Studi Komparatif antara Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah tentang Batas Menjauhi Istri yang Haid

No image available for this title
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan ( library reseacrh )
karena kajian penelitian ini merupakan bagian dari wacana kajian tentang hukum
Islam. Berhubung penelitian ini adalah penelitian pustaka maka teknik pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan Normatif, Filosofis, dan History. Serta
menggunakan metode deduksi dan Komperatif dalam teknik analisis data dengan
mengunakan analisis isi terhadap literatur yang representatif dan mempunyai
relevansi dengan masalah yang dibahas, kemudian mengulas, membandingkan dan
menyimpulkan.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: Untuk mnegetahui batas- batas
menjauhi istri yang haid menurut Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah dan untuk
mengetahui perbedaan dan persamaan pendapat Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah
(Analisis Komparatif).
Hasil penelitian menujukan perbandingan batas haid menunjukan titik temu
yaitu batas maksimal haid adalah 15 hari. Kemudian dari hasil analisis perbandingan
batas menjauhi istri yang haid Mazhab Hanafiyah berpendapat tidak membolehkan
seorang suami mencumbui anggota tubuh istrinya yang ada diantara pusar dan lutut.
Sedngkan Mazhab Syafi’iyah berpendapat boleh mencumbui dibagian mana saja
kecuali farjinya. Kedua mazhab tersebut memiliki persamaan analisis yaitu sama-
sama tidak membolehkan melakukan jima’ (bersetubuh) karena mengadakan
hubungan seks atau berjima’ dengan istri ketika didatangi haid adalah haram dan
termasuk diantara dosa besar, sebagaiman firman Allah swt Q.S Al-Baqarah ayat 222.
Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat kafarat bagi suami yang menggauli
istrinya dalam keadaan haid adalah ia harus beristigfar dan tidak ada kafarat apapun
kecuali bertobat dan istigfar. Selain itu dalam ilmu kedokteran tidak disarankan
melakukan hubungan seks dalam keadaan haid karna dapat berisiko penyakit menular
dan tidak hanya berakibat bagi wanita tetapi berisoko terhadap lalaki. Hikmah dari
Allah melarang laki- laki menggauli istrinya ketika sedang haid disamping “adzaa”
sebagaimana disebutkan diatas selain karna faktor kesehatann dan hukumnya haram,
juga melatih laki- laki agar bias lebih bersabar dan memberikan ruang kepada sang
istri dan juga merupakan latihan tubuh untuk menghadapi peristiwa- peristiwa yang
tak terduga bila sewaktu- waktu terjadi, sehingga nafsu dapat terkontrol, sebab Allah
menyerupakan perempuan dengan al- harts (tanah tempat bercocok tanam), yakni
bahwa wanita adalah tempat tumbuh dan berkembang anak sebagaimana tanah bagi
tumbuhan, dan perumpamaan disini menegaskan bahwa tidak boleh dilalui malainkan
vegina itu saja, karena ialah tempat menanam.
A. SIMPULAN
Dari pembahasan pada bab sebelumnya. Setelah mengurai dan menjelaskan
secara panjang lebar tentang analisis Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah tentang batas
menjauhi istri yang haid, maka dapat dirumaskan kesimpulan yaitu :
Mayoritas ulama muta’akhirin dri ulama Hanafiyah berfatwa dengan pendapat
Abu yusuf, dan pendapat kedua Abu Hanifah karena dianggap lebih ringan, dimana
suci yang terjadi di sela- sela haid bukan sebagi pemisah, tetapi seperti darah yang
berlanjut dengan syarat ia terjadi di ujung masa suci yang disela. Bisa saja haid
diawali dengan suci, lalu digabungkan juga. Jika seorang wanita yang baru pertama
kali haid melihat darah satu hari dan empat belas hari suci, satu hari keluar lagi maka
sepuluh hari pertama adalah haid. Jika seorang wanita melihat darah satu hari dan
sepuluh haru suci dan satu hari lagi keluar darah, maka sepuluh hari yang ia tidak
menemukan darah padanya sebagai haid jika memang seperti itu kebiasaannya,
namun jika tidak, dikembalikan kepadanya kebiasaannya. Jadi, jangka waktu masa
haid menurut imam hanafiyyah paling singkat tiga hari, adalah sepuluh hari. Apabila
siklus haid pada seorang wanita selalu tetap lalu tiba- tiba terjadi penambahan, maka
penambahan itu masih tetap dianggap haid selama kurang dari sepuluh hari.
Menurut mazhab Syafi’iyah ialah paling pendek sehari semalam dan paling
lama lima belas hari. Imam Syafi’i berkata, “Allah Swt, menjelaskan bahwa wanita
yang haid tidaklah suci. Dia memerintahkan agar seseorang wanita yang sedang haid
jangan “didekati” sampa ia suci. Dan diperintahkan ni berlangsung terus hingga
ketika seorang wanita sudah suci, sampai dia bersuci menggunakan air sehingga
wanita itu kembali termasuk orang- orang yang halal untuk melaksanakan shalat.
Pendapat yang lebih kuat di kalangan ini menyatakan bahwa bersih di antara
darah haid dalam tempo minimal atau maksimal dianggap haid, hukumnya sama
dengan haid dengan syarat tidak lebih dari lima belas hari dan darah yang tampak
tidak kurang dari tempo minimal haid, dan hendaknya suci itu terjadi antara dua
darah haid. Ini dinamakan pendapat penarikan, karena kita menarik hukum haid
kepada keadaan suci dan semuanya kita jadikan haid.
Perbedaan analisis Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah tentang batas menjauhi
istri yang haid menurut Mazhab Hanafiyah ialah Ulama mazhab hanafiyah tidak
membolehkan seorang suami untuk mencumbui anggota tubuh istrinya yang ada di
antara lutut dan pusarnya, selebihnya boleh. Dengan syarat, percumbuan itu terjadi
dengan adanya penghalang, seperti sarung, kain, atau sejenisnya. Namun suami tidak
boleh melihat bagian- bagian tersebut. Suami dapat menyembunyikan bagian itu,
dengan atau tanpa syahwat, selama bagian- bagian itu terkunci dengan penghalang.
Intinya tidak terjadi sentuhan kulit secara langsung dan tidak bisa melihat.
Sedangkan menurut Mazhab Syafi’iyah ialah Imam Mazhab Syafi’iyah
berpendapat ketika seorang istri dalam keadaan haid, mereka harus mencumbuinya di
bagian mana saja yang di inginkan kecuali farjinya. Hanya saja, pencumbuan itu
harus berhubungan dengan kain penghalan, tidak ada sentuhan kulit secara langung.
Mazhab ini juga membolehkan suami untuk melihat dan melihat di bagian- bagian it,
dengan atau tanpa syahwat.
Persamaaan analisis antara Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah tentang batas
menjauhi istri yang haid, keduanya memliki persamaan pendapat yakni diharamka
berjima’ dengan istri yang dalam keadaan haid.
Seorang istri yang sedang haid tidak diperkenankan bersetubuh selama hari-
hari menjalnkan masa haidnya. Namun seorang suami pun tidak diperkenankan
baginya melakukan jima’ dengan istri yang sedang haid.
Mengadakan hubungan seks atau berjima’ dengan istri ketika di datang haid
adalah haram dan termasuk di antara dosa besar. Hukum ini bagi suami yang
melakukannya secara sengaja, mengikuti kehendak hati, nafsu, perasaan dan tahu
hukum haramnya. Sekiranya dia menghalalkan perbuatan manyetubuhi istrinya
sedang haid, maka dia jatuh kepada kufur.
Dari arti ayat Q.S Al- Baqarah Ayat 222 adalah “jauhkanlah dirimu dan
janganlah kamu menyetubuhi mereka”. Ini merupakan suatu hukum yang jelas. Kalau
seorang muslim berkeyakinan mengenai halalnya menyetubuhi istri yang sedang
haid, maka dia dianggap kufur dan murtad. Dan kalau dia melakukan dengan tidak
berkeyakinana seperti itu, karena lupa atau tida tahu bahwa istinya srdang haid atau
tidak tahu haramnya perbuatan itu, maka dia ada dosa baginya. Dan kalau dia
menyetubuhi istrinya dengan sengaja dan mengetahui kalau istrinya sedang haid, dan
hukumya haram lalau dia melakukannya dengan penuh kebebasan (tanpa paksaan)
maka dia telah melakukan sesuatu kemaksiatan besar, dia harus memohon ampun dan
bertobat kepada allah swt, dari apa yang telah dilakukannya.
Ilmu kedokteran modern menemukan adanya bahaya yang menimpa wanita
yang diakibatkan pencampuran dalam keadaan haid. Jika hububngan seks dilakukan
dalam saat haid, pada saat penetrasi penis membawa sejumlah kuman dari luar yang
dapat masuk dengan mudah pada pembuluh daarah rahim yang sedang terbuka.
Selain itu padaa saat ejakulasi, cairan sperma akan tersemprot keluar, maka itu akan
menjadi emboli yang dapat menyumbat aliran darah ke organ- organ vital seperti
jantung dan otak sehingga dapat menimbulkan kematian.
Demikian pula dengan laki- laki. Ia mengalami dampak yang tak kalah
buruknya di banding wanita. Antara lain ialah radang hebat yang menyerang organ-
organ kelaminya, karena dengan pertumbuhan itu bibit- bibit penyakit masuk
kedalam saluran kencing bahkan radang- radang bisa masuk sampai kekandung
kencing dan saluran ginjal (ureter), bahkan radang tersebut kadang bisa mencapai
kelenjer kooper, prostat, anak pelir, pelir dan salurang kandung kencing (uletra)
Persetubuhan diwaktu haid mengancam lelaki dengan bahaya besar yang tidak
ia inginkan dengan segala akibatnya. Bahaya mana takkan terjadi andaikan ia mau
menjaga diri dan mematuhi perintah-NYA
Adapun hikmah dari Allah melarang laki- laki menggauli istrinya ketika
sedang haid di samping “adzaa” sebagai mana di sebutkan diatas selain karna faktor
kesehatan dan haram hukumnya, juga melatih laki- laki agar sering kali didesak oleh
pekerjaannya untuk melakukan perjalanan jauh dan meninggakan keluargannya
sementara waktu. Jadi dalam pengharaman ini terdapat suatu rahmat bagi laki- laki
dan dorongan kekuatan bagi cita- citanya. Boleh jadi persis seperti nikmat puasa
dalam melatih seseorang untuk tabah menahan lapar sedikit atau sama sekali tidak
makan bila ia dalam perjalanan jauh atau sewaktu- waktu ia mengalami hal itu dalam
hidup. Jadi cegahan untuk bersetubuh maupun makan ketika haid dan puasa tersebut
adalah merupakan latihan tubuh untuk menghadapi peristiwa- peristiwa tak terduga
bila sewaktu- waktu terjadi, sehingga nafsu dapat terkontrol.
B. SARAN
1. Bagi pasangan suami istri yang harus memahami dan menambah
pengetahuan ilmu yang jelas mengenai hak batasan untuk melakukan
hubungan bersama ketika masih haid, agar tidak terjaid lagi kekliriun dan
masalah tidah tahu tentang hal dengan jelas.
2. Perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam suatu kasus
hukum merupakan suatu hal yang manusiawi dan hendaklah tidak menjadi
sumber konflik atau sumber perpecahan diantara umat Islam.
3. Adanya perbedaan pendapat adalah suatu rahmat yang
dengannya dapat menambhaj cakrawala berfikir dan ilmu pengetahuan
dalam bidang agama Islam.
Ketersediaan
SSYA20190597597/2019Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

597/2019

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Subyek

khuluk

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top