Konsekuensi Hukum Pidana Bagi Penghulu Yang Menikahkan Pasangan Poligami Tanpa Adanya Persetujuan Istri (Studi Perbandingan Hukum KUHP Pasal 530 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk)

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai Perbandingan konsekuensi hukum pidana
bagi penghulu yang menikahkan pasangan poligami tanpa adanya persetujuan istri
antara KUHP Pasal 530 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 Jo. Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 1954 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk pada
Pasal 3, kemudian faktor yang mempengaruhi penghulu menikahkannya serta upaya
dalam mencegah penghulu melakukan perkawinan semacam ini.
Untuk memudahkan pemecahan masalah tersebut, penulis menggunakan
metode penelitian pustaka (Library Research) dengan pendekatan yuridis normatif
dan empiris. Sumber data penulis berasal dari data primer dan data tersier. Teknik
pengumpulan data berupa Dokumen-dokumen dan pengutipan baik kutipan langsung
maupun kutipan tidak langsung. Yang kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan metode dekskriptif kualitatif dan analisis isi (Conten analysis).
Tujuan penelitian dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan hukum
terkait konsekuensi pidana bagi penghulu yang menikahkan pasangan poligami tanpa
adanya persetujuan istri, dan faktor yang menjadi penyebab penghulu menikahkan
pasangan poligami tanpa adanya persetujuan istri, serta upaya untuk mencegah
penghulu menikahkan pasangan poligami tanpa persetujuan istri sebelumnya. Hasil
penelitian ditemukan bahwa Konsekuensi pidana bagi penghulu yang termuat dalam
KUHP Pasal 530 tersebut memberikan pengertian bahwa kedua calon mempelai yang
akan melangsungkan perkawinan tersebut adalah mereka yang tunduk pada ketentuan
catatan sipil. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Kemudian setelah berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ini
mereka yang beragama Islam pencatatannya dilakukan oleh Pegawai pencatat nikah,
talak dan rujuk seperti yang tetuang dalam dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1946 Jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954. Pelanggaran yang dilakukan oleh
penghulu ini disebabkan karena tidak tegasnya penegakan hukum bagi mereka yang
melanggar padahal konsekuensi pidana yang akan diterima telah jelas tertuang dalam
peraturan perundang-undangan sebagaimana yang berlaku saat ini.
A. Simpulan
Dari paparan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu sebagai
berikut:
1. Konsekuensi hukum pidana bagi penghulu yang menikahkan pasangan
poligami tanpa adanya persetujuan istri terdapat dalam KUHP, Buku III :
Pelanggaran, pada BAB VI: Pelanggaran Mengenai Asal-Usul dan
Perkawinan yakni pada Pasal 530 ayat (1) dan (2), dan dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954
Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan rujuk Pasal 3.
2. Faktor-faktor penyebab penghulu menikahkan pasangan poligami tanpa
adanya persetujuan istri yakni: adanya pungutan liar atau pungli dari pihak
pengulu atau oknum oknum tertentu yang menikahkan pasangan pasangan
nikah sirri, sebagai alasan menghindari diri dari perbuatan zina dan atas dasar
kemauan pasangan itu sendiri dengan berbagai alasan diantaranya seperti:
Tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk berpoligami terutama tidak adanya
persetujuan dari istri sebelumnya, Peraturan ketat dalam PP Nomor 10 Tahun
1983 jo PP. Nomor 45 Tahun 1990 yang menyatakan bahwa pria yang
berstatus Pegawai Negeri Sipil tidak boleh beristri lebih dari seorang,
rumitnya pengurusan administrasi serta persyaratan persyaratan untuk
beroligami dikalangan PNS yang akhirnya memilih nikah sirri sebagai jalan
akhir.
3. Upaya mencegah penghulu dalam menikahkan pasangan poligami tanpa
adanya Persetujuan Istri yakni: Pentingnya sosialisasi hukum Islam ke dalam
masyarakat terutama mengenai persoalan praktek perkawinan semacam ini,
Pihak PPN disamping melaksankan kewajibanya sebagai Pejabat pencatat
nikah berkewajiban pula melaksanakan pembinaan kehidupan beragama untuk
masyarakat di wilayahnya, dan bertindak sebagai Badan penasehatan,
pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4), serta yang terpenting ialah
Penegakan pidana atau sanksi hukuman yang dilimpahakan bagi yang
melanggar demi meminimalisir terjadinya perkawinan semacam ini yakni bagi
pihak pasangan yang akan menikah maupun pihak pihak yang menikahkan.
B. Implikasi
Seorang penghulu seharusnya dituntut untuk selalu peduli terhadap
perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat agar senantiasa berupaya untuk selalu
meningkatkan kinerja dan profisionalisme dalam tugas, wewenang, serta tanggung
jawab dan haknya agar selalu siap dan mampu mengisi struktur kemasyarakatan di
segala bidang khususunya yang menyangkut masalah-masalah atau persoalan-
persoalan perkawinan. Sehingga tidak ada lagi keresahan-keresahan yang timbul
dikarenakan adanya praktek perkawinan semacam ini dalam masyarakat. Penegakan
hukum juga harus lebih dioptimalkan oleh pihak-pihak yang berwenang untuk
menjatuhkan sanksi sebagaimana yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagaimana mestinya.
Ketersediaan
SSYA20190422422/2019Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

422/2019

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top