Kaitan Antara Uang Belanja dan Status Sosial calon Mempelai Wanita Pada Perkawinan Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Adat di Desa Lappo Ase Kec.Awangpone Kab.Bone
Canwan/ 01.14.1052 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Uang belanja dan Status sosial calon
mempelai wanita suku bugis ditinjauan dari hukum Islam dan hukum Adat. Pokok
permasalahannya adalah apa kaitan antara uang belanja terhaadap status sosial calon
mempelai wanita pada Masyarakat Desa lappo Ase Kecamatan Awangpone
Kabupaten Bone dan bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum Adat mengenai
uang belanja dan status sosial mempelai wanita di Desa loppo Ase Kecamatan
Awangpone Kabupaten Bone. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
menggunakan metode dengan dua pendekatan yakni; pendekatan normatif dan
pendekatan empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi,
dokumentasi dan wawancara secara langsung kepada Tokoh masyarakat, Tokoh Adat
dan tokoh Agama yang luas pemahamannya dalam hukum Islam yang ada di Desa
Lappo Ase Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang belanja adalah sejumlah uang yang
diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan pada
prosesi mammanu-manu atau sebelum dilangsukannya prosesi pernikahan, adapun
besar jumlah uang belanja yang harus diberikan calon memepelai laki-laki kepada
calon mempelai perempuan disesuaikan dengan tingkat pendidikan, strata sosial dan
status sosial calon mempelai perempuan. Semakin tinggi strata sosial calon mempelai
wanita maka semakin besar pula uang belanja yang harus diberikan calon mempelai
laki-laki kepada calon mempelai perempuan. Pandangan Hukum Islam terhadap uang
belanja yaitu boleh –boleh saja selama tidak bertentngan dengan syariat islam dan
terkait uang belanja yang harus diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon
mempelai perempuan sudah menjadi adat istiadat Masyarakat Bugis khususnya pad
masyarakatn di Desa Lappo Ase. Perkawinan merupakan suatu hal yang baik dan
sangat dianjurkan oleh agama maka seharusnya besar atau kecilnya nominal uang
belanja yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon memperempuan
janganlah dijadikan faktor utama untuk diterima atau tidaknya suatu pinangan, selama
uang belanja cukup untuk melaksanakan akad dan resepsi maka baiknya tidak
menyulitkan untuk melasungkan perkawinan dengan harapan membentuk keluarga
yang sakinah mawaddah warohmah.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Doi balanca (uang belanja) adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan berdasarkan hasil
kesepakatan dari masing-masing perwakilan keluarga dimana pihak
mempelai perempuan yang menetukan besaran uang belanja dan tergantung
dari pihak keluarga laki-laki apakah menyanggupi besaran uang belanja
tersebut atau tidak. Jika telah disepakati jumlah besaran uang belanja maka
lamaran dari pihak keluarga laki-laki akan diterima oleh pihak keluarga
perempuan.
2. Dalam menentukan besar kecilnya uang belanja harus ada kesepakatan
antara keluarga calon mempelai laki- laki dan calon mempelai perempuan
dengan harapan peminangan dapat berjalan dengan lancar dengan harapan
keluarga mempelai dapat membetuk keluarga yang sakinah mawaddah dan
warahmah.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyarankan atau mengimplikasikan
sebagai berikut:
1. Doi balanca (uang belanja) sudah menjadi adat istiadat yang turun temurun
yang dilestarikan oleh masyarakat bugis khususnya masyarakat Desa lappo
Ase Kec. Awangpone Kab.Bone namun didalam penerapanya sudah ada
pergeseran budaya yang dulunya sangat menjunjung tinggi darah bangsawan
atau yang bergelar Andi sekarang sudah terkikis oleh zaman modern yang
hamper rata semua kedudukan masyarakatnya, sehingga dalam dalam proses
lamaran tidak terlalu menyusahkan lagi calon melamar wanita yang darah
bangsawan namun tetap ada uang belanja yang harus diberikan calon
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sesuai kesepakatan kedua
belah pihak yang dilakukan dalam proses mammanu-manu (laman) .
2. Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan agar dapat
mengajarkan dan membina masyarakat bahwa uang belanja bukan rukun
dalam perkawinan namun hanyalah adat istiadat dalam masyarakat Bugis
Bone sehingga dalam melangsungkan perkawinan bukan uang belanja yang
harus dijadikan patokan melainkan harus ada kesiapan diri yang matang yang
harus dimiliki kedua calon yang untuk membentuk keluarga baru berdasarkan
syariat Islam.
3. Kepada masyarakat diharapkan tidak terlalu memproritaskan uang belanja
sebagai faktor utama dalam melangsungkan sebuah perkawinan karna uang
belanja dan tidak menjadikan uang belanja sebagai penghalang terjadinya
prosesn perkawinan, karena uang belanja yang paling tepat adalah pemberin
yang bersifat sukarela dan tidak memberatkan bagi calon mempelai laki-laki.
4. Kritik dan saran sangat penulis butuhkan untuk perbaikan dalam penulisan ini.
mempelai wanita suku bugis ditinjauan dari hukum Islam dan hukum Adat. Pokok
permasalahannya adalah apa kaitan antara uang belanja terhaadap status sosial calon
mempelai wanita pada Masyarakat Desa lappo Ase Kecamatan Awangpone
Kabupaten Bone dan bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum Adat mengenai
uang belanja dan status sosial mempelai wanita di Desa loppo Ase Kecamatan
Awangpone Kabupaten Bone. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
menggunakan metode dengan dua pendekatan yakni; pendekatan normatif dan
pendekatan empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi,
dokumentasi dan wawancara secara langsung kepada Tokoh masyarakat, Tokoh Adat
dan tokoh Agama yang luas pemahamannya dalam hukum Islam yang ada di Desa
Lappo Ase Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang belanja adalah sejumlah uang yang
diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan pada
prosesi mammanu-manu atau sebelum dilangsukannya prosesi pernikahan, adapun
besar jumlah uang belanja yang harus diberikan calon memepelai laki-laki kepada
calon mempelai perempuan disesuaikan dengan tingkat pendidikan, strata sosial dan
status sosial calon mempelai perempuan. Semakin tinggi strata sosial calon mempelai
wanita maka semakin besar pula uang belanja yang harus diberikan calon mempelai
laki-laki kepada calon mempelai perempuan. Pandangan Hukum Islam terhadap uang
belanja yaitu boleh –boleh saja selama tidak bertentngan dengan syariat islam dan
terkait uang belanja yang harus diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon
mempelai perempuan sudah menjadi adat istiadat Masyarakat Bugis khususnya pad
masyarakatn di Desa Lappo Ase. Perkawinan merupakan suatu hal yang baik dan
sangat dianjurkan oleh agama maka seharusnya besar atau kecilnya nominal uang
belanja yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon memperempuan
janganlah dijadikan faktor utama untuk diterima atau tidaknya suatu pinangan, selama
uang belanja cukup untuk melaksanakan akad dan resepsi maka baiknya tidak
menyulitkan untuk melasungkan perkawinan dengan harapan membentuk keluarga
yang sakinah mawaddah warohmah.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Doi balanca (uang belanja) adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan berdasarkan hasil
kesepakatan dari masing-masing perwakilan keluarga dimana pihak
mempelai perempuan yang menetukan besaran uang belanja dan tergantung
dari pihak keluarga laki-laki apakah menyanggupi besaran uang belanja
tersebut atau tidak. Jika telah disepakati jumlah besaran uang belanja maka
lamaran dari pihak keluarga laki-laki akan diterima oleh pihak keluarga
perempuan.
2. Dalam menentukan besar kecilnya uang belanja harus ada kesepakatan
antara keluarga calon mempelai laki- laki dan calon mempelai perempuan
dengan harapan peminangan dapat berjalan dengan lancar dengan harapan
keluarga mempelai dapat membetuk keluarga yang sakinah mawaddah dan
warahmah.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyarankan atau mengimplikasikan
sebagai berikut:
1. Doi balanca (uang belanja) sudah menjadi adat istiadat yang turun temurun
yang dilestarikan oleh masyarakat bugis khususnya masyarakat Desa lappo
Ase Kec. Awangpone Kab.Bone namun didalam penerapanya sudah ada
pergeseran budaya yang dulunya sangat menjunjung tinggi darah bangsawan
atau yang bergelar Andi sekarang sudah terkikis oleh zaman modern yang
hamper rata semua kedudukan masyarakatnya, sehingga dalam dalam proses
lamaran tidak terlalu menyusahkan lagi calon melamar wanita yang darah
bangsawan namun tetap ada uang belanja yang harus diberikan calon
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sesuai kesepakatan kedua
belah pihak yang dilakukan dalam proses mammanu-manu (laman) .
2. Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan agar dapat
mengajarkan dan membina masyarakat bahwa uang belanja bukan rukun
dalam perkawinan namun hanyalah adat istiadat dalam masyarakat Bugis
Bone sehingga dalam melangsungkan perkawinan bukan uang belanja yang
harus dijadikan patokan melainkan harus ada kesiapan diri yang matang yang
harus dimiliki kedua calon yang untuk membentuk keluarga baru berdasarkan
syariat Islam.
3. Kepada masyarakat diharapkan tidak terlalu memproritaskan uang belanja
sebagai faktor utama dalam melangsungkan sebuah perkawinan karna uang
belanja dan tidak menjadikan uang belanja sebagai penghalang terjadinya
prosesn perkawinan, karena uang belanja yang paling tepat adalah pemberin
yang bersifat sukarela dan tidak memberatkan bagi calon mempelai laki-laki.
4. Kritik dan saran sangat penulis butuhkan untuk perbaikan dalam penulisan ini.
Ketersediaan
| SS20190117 | 117/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
117/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
