Musyrik Dalam al-Qur’an Menurut Penafsiran al-Qurṭubī dan Hukum Memberantasnya (Study Kasus pada Ayat 5 dan 36 Surah al-Taubah)
Muhammad Akbar Asirie/03.12.1022 - Personal Name
Skripsi ini membahas syirik dalam al-Qur’an menurut penafsiran al-Qurṭubī dan hukum memberantasnya (study kasus pada ayat 5 dan 36 Surah al-Taubah) dengan masalah pokok tentang bagaimana hakikat syirik pada ayat 5 dan 36 dalam surah al-Taubah menurut pemahaman Imam al-Qurṭubī.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan library research (penelitian kepustakaan), yaitu metode yang dilakukan dalam rangka menghimpun data tertulis, baik yang berupa buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyusunan skripsi ini dengan cara kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis dan linguistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Imam al-Qurṭubī menyebutkan beliau tidak secara langsung memberikan pendapat sendiri, namun beliau menafsirkan berdasarkan riwayat yang ada baik dari al-Qur’an dan hadist Nabi tentang penisbatan hukum kepada pelaku syirik menurut pandangan Imam al-Qurṭubī dalam tafsirnya serta pemberantasanya, beliau mengemukakan hadist-hadist dan dalil-dalil yang jelas namun beliau tidak secara langsung mutlak memahami ayat dan hadist secara tekstual, melainkan memahami sebab turunya ayat ayat itu.
Impilikasi penelitian ini adalah sebagai bahan masukan yang bernilai untuk mahasiswa, khususnya yang mengkaji masalah-masalah tafsir. Dan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan (literature). Tentang penafsiran Imam al-Qurṭubī dalam tafsirnya.
A.KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, tentang syirik dalam al-Qur’an penafsiran Imam al- al-Qurṭubī dan hukum memberantasnya Maka dapat disimpulkan, bahwa:
1. Syirik yang dimaksud di dalam al-Qur’an di surah at-taubah pada ayat 5 dan 36 yaitu syirik yang merugikan umat muslim khususnya dalam kegiatan ibadah, Imam an-Nawawi salah satu ulama pembesar di mazhab Syafi’iyah memberikan pendapat bahwa syirik dan kafir itu pada keduanya memiliki satu makna yang terkadang keduanya dibedakan baik secara umum maupun secara khusus seperti kaum Quraisy beribadah kepada makhluk di samping juga Ia beribadah kepada Allah.
2. Di dalam surah at- taubah pada ayat 5 pada lafaz فَاقْتُلُوا mengandung kata perintah melakukan suatu hal yang tidak main-main yaitu membunuh bukan atau selain agama islam yang tidak berpegang teguh kepada agama yang sesuai diajarakan para nabi (tauhid), namun perlu diketahui maksud lafaz فَاقْتُلُوا dalam al-Qur’ān membunuh pelaku syirik yang merusak atau memerangi kaum muslim secara terang-terangan dan mengambil hak-hak kaum muslim secara paksa.
3. Di dalam tafsir Al- Jāmil līl Ahkāmil Qur’ān Imam al- al-Qurṭubī berpendapat kata lafazh فَاقْتُلُوا merupakan lafazh yang umum, yang mencakup semua orang musyrik, tapi di dalam riwayat nabi ayat ini di khususkan. lafazh فَاقْتُلُوا secara mutlak menunjukkan kebolehan membunuh mereka dengan cara apapun.akan tetapi ada beberapa riwayat yang melarang membunuh dengan cara mutilasi.dan lafazh حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ dimana saja kamu jumpai mereka,” adalah lafazh umum yang mencakup semua tempat, sementara itu Abu hanifah RA mengkhususkannya hanya berlaku di Masjidil Haram. Karna pada saat itu umat muslim berperang melawan orang- orang musyrik di kota mekkah, maka imam al-Qurṭubī menetapkan didalam tafsirnya bahwa hukum menghakimi musyrik itu tidak secara langsung membunuh tanpa ada kejelasan sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku musyrik.
B.SARAN
Di akhir penulisan ini penulis menyarankan beberapa saran untuk para pembaca penelaah dengan harapan semoga Allah SWT memudahkan hambanya meraih berjuta pintu kebaikan.dalam memahami bentuk dan gaya penafsiran para mufassir yang khususnya terkait masalah syirik maka beberapa saran yang akan dikemukakan yaitu:
1.Bahwa Untuk penelitian selanjutnya, para mufassir pada dasarnya menjadi pedoman bagi calon-calon mufassir yang akan datang kemudian. Sehingga dengan mempelajari dan mengetahuinya, setidaknya memberikan penuntun kepada para pengkaji al-Qur’ān agar tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru serta menjadi tolak ukur untuk mengevaluasi diri. Sebagai sebuah implikasi atas urgensi mengetahui metodologi seorang mufassir dalam kitab tafsirnya, maka seorang pengkaji al-Qur’ān hendaknya menjadikan metodologi tafsir tersebut sebagai petunjuk dan pedoman sehingga misi keuniversalan al-Qur’ān tetap terpelihara. Dan yang lebih penting etika serta kewibawaan sebagai pengkaji al-Qur’ān tetap dijaga sehingga al-Qur’ān senantiasa indah, bukan sebatas teori tapi praktek pun demikian. Demikian pula dengan kitab Tafsīr al-Qurṭubī Ia merupakan salah satu kitab tafsir yang perlu dikaji dan ditelaah untuk menambah wawasan khazanah keislaman dan ilmu pengetahuan. Karena al-Qurtubi memberikan penafsiran al-Qur’ān yang “membumi” dan berusaha mengeksplorasi dengan berbagai pendekatan dan perbandingan, khususnya dari aspek hukum. Pengkajian terhadap kitab tersebut tentunya akan memberikan kontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu al-Qur’ān.
2.Al-Qur’an merupakan kitab suci yang dimiliki ummat islam dan diperuntukkan seluruh alam. Segala permasalahan ummat manusia sudah ada jawaban dalam al-Qur’an. Jika mereka benar merujuka kepada al-Qur’an, kita sebagai ummat islam tidak memiliki celah sedikitpun untuk meragukan al-Qur’an namun untuk memahaminya seseorang harus memiliki seperangkat ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an artinya tidak semua orang mampu menggali kandungan al-Qur’an tanpa memiliki ilmu tersebut, salah satu ilmu untuk memahami al-Qur’an yakni ilmu tafsir.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan library research (penelitian kepustakaan), yaitu metode yang dilakukan dalam rangka menghimpun data tertulis, baik yang berupa buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyusunan skripsi ini dengan cara kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis dan linguistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Imam al-Qurṭubī menyebutkan beliau tidak secara langsung memberikan pendapat sendiri, namun beliau menafsirkan berdasarkan riwayat yang ada baik dari al-Qur’an dan hadist Nabi tentang penisbatan hukum kepada pelaku syirik menurut pandangan Imam al-Qurṭubī dalam tafsirnya serta pemberantasanya, beliau mengemukakan hadist-hadist dan dalil-dalil yang jelas namun beliau tidak secara langsung mutlak memahami ayat dan hadist secara tekstual, melainkan memahami sebab turunya ayat ayat itu.
Impilikasi penelitian ini adalah sebagai bahan masukan yang bernilai untuk mahasiswa, khususnya yang mengkaji masalah-masalah tafsir. Dan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan (literature). Tentang penafsiran Imam al-Qurṭubī dalam tafsirnya.
A.KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, tentang syirik dalam al-Qur’an penafsiran Imam al- al-Qurṭubī dan hukum memberantasnya Maka dapat disimpulkan, bahwa:
1. Syirik yang dimaksud di dalam al-Qur’an di surah at-taubah pada ayat 5 dan 36 yaitu syirik yang merugikan umat muslim khususnya dalam kegiatan ibadah, Imam an-Nawawi salah satu ulama pembesar di mazhab Syafi’iyah memberikan pendapat bahwa syirik dan kafir itu pada keduanya memiliki satu makna yang terkadang keduanya dibedakan baik secara umum maupun secara khusus seperti kaum Quraisy beribadah kepada makhluk di samping juga Ia beribadah kepada Allah.
2. Di dalam surah at- taubah pada ayat 5 pada lafaz فَاقْتُلُوا mengandung kata perintah melakukan suatu hal yang tidak main-main yaitu membunuh bukan atau selain agama islam yang tidak berpegang teguh kepada agama yang sesuai diajarakan para nabi (tauhid), namun perlu diketahui maksud lafaz فَاقْتُلُوا dalam al-Qur’ān membunuh pelaku syirik yang merusak atau memerangi kaum muslim secara terang-terangan dan mengambil hak-hak kaum muslim secara paksa.
3. Di dalam tafsir Al- Jāmil līl Ahkāmil Qur’ān Imam al- al-Qurṭubī berpendapat kata lafazh فَاقْتُلُوا merupakan lafazh yang umum, yang mencakup semua orang musyrik, tapi di dalam riwayat nabi ayat ini di khususkan. lafazh فَاقْتُلُوا secara mutlak menunjukkan kebolehan membunuh mereka dengan cara apapun.akan tetapi ada beberapa riwayat yang melarang membunuh dengan cara mutilasi.dan lafazh حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ dimana saja kamu jumpai mereka,” adalah lafazh umum yang mencakup semua tempat, sementara itu Abu hanifah RA mengkhususkannya hanya berlaku di Masjidil Haram. Karna pada saat itu umat muslim berperang melawan orang- orang musyrik di kota mekkah, maka imam al-Qurṭubī menetapkan didalam tafsirnya bahwa hukum menghakimi musyrik itu tidak secara langsung membunuh tanpa ada kejelasan sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku musyrik.
B.SARAN
Di akhir penulisan ini penulis menyarankan beberapa saran untuk para pembaca penelaah dengan harapan semoga Allah SWT memudahkan hambanya meraih berjuta pintu kebaikan.dalam memahami bentuk dan gaya penafsiran para mufassir yang khususnya terkait masalah syirik maka beberapa saran yang akan dikemukakan yaitu:
1.Bahwa Untuk penelitian selanjutnya, para mufassir pada dasarnya menjadi pedoman bagi calon-calon mufassir yang akan datang kemudian. Sehingga dengan mempelajari dan mengetahuinya, setidaknya memberikan penuntun kepada para pengkaji al-Qur’ān agar tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru serta menjadi tolak ukur untuk mengevaluasi diri. Sebagai sebuah implikasi atas urgensi mengetahui metodologi seorang mufassir dalam kitab tafsirnya, maka seorang pengkaji al-Qur’ān hendaknya menjadikan metodologi tafsir tersebut sebagai petunjuk dan pedoman sehingga misi keuniversalan al-Qur’ān tetap terpelihara. Dan yang lebih penting etika serta kewibawaan sebagai pengkaji al-Qur’ān tetap dijaga sehingga al-Qur’ān senantiasa indah, bukan sebatas teori tapi praktek pun demikian. Demikian pula dengan kitab Tafsīr al-Qurṭubī Ia merupakan salah satu kitab tafsir yang perlu dikaji dan ditelaah untuk menambah wawasan khazanah keislaman dan ilmu pengetahuan. Karena al-Qurtubi memberikan penafsiran al-Qur’ān yang “membumi” dan berusaha mengeksplorasi dengan berbagai pendekatan dan perbandingan, khususnya dari aspek hukum. Pengkajian terhadap kitab tersebut tentunya akan memberikan kontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu al-Qur’ān.
2.Al-Qur’an merupakan kitab suci yang dimiliki ummat islam dan diperuntukkan seluruh alam. Segala permasalahan ummat manusia sudah ada jawaban dalam al-Qur’an. Jika mereka benar merujuka kepada al-Qur’an, kita sebagai ummat islam tidak memiliki celah sedikitpun untuk meragukan al-Qur’an namun untuk memahaminya seseorang harus memiliki seperangkat ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an artinya tidak semua orang mampu menggali kandungan al-Qur’an tanpa memiliki ilmu tersebut, salah satu ilmu untuk memahami al-Qur’an yakni ilmu tafsir.
Ketersediaan
| SD20160009 | 09/2016 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
09/2016
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2016
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi DKU
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
