Penetapan Nasab Anak dalam Perbuatan Zina menurut Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Siska Yulandari/01.15.1060 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai “Penetapan Nasab Anak dalam Perbuatan
Zina menurut Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)”.
Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah penetapan nasab anak
zina menurut mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Penelitian ini merupakan penelitian Library Research yang menggunakan sumber-
sumber tertulis yang diperoleh melalui data sekunder dan data tersier dengan teknik
pengutipan (kutipan langsung dan tidak langsung) dan dokumen-dokumen melalui
pendekatan normatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penetapan nasab anak dalam
perbuatan zina menurut mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dan
kontribusi pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu keislaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama menurut Mazhab Syafi’i
menyatakan bahwa jika seorang wanita hamil karena zina melahirkan anaknya baik
orang yang melakukan zina mengaku atau tidak mengaku, maka anak yang lahir
tersebut adalah anak dari ibunya bukan anak dari laki-laki yang menzinainya. Namun
apabila wanita hamil tersebut melangsungkan pernikahan sebelum melahirkan dan
usia kehamilan minimal enam bulan maka anak yang dilahirkan tersebut termasuk
anak sah dan dapat dihubungkan nasabnya kepada bapaknya. Kedua, menurut
Mazhab Hanafi menyatakan bahwa nasab anak luar nikah (anak zina) tsabit terhadap
bapak biologisnya, karena pada hakikatnya anak tersebut adalah anaknya. Seorang
anak disebut anak dari bapaknya karena anak tersebut lahir dari hasil air mani
bapaknya, oleh karenanya diharamkan bagi bapak biologis untuk menikahi anak luar
nikahnya, mazhab Hanafi tidak memberikan batas minimal usia kehamilan. Ketiga,
menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100 menyebutkan bahwa “anak yang
lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya”. Dalam pandangan Islam anak yang lahir dari rahim seorang
perempuan mempunyai hubungan nasab dengan perempuan yang mengandung dan
melahirkannya, akan tetapi jika anak tersebut lahir akibat perkawinan maka anak itu
termasuk anak sah dan dapat dinasabkan kepada bapaknya berdasarkan pasal 99 KHI.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil peneliti dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Menurut Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa jika seorang wanita hamil
karena zina melahirkan anaknya, baik orang yang melakukan zina
mengaku atau tidak mengaku, maka anak yang lahir tersebut adalah anak
dari ibunya bukan anak dari laki-laki yang menzinainya. Dalam
penetapan nasab anak mazhab Syafi’i menggunakan pendekatan
pemahaman mantuq nash dalam memahami hadist firasy, pengikut
mazhab Syafi’i mengambil pemahaman secara zahir terhadap kandungan
hadist firasy tersebut.
2. Menurut Mazhab Hanafi menyatakan bahwa nasab anak luar nikah (anak
zina) tsabit terhadap bapak biologisnya, karena pada hakikatnya anak
tersebut adalah anaknya. Seorang anak disebut anak dari bapaknya karena
anak tersebut lahir dari hasil air mani bapaknya, oleh karenanya
diharamkan bagi bapak biologis untuk menikahi anak luar nikahnya.
Penetapan nasab anak mazhab Hanafi berpegang kepada kaidah Istihsan
dalam permasalahan ini, yakni mengutamakan suatu pendapat dari yang
lainnya, karena tampak lebih sesuai meskipun pendapat yang diutamakan
lebih lemah daripada pendapat yang seharusnya diutamakan.
3. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100 menyebutkan bahwa
“anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Dalam pandangan Islam anak yang
lahir dari rahim seorang perempuan mempunyai hubungan nasab dengan
perempuan yang mengandung dan melahirkannya itu tanpa melihat
kepada cara bagaimana perempuan itu hamil, baik dalam perkawinan
maupun perzinaan. Hal ini juga sama dalam Undang-Undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 pasal 43 ayat (1) yang menyatakan bahwa “anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang akan peneliti kemukakan
adalah sebagai berikut:
1. Kepada wanita dan laki-laki hendaknya berhati-hati dalam bergaul agar
tidak terjerumas dalam pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil di
luar nikah atau terjadinya suatu perzinaan.
2. Kepada orang tua agar kiranya lebih peduli dan memperhatikan pergaulan
anak-anaknya di luar rumah.
3. Kepada Instansi Pendidikan agar kiranya dapat memberikan sosialisasi
tentang dampak dari pergaulan bebas yang mengakibatkan terjerumusnya
dalam perbuatan zina.
Zina menurut Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)”.
Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah penetapan nasab anak
zina menurut mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Penelitian ini merupakan penelitian Library Research yang menggunakan sumber-
sumber tertulis yang diperoleh melalui data sekunder dan data tersier dengan teknik
pengutipan (kutipan langsung dan tidak langsung) dan dokumen-dokumen melalui
pendekatan normatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penetapan nasab anak dalam
perbuatan zina menurut mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dan
kontribusi pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu keislaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama menurut Mazhab Syafi’i
menyatakan bahwa jika seorang wanita hamil karena zina melahirkan anaknya baik
orang yang melakukan zina mengaku atau tidak mengaku, maka anak yang lahir
tersebut adalah anak dari ibunya bukan anak dari laki-laki yang menzinainya. Namun
apabila wanita hamil tersebut melangsungkan pernikahan sebelum melahirkan dan
usia kehamilan minimal enam bulan maka anak yang dilahirkan tersebut termasuk
anak sah dan dapat dihubungkan nasabnya kepada bapaknya. Kedua, menurut
Mazhab Hanafi menyatakan bahwa nasab anak luar nikah (anak zina) tsabit terhadap
bapak biologisnya, karena pada hakikatnya anak tersebut adalah anaknya. Seorang
anak disebut anak dari bapaknya karena anak tersebut lahir dari hasil air mani
bapaknya, oleh karenanya diharamkan bagi bapak biologis untuk menikahi anak luar
nikahnya, mazhab Hanafi tidak memberikan batas minimal usia kehamilan. Ketiga,
menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100 menyebutkan bahwa “anak yang
lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya”. Dalam pandangan Islam anak yang lahir dari rahim seorang
perempuan mempunyai hubungan nasab dengan perempuan yang mengandung dan
melahirkannya, akan tetapi jika anak tersebut lahir akibat perkawinan maka anak itu
termasuk anak sah dan dapat dinasabkan kepada bapaknya berdasarkan pasal 99 KHI.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil peneliti dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Menurut Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa jika seorang wanita hamil
karena zina melahirkan anaknya, baik orang yang melakukan zina
mengaku atau tidak mengaku, maka anak yang lahir tersebut adalah anak
dari ibunya bukan anak dari laki-laki yang menzinainya. Dalam
penetapan nasab anak mazhab Syafi’i menggunakan pendekatan
pemahaman mantuq nash dalam memahami hadist firasy, pengikut
mazhab Syafi’i mengambil pemahaman secara zahir terhadap kandungan
hadist firasy tersebut.
2. Menurut Mazhab Hanafi menyatakan bahwa nasab anak luar nikah (anak
zina) tsabit terhadap bapak biologisnya, karena pada hakikatnya anak
tersebut adalah anaknya. Seorang anak disebut anak dari bapaknya karena
anak tersebut lahir dari hasil air mani bapaknya, oleh karenanya
diharamkan bagi bapak biologis untuk menikahi anak luar nikahnya.
Penetapan nasab anak mazhab Hanafi berpegang kepada kaidah Istihsan
dalam permasalahan ini, yakni mengutamakan suatu pendapat dari yang
lainnya, karena tampak lebih sesuai meskipun pendapat yang diutamakan
lebih lemah daripada pendapat yang seharusnya diutamakan.
3. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100 menyebutkan bahwa
“anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Dalam pandangan Islam anak yang
lahir dari rahim seorang perempuan mempunyai hubungan nasab dengan
perempuan yang mengandung dan melahirkannya itu tanpa melihat
kepada cara bagaimana perempuan itu hamil, baik dalam perkawinan
maupun perzinaan. Hal ini juga sama dalam Undang-Undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 pasal 43 ayat (1) yang menyatakan bahwa “anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang akan peneliti kemukakan
adalah sebagai berikut:
1. Kepada wanita dan laki-laki hendaknya berhati-hati dalam bergaul agar
tidak terjerumas dalam pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil di
luar nikah atau terjadinya suatu perzinaan.
2. Kepada orang tua agar kiranya lebih peduli dan memperhatikan pergaulan
anak-anaknya di luar rumah.
3. Kepada Instansi Pendidikan agar kiranya dapat memberikan sosialisasi
tentang dampak dari pergaulan bebas yang mengakibatkan terjerumusnya
dalam perbuatan zina.
Ketersediaan
| SSYA20190189 | 189/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
189/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syarah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
