimbingan kepada masyarakat setempat dalam melaksanakan tradisinya
tetap sejalan dengan ajaran islam, serta nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi ini tetap terjaga dan dilestarikan.
Sebagai Kebiasaan Masyarakat Bugis Pada hari kamis tanggal 10 Muharram
Perspektif Hukum Islam. pokok permasalahan adalah apa filosofi bella pitunrupa
dan mabbalanca cabella pada masyarakat Bugis pada tanggal 10 Muharram dan
apakah filosofi bella pitunrupa dan mabbalanca cabella pada masyarakat Bugis
pada hari kamis tanggal 10 Muharram sesuai dengan perspektif Islam. Penelitian
ini menggunakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan empat
pendekatan yakni; pendekatan Sosisologis,Teologis Normatif, Antropologi dan
Filosofis. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara
dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat yang bertempat
tinggal di Desa Ajallasse.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa filososfi dari masyarakat
dalam melakukan tradisi ini menurut pandangan Islam ”. Adapun kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada
khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa filosofi dalam melaksanakan tradisi
bella pitunrupa dan mabbalanca cabella dilakukan berdasarkan kisah Nabi Nuh
as yang dilakukan oleh masyarakat karena rasa syukur atas keselamatan Nabi dari
banjir yang menimpa Negri kaumnya, dalam hukum Islam tradisi yang
dilestarikan oleh masyarakat di Desa Ajallasse tepatnya pada hari 10 muharram
tidak bertentangan dengan Hukum Islam karena masyarakat melakukan tradisi
tersebut semata-mata merupakan rasa syukur atas keselamatan negri Kaum yang
tenggelam tersebut dan boleh-boleh saja untuk dilakukan dan tetap ada di tengah-
tengah masyarakat, karena tidak ada perintah yang melarang dan
membolehkannya dengan syarat mabbella pitunrupa dan mabbalanca cabella
dilakukan sesuai dengan yang disyariatkan dalam Islam, yaitu tidak berbuat syirik
dan tidak menganggap tradisi ini wajib dilakukan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis terhadap rumusan masalah
pada bab terdahulu, maka ditarik simpulan sebagai berikut:
1. filosofi dalam melaksanakan tradisi bella pitunrupa dilakukan berdasarkan
kisah Nabi Nuh as yang dilakukan oleh masyarakat karena rasa syukur atas
keselamatan Nabi dari banjir yang meninpa Negri kaumnya. Sedangkan
mabbalanca cabella sendiri tidak mempunyai landasan sejarah akan tetapi
tradisi tersebut adalah tradisi yang dibuat oleh masyarakat karena kesalah
pahaman yaitu adanya masyarakat yang mabbalanca cabella dikarenakan
adanya alat dapur yang tidak layak pakai. Bella pitunrupa adalah makanan
yang dibuat dari tujuh macam campuran tidak boleh kurang maupun lebih,
bubur dengan bahan dasar tujuh hasil bumi seperti jagung, pisang, nangka,
beras ketan putih, beras biasa kacang hijau serta labu, merupakan buah yang
tumbuh di atas permukaan tanah bukan bukan yang tertanam, sedangkan
mabbalanca cabella yaitu tradisi yang dilakukan dengan berbelanja bahan-
bahan dapur yang menurut masyarakat setempat mengandung arti dari setiap
benda tersebut, benda yang biasanya dibeli yaitu berupa wadah atau benda
lain yang serupa’
2. Pandangan hukum Islam terhadap tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Ajallasse tidaklah bertentangan dengan syariat Islam, hal ini dapat
dilihat dari pelaksanaannya yang tepat dalam koridor syar’I tanpa adanya
hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Disamping itu, pelaksanaan
tradisi-tradisi pada hari kamis tanggal 10 Muharram tahun 1440 Hijriah
dilakukan dengan berdasar pada kisah Nabi Nuh as sebagai rasa syukur atas
selamatnya Nabi Nuh3as dan kaumnya
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Sebaiknya segala tradisi yang dilakukan di Desa Ajallasse dilakukan dengan
dasar yang jelas dan pelaksanaan tradisi tersebut sesuai dengan hakikatnya
secara benar, sehingga tidak melenceng dari tujuan pelaksanaan tradisi dan
tidak menyalahi syariat Islam serta diwariskan ke generasi muda yang akan
datang.
2. Kepada Aparat dan Tokoh Agama Desa Ajallasse agar kirinya memberikan
bimbingan kepada masyarakat setempat dalam melaksanakan tradisinya
tetap sejalan dengan ajaran islam, serta nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi ini tetap terjaga dan dilestarikan.
Ketersediaan
| SS20190032 | 32/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
32/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
