Mahar Muajjal Dalam Perkawinan (Studi Komparatif Antara Hukum Adat Dan Hukum Islam)
Aan Saputra/ 01.14.1107 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Mahar Muajjal Dalam Perkawinan (Studi
Komparatif Antara Hukum Adat Dan Hukum Islam). Adapun yang menjadi masalah
pokok dalam skripsi ini adalah, perbandingan melalui pandangan hukum islam dan
hukum adat tentang mahar muajjal dalam perkawinan. Dari masalah pokok tersebut
dapat di jabarkan pada beberapa sub masalah sebagai berikut: (1). Pandangan hukum
islam terhadap mahar muajjal, (2). Pandangan hukum adat tentang mahar muajjal.
Jenis penelitian dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) yaitu metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menggunakan
literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan penelitian dari
peneliti terdahulu. Jenis data yang di butuhkan dalam penelitian ini melipiti data
primer dan data sekunder. Dengan teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
study dokumen, kutipan langsung dan tidak langsung. Data yang diperoleh kemudian
diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.
Hasil yang di peroleh pada penelitian ini yaitu dalam hukum Islam
membolehkan adanya mahar muajjal akan tetapi menuai beberapa pendapat ahli fikih
akan hal itu. Yang di mana satu golongan yang menyatakan tidak boleh di berikan
dengan cara dihutang keseluruhan, satu golongan juga berpendapat bahwa boleh
berhutang atau ditunda pembayarannya tapi dianjurkan membayar sebagian
maharnya dahulu sebelum menggauli istrinya. Sedangkan hukum adat jaga
membolehkan mahar muajjal akan tetapi lebih diutama dilakukan mahar mu‟ajjal,
yakni dibayar ketika akad sebelum keduanya menikmati malam pertama.
A. Kesimpulan
1. Mahar Muajjal menurut hukum Islam adalah boleh dihutang atau
ditangguhkan jika mempelai perempuan ridho atau mendapatkan izin dari
mempelai istri. Akan tetapi hal ini para ulama berbeda pendapat tentang
mahar yang dibayak secara kontan ataukah mahar yang ditangguhkan.
Mahar ditangguhkan sisa yang belum dilunasi penyerahannya menjadi
hutang calon mempelai laki-laki. Mahar yang dihutang atau dibayar sebagian
ketika akad sah-sah saja,
2. Mahar Muajjal menurut hukum adat sah-sah saja, hanya lebih utama
dilakukan mahar mu‟ajjal, yakni dibayar ketika akad sebelum keduanya
menikmati malam pertama. Agar tidak ada perselisihan dilain waktu ketika
mahar itu ditangguhkan dengan waktu yang cukup lama. hanya lebih baik
memberi mahar pada saat akad manakala sebelum sebelum menggauli istri.
Jangka waktunya pembayaran mahar diketahui dan masa tenggang waktu
terbatas dan jelas.
3. Penyelesaian jika suami tidak melunasi mahar muajjal menurut hukum
Islam, jika istri ridho maka hutang mahar terhadap istri dianggap lunas
namun jika istri tidak ridho, mahar dianggap masih terhutang sampai
kapanpun dan menurut hukum Islam wajib dibayar sebagaimana hutang
kepada orang lain, kalau tidak dibayar akan diminta pertanggung jawaban
dihari kemudian. Apabilah mahar tersebut dihutang atau dibayar sebagian
ketika akad dan sisanya dibayar belakangan setelah berhubungan badan atau
setelah berumah tangga, maka mahar yang disebut Mahar Muajjal (mahar
ditangguhkan). Mahar Muajjal diperoleh dengan catatan ada keridhaan dan
izin dari calon mempelai wanita. Apabila mahar itu ditangguhkan, maka sisa
mahar yang belum dibayar menjadi hutang bagi laki-laki dan harus dibayar
sampai kapanpun.
B. Saran
Setelah penulis melakukan analisis maka penulis mengajukan saran- saran
untuk menjadi bahan pertimbangan kepada calon pasangan suami isteri yaitu
sebagai berikut :
1. Pada calon pasangan suami isteri yang akan menikah, hendaknya melakukan
musyawarah untuk mencari kesepakatan antara kedua belah pihak berkaitan
dengan masalah mahar (maskawin), apakah mahar itu akan diberikan secara
tunai atau hutang. Karena kesepakatan itu lebih utama untuk menghindari
kemadharatan dan mencari kemaslahatan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari hal-hal yag tidak diinginkan ketika sudah menjalani kehidupan
bersama dalam berumah tangga nantinya.
2. Pada calon pasangan suami isteri yang akan menikah perlu memahami
bahwa mahar merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon
istrinya sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta
kasih bagi seorang istri.
Komparatif Antara Hukum Adat Dan Hukum Islam). Adapun yang menjadi masalah
pokok dalam skripsi ini adalah, perbandingan melalui pandangan hukum islam dan
hukum adat tentang mahar muajjal dalam perkawinan. Dari masalah pokok tersebut
dapat di jabarkan pada beberapa sub masalah sebagai berikut: (1). Pandangan hukum
islam terhadap mahar muajjal, (2). Pandangan hukum adat tentang mahar muajjal.
Jenis penelitian dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) yaitu metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menggunakan
literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan penelitian dari
peneliti terdahulu. Jenis data yang di butuhkan dalam penelitian ini melipiti data
primer dan data sekunder. Dengan teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
study dokumen, kutipan langsung dan tidak langsung. Data yang diperoleh kemudian
diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.
Hasil yang di peroleh pada penelitian ini yaitu dalam hukum Islam
membolehkan adanya mahar muajjal akan tetapi menuai beberapa pendapat ahli fikih
akan hal itu. Yang di mana satu golongan yang menyatakan tidak boleh di berikan
dengan cara dihutang keseluruhan, satu golongan juga berpendapat bahwa boleh
berhutang atau ditunda pembayarannya tapi dianjurkan membayar sebagian
maharnya dahulu sebelum menggauli istrinya. Sedangkan hukum adat jaga
membolehkan mahar muajjal akan tetapi lebih diutama dilakukan mahar mu‟ajjal,
yakni dibayar ketika akad sebelum keduanya menikmati malam pertama.
A. Kesimpulan
1. Mahar Muajjal menurut hukum Islam adalah boleh dihutang atau
ditangguhkan jika mempelai perempuan ridho atau mendapatkan izin dari
mempelai istri. Akan tetapi hal ini para ulama berbeda pendapat tentang
mahar yang dibayak secara kontan ataukah mahar yang ditangguhkan.
Mahar ditangguhkan sisa yang belum dilunasi penyerahannya menjadi
hutang calon mempelai laki-laki. Mahar yang dihutang atau dibayar sebagian
ketika akad sah-sah saja,
2. Mahar Muajjal menurut hukum adat sah-sah saja, hanya lebih utama
dilakukan mahar mu‟ajjal, yakni dibayar ketika akad sebelum keduanya
menikmati malam pertama. Agar tidak ada perselisihan dilain waktu ketika
mahar itu ditangguhkan dengan waktu yang cukup lama. hanya lebih baik
memberi mahar pada saat akad manakala sebelum sebelum menggauli istri.
Jangka waktunya pembayaran mahar diketahui dan masa tenggang waktu
terbatas dan jelas.
3. Penyelesaian jika suami tidak melunasi mahar muajjal menurut hukum
Islam, jika istri ridho maka hutang mahar terhadap istri dianggap lunas
namun jika istri tidak ridho, mahar dianggap masih terhutang sampai
kapanpun dan menurut hukum Islam wajib dibayar sebagaimana hutang
kepada orang lain, kalau tidak dibayar akan diminta pertanggung jawaban
dihari kemudian. Apabilah mahar tersebut dihutang atau dibayar sebagian
ketika akad dan sisanya dibayar belakangan setelah berhubungan badan atau
setelah berumah tangga, maka mahar yang disebut Mahar Muajjal (mahar
ditangguhkan). Mahar Muajjal diperoleh dengan catatan ada keridhaan dan
izin dari calon mempelai wanita. Apabila mahar itu ditangguhkan, maka sisa
mahar yang belum dibayar menjadi hutang bagi laki-laki dan harus dibayar
sampai kapanpun.
B. Saran
Setelah penulis melakukan analisis maka penulis mengajukan saran- saran
untuk menjadi bahan pertimbangan kepada calon pasangan suami isteri yaitu
sebagai berikut :
1. Pada calon pasangan suami isteri yang akan menikah, hendaknya melakukan
musyawarah untuk mencari kesepakatan antara kedua belah pihak berkaitan
dengan masalah mahar (maskawin), apakah mahar itu akan diberikan secara
tunai atau hutang. Karena kesepakatan itu lebih utama untuk menghindari
kemadharatan dan mencari kemaslahatan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari hal-hal yag tidak diinginkan ketika sudah menjalani kehidupan
bersama dalam berumah tangga nantinya.
2. Pada calon pasangan suami isteri yang akan menikah perlu memahami
bahwa mahar merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon
istrinya sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta
kasih bagi seorang istri.
Ketersediaan
| SSYA20200157 | 157/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
157/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
