Problematika Nafkah dan Dampaknya Sebagai Alasan Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A)
Harmawati/ 01.15.1056 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Problematika Nafkah dan Dampaknya Sebagai
Alasan Perceraian Ditinjau dari Hukum Islam (studi kasus di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1 A), masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini yakni
mengenai masalah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1
A, tingkat perceraian akibat ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada istrinya.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach). Melalui pendekatan
normatif, sosiologis dan psikologis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung kepada Hakim, Dosen IAIN Bone dan masyarakat
yang pernah mengajukan guagatan di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika nafkah berdampak
sebagai alasan perceraian dan pandangan hukum Islam terhadap suami yang tidak
memberi nafkah kepada istrinya. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat
memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu ke Islaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Pengadilan Agama Watampone Kelas
1 A, problematika nafkah sebagai alasan perceraian merupakan perkara yang banyak
terjadi diantaranya pada tahun 2017 terdapat 79 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak
126 kasus. Dari data tersebut terdapat fakta bahwa suami yang tidak menjalankan
kewajibannya, rendahnya penghasilan suami dan suami seorang pengangguran.
Problem-problem tersebut yang menjadi sebab timbulnya perselisihan dan
mengakibatkan perceraian, adapun hakim mengupayakan damai dengan cara mediasi
dengan memberikan saran kepada pihak yang berperkara agar membatalkan niatnya
untuk bercerai. Dalam hukum Islam suami wajib memberi nafkah kepada istri,
apabila suami tidak memberi nafkah kepada istrinya maka telah berdosa karena telah
menelantarkan istri dan anak-anaknya, karena istri merupakan tanggung jawab suami
setelah menikah. Suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri berdampak buruk
terhadap keutuhan rumah tangganya sebab nafkah merupakan kebutuhan pokok
dalam keluarga yang harus dipenuhi suami untuk melangsungkan hidup dan
menjalankan rumah tangga yang bahagia.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa alasan istri mengajukan gugatan karena sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran yang disebabkan suami tidak melaksanakan kewajibannya
terhadap keluarga, yaitu memberi nafkah. Dalam putusan yang telah
diuraikan, suami yang tidak memberikan nafkah dan majelis hakim telah
berusaha menasehatinya dan menempuh jalur mediasi akan tetapi tidak
berhasil. Karena penggugat akan sulit mewujudkan keluarga yang bahagia
lahir dan bathin dan mempertahankan rumah tangga yang demikian
merupakan suatu perbuatan yang sia-sia, sehingga perceraian merupakan
solusi terbaik untuk menghidari kemudharatan.
2. Pandangan hukum Islam terhadap problematika nafkah pada dasarnya
berdosa jika suami tidak memberi nafkah kepada istri seperti yang
dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah 2/233 yang menjelaskan kewajiban suami
kewajiban bagi ayah memberi nafkah kepada keluarga dan nafkah dari
suami ke istri merupakan kewajiban yang mutlak yang harus dilakukan
suami setelah menikah. Kewajiban berarti adalah perbuatan yang wajib
dilakukan, wajib berarti apabila dikerjakan mendapat pahala apabila tidak
dikerjakan maka berdosa. Maka dapat dikatakan bahwa suami yang tidak
menafkahi istri maka ia telah berdosa.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A perlu memberikan
pemahaman atau penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pembinaan keluarga sejahtera serta memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang hak dan kewajiban suami istri dalam rumah
tangga, serta melakukan sosialisasi membahas tentang undang-undang
perkawinan pada masyarakat agar memiliki kesadaran hukum.
2. Suami istri
a. Hendaknya sebelum melakukan perkawinan baik calon suami
maupun calon istri lebih mempersiapkan mental agar dapat
menjalankan rumah tangga yang bahagia serta dapat bertahan
seumur hidup.
b. Ketika menghadapi masalah rumah tangga, baik suami maupun
istri hendaklah tidak mudah mengambil keputusan dengan jalan
perceraian.
Alasan Perceraian Ditinjau dari Hukum Islam (studi kasus di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1 A), masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini yakni
mengenai masalah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1
A, tingkat perceraian akibat ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada istrinya.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach). Melalui pendekatan
normatif, sosiologis dan psikologis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung kepada Hakim, Dosen IAIN Bone dan masyarakat
yang pernah mengajukan guagatan di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika nafkah berdampak
sebagai alasan perceraian dan pandangan hukum Islam terhadap suami yang tidak
memberi nafkah kepada istrinya. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat
memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu ke Islaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Pengadilan Agama Watampone Kelas
1 A, problematika nafkah sebagai alasan perceraian merupakan perkara yang banyak
terjadi diantaranya pada tahun 2017 terdapat 79 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak
126 kasus. Dari data tersebut terdapat fakta bahwa suami yang tidak menjalankan
kewajibannya, rendahnya penghasilan suami dan suami seorang pengangguran.
Problem-problem tersebut yang menjadi sebab timbulnya perselisihan dan
mengakibatkan perceraian, adapun hakim mengupayakan damai dengan cara mediasi
dengan memberikan saran kepada pihak yang berperkara agar membatalkan niatnya
untuk bercerai. Dalam hukum Islam suami wajib memberi nafkah kepada istri,
apabila suami tidak memberi nafkah kepada istrinya maka telah berdosa karena telah
menelantarkan istri dan anak-anaknya, karena istri merupakan tanggung jawab suami
setelah menikah. Suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri berdampak buruk
terhadap keutuhan rumah tangganya sebab nafkah merupakan kebutuhan pokok
dalam keluarga yang harus dipenuhi suami untuk melangsungkan hidup dan
menjalankan rumah tangga yang bahagia.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa alasan istri mengajukan gugatan karena sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran yang disebabkan suami tidak melaksanakan kewajibannya
terhadap keluarga, yaitu memberi nafkah. Dalam putusan yang telah
diuraikan, suami yang tidak memberikan nafkah dan majelis hakim telah
berusaha menasehatinya dan menempuh jalur mediasi akan tetapi tidak
berhasil. Karena penggugat akan sulit mewujudkan keluarga yang bahagia
lahir dan bathin dan mempertahankan rumah tangga yang demikian
merupakan suatu perbuatan yang sia-sia, sehingga perceraian merupakan
solusi terbaik untuk menghidari kemudharatan.
2. Pandangan hukum Islam terhadap problematika nafkah pada dasarnya
berdosa jika suami tidak memberi nafkah kepada istri seperti yang
dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah 2/233 yang menjelaskan kewajiban suami
kewajiban bagi ayah memberi nafkah kepada keluarga dan nafkah dari
suami ke istri merupakan kewajiban yang mutlak yang harus dilakukan
suami setelah menikah. Kewajiban berarti adalah perbuatan yang wajib
dilakukan, wajib berarti apabila dikerjakan mendapat pahala apabila tidak
dikerjakan maka berdosa. Maka dapat dikatakan bahwa suami yang tidak
menafkahi istri maka ia telah berdosa.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A perlu memberikan
pemahaman atau penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pembinaan keluarga sejahtera serta memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang hak dan kewajiban suami istri dalam rumah
tangga, serta melakukan sosialisasi membahas tentang undang-undang
perkawinan pada masyarakat agar memiliki kesadaran hukum.
2. Suami istri
a. Hendaknya sebelum melakukan perkawinan baik calon suami
maupun calon istri lebih mempersiapkan mental agar dapat
menjalankan rumah tangga yang bahagia serta dapat bertahan
seumur hidup.
b. Ketika menghadapi masalah rumah tangga, baik suami maupun
istri hendaklah tidak mudah mengambil keputusan dengan jalan
perceraian.
Ketersediaan
| SS20190129 | 129/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
129/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
