Mewakilkan Perwalian dalam Akad Nikah Menurut Hukum Islam
Filmiani.H.S/01.15.1095 - Personal Name
Skripsi ini membahas secara analisis deskriptif tentang bagaimana mewakilkan
perwalian dalam akad nikah menurut hukum Islam. Dari permasalahan pokok ini
menghasilkan beberapa sub masalah yakni: 1.) Bagaimana kedudukan wali dalam akad
nikah? 2.)Bagaimana hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan historisis dan teologis normatif yang melihat objek kajian dari sudut pandang
hukum islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penulis
menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya dengan cara menelaah dan meneliti
terhadap sumber-sumber kepustakaan baik Al-Qur’an, Sunnah, buku-buku fikih atau karya-
karya ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan masalah perwalian khususnya terhadap
hukum Islam.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan wali dalam akad nikah dan
untuk mengetahui hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah, adapun kegunaannya
ada dua yaitu 1.) Kegunaan ilmiah yakni hasil penelitian diharapkan dapat memberi
sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu keislaman pada khusunya. 2.) Kegunaan praktis yakni diharapkan dapat memberi
sumbangsi pemikiran dan pemasukan terhadap individu dan instansi yang terkait.
Setelah melakukan beberapa kajian terhadap mewakilkan perwalian dalam akad
nikah menurut hukum islam maka dapat disimpulkan bahwa: Kedudukan wali dalam akad
nikah, Mazhab Syafiiyah, Hambaliyah dan Malikiyah sepakat mewajibkan wali sebagai
rukun nikah. Adapun Hanafiyah menolak dasar tersebut, tidak mewajibkan wali. Hukum
mewakilkan perwalian dalam akad nikah dibolehkan, ulama’ fiqh sepakat bahwa segala
bentuk akad yang dapat dilakukan manusia untuk dirinya sendiri dapat diwakilkan oleh orang
lain. Perwakilan perwalian dalam akad nikah menurut empat mazhab boleh dilakukan
sepanjang akad tersebut dengan kaitan yang menunjukan arti nikah, mewakilkan kepada
orang lain meskipun dia adalah wali mujbir atau bukan wali mujbir.
A. Simpulan
1. Kedudukan wali dalam akad nikah merupakan salah satu rukun nikah menurut
Jumhur Ulama (Syafi’i, Maliki dan Hambali) jadi jika pernikahan tanpa wali
maka tidak sah karena ada salah satu rukun nikah yang tidak ada, sedangkan
imam Hanafi berpendapat wali hukumnya sunnah saja. Wali itu seseorang
yang memiliki kekuasaan untuk mengakad nikahkan seorang perempuan yang
ada di bawah perwaliannya karena wanita itu fitrahnya adalah pemalu, maka
pengucapan ijab itu perlu diwakilkan kepada walinya.
2. Hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah dibolehkan, ulama’ fiqh
sepakat bahwa segala bentuk akad yang dapat dilakukan manusia untuk
dirinya sendiri dapat diwakilkan oleh orang lain. Dasar hukum kebolehan
wakalah ini terdapat dalam Al-Qur’an, hadis dan ijma. Perwakilan dalam akad
nikah menurut empat mazhab boleh dilakukan sepanjang akad tersebut
disertai dengan qarinah atau kaitan yang menunjukkan arti nikah, mewakilkan
kepada orang lain meskipun dia adalah wali mujbir atau bukan wali mujbir.
Menurut hemat pikir penulis, melihat yang terjadi pada kalangan
masyarakat yakni wali nasab mewakilkan perwaliannya kepada wali hakim,
setelah penulis mengkajinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum islam
membolehkan karena telah ada dasar kebolehannya dalam Al-Quran, hadis,
dan pendapat para fuqaha.
B. Implikasi
Akhir kata dari penyusun skripsi ini, penyusun mengharapkan manfaat bagi
kita semua serta dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama mazhab tidak perlu
kiranya perbedaan tersebut menjadi masalah, tetapi hendaknya perbedaan itu menjadi
rahmat.
perwalian dalam akad nikah menurut hukum Islam. Dari permasalahan pokok ini
menghasilkan beberapa sub masalah yakni: 1.) Bagaimana kedudukan wali dalam akad
nikah? 2.)Bagaimana hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan historisis dan teologis normatif yang melihat objek kajian dari sudut pandang
hukum islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penulis
menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya dengan cara menelaah dan meneliti
terhadap sumber-sumber kepustakaan baik Al-Qur’an, Sunnah, buku-buku fikih atau karya-
karya ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan masalah perwalian khususnya terhadap
hukum Islam.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan wali dalam akad nikah dan
untuk mengetahui hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah, adapun kegunaannya
ada dua yaitu 1.) Kegunaan ilmiah yakni hasil penelitian diharapkan dapat memberi
sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu keislaman pada khusunya. 2.) Kegunaan praktis yakni diharapkan dapat memberi
sumbangsi pemikiran dan pemasukan terhadap individu dan instansi yang terkait.
Setelah melakukan beberapa kajian terhadap mewakilkan perwalian dalam akad
nikah menurut hukum islam maka dapat disimpulkan bahwa: Kedudukan wali dalam akad
nikah, Mazhab Syafiiyah, Hambaliyah dan Malikiyah sepakat mewajibkan wali sebagai
rukun nikah. Adapun Hanafiyah menolak dasar tersebut, tidak mewajibkan wali. Hukum
mewakilkan perwalian dalam akad nikah dibolehkan, ulama’ fiqh sepakat bahwa segala
bentuk akad yang dapat dilakukan manusia untuk dirinya sendiri dapat diwakilkan oleh orang
lain. Perwakilan perwalian dalam akad nikah menurut empat mazhab boleh dilakukan
sepanjang akad tersebut dengan kaitan yang menunjukan arti nikah, mewakilkan kepada
orang lain meskipun dia adalah wali mujbir atau bukan wali mujbir.
A. Simpulan
1. Kedudukan wali dalam akad nikah merupakan salah satu rukun nikah menurut
Jumhur Ulama (Syafi’i, Maliki dan Hambali) jadi jika pernikahan tanpa wali
maka tidak sah karena ada salah satu rukun nikah yang tidak ada, sedangkan
imam Hanafi berpendapat wali hukumnya sunnah saja. Wali itu seseorang
yang memiliki kekuasaan untuk mengakad nikahkan seorang perempuan yang
ada di bawah perwaliannya karena wanita itu fitrahnya adalah pemalu, maka
pengucapan ijab itu perlu diwakilkan kepada walinya.
2. Hukum mewakilkan perwalian dalam akad nikah dibolehkan, ulama’ fiqh
sepakat bahwa segala bentuk akad yang dapat dilakukan manusia untuk
dirinya sendiri dapat diwakilkan oleh orang lain. Dasar hukum kebolehan
wakalah ini terdapat dalam Al-Qur’an, hadis dan ijma. Perwakilan dalam akad
nikah menurut empat mazhab boleh dilakukan sepanjang akad tersebut
disertai dengan qarinah atau kaitan yang menunjukkan arti nikah, mewakilkan
kepada orang lain meskipun dia adalah wali mujbir atau bukan wali mujbir.
Menurut hemat pikir penulis, melihat yang terjadi pada kalangan
masyarakat yakni wali nasab mewakilkan perwaliannya kepada wali hakim,
setelah penulis mengkajinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum islam
membolehkan karena telah ada dasar kebolehannya dalam Al-Quran, hadis,
dan pendapat para fuqaha.
B. Implikasi
Akhir kata dari penyusun skripsi ini, penyusun mengharapkan manfaat bagi
kita semua serta dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama mazhab tidak perlu
kiranya perbedaan tersebut menjadi masalah, tetapi hendaknya perbedaan itu menjadi
rahmat.
Ketersediaan
| SS20190026 | 26/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
26/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
