Tuntutan Pengembalian Doi Menre’ Akibat Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A)
Anugerah Negara/01.14.1060 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang doi menre’. Pokok permasalahannya adalah
dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara pengembalian doi menre’ yang
disebabkan oleh perceraian. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan
pendekatan teologis normatif dan yuridis normatif. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada Hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan doi menre’ dalam
perkawinan Suku Bugis dan dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara
pengembalian doi menre’ yang disebabkan oleh perceraian. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi khususnya dalam bidang hukum, serta sumbangsih ilmu
pengetahuan dan referensi bagi penulis maupun pembaca yang nantinya mampu
memahami tentang dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara pengembalian
doi menre’ yang disebabkan oleh perceraian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemabalian doi menre’ seringkali
diminta kembali oleh suami kepada istri, jika telah terjadi perceraian. Walau
pengembalian doi menre’ tidak memiliki aturan hukum, bukan berarti pengembalian
doi menre’ tidak dapat dikabulkan. Walau demikian hal tersebut tidak serta merta
dikabulkan oleh majelis hakim, karena dalam memutuskan suatu permasalahan yang
tidak memiliki aturan hukum, maka majelis hakim menggunakan teori Hukum
Praktisi, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan fakta-fakta yang muncul dalam
persidang. Jika dalam persidangan suami terbukti menjadi sebab permasalahan rumah
tangga, maka pengembalian doi menre’ tidak dapat dikabulkan, sebaliknya, jika istri
terbukti bersalah, maka atas rasa keadilan hakim untuk menghukum istri karena
kesalahan yang ia lakukan.
A. Kesimpulan
Mengacu pada pembahasan di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa
kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian, sebagai berikut:
1. Doi menre’ merupakan kewajiban adat yang harus dipenuhi untuk
melangsungkan sebuah perkawinan. Tidak terpenuhinya doi menre’ bisa
menyebabkan suatu perkawinan tidak dapat terlaksana, walaupun doi
menre’ bukan syarat sahnya perkawinan, tetapi hal tersebut memiliki
kedudukan yang cukup penting dalam adat perkawinan Suku Bugis.
2. Doi menre’ seringkali diminta kembali oleh suami kepada istri, jika telah
terjadi perceraian. Walau pengembalian doi menre’ tidak memiliki aturan
hukum, bukan berarti pengembalian doi menre’ tidak dapat dikabulkan.
Walau demikian hal tersebut tidak serta merta dikabulkan oleh majelis
hakim, karena dalam memutuskan suatu permasalahan yang tidak
memiliki aturan hukum, maka majelis hakim menggunakan teori Hukum
Praktisi, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan fakta-fakta yang
muncul dalam persidang. Jika dalam persidangan suami terbukti menjadi
sebab permasalahan rumah tangga, maka pengembalian doi menre’ tidak
dapat dikabulkan, sebaliknya, jika istri terbukti bersalah, maka atas rasa
keadilan hakim untuk menghukum istri karena kesalahan yang ia lakukan.
3. Pengembalian doi menre’ sama sekali tidak bertentangan dengan syariat
Islam, jika yang bersalah adalah istri. Islam adalah agama yang adil, dan
termasuk keadilan adalah menghukum istri untuk mengembalikan doi
menre’ yang telah diberikan oleh suami.
B. Saran
Berdasarkan uaraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Hendaknya keluarga mempelai wanita tidak mempersulit perkawinan
dengan memberat-beratkan doi menre’. Agar tidak menyesal dikemudian
hari, seperti kasus-kasus tuntutan pengembalian doi menre’ akibat
perceraian.
2. Hendaknya sepasang suami istri menunaikan kewajiban masing-masing,
jika sepasang suami istri melakukan kesalahan, dan menganggap
kesalahan tersebut tidak memiliki dasar hukum, hal itu tidak jadi alasan
untuk tidak dihukum, karena majelis hakim akan menggunakan hukum
praktisi untuk mengadili pihak yang bersalah, seperti kasus di atas.
dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara pengembalian doi menre’ yang
disebabkan oleh perceraian. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan
pendekatan teologis normatif dan yuridis normatif. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada Hakim
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan doi menre’ dalam
perkawinan Suku Bugis dan dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara
pengembalian doi menre’ yang disebabkan oleh perceraian. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi khususnya dalam bidang hukum, serta sumbangsih ilmu
pengetahuan dan referensi bagi penulis maupun pembaca yang nantinya mampu
memahami tentang dasar putusan Hakim dalam penyelesaian perkara pengembalian
doi menre’ yang disebabkan oleh perceraian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemabalian doi menre’ seringkali
diminta kembali oleh suami kepada istri, jika telah terjadi perceraian. Walau
pengembalian doi menre’ tidak memiliki aturan hukum, bukan berarti pengembalian
doi menre’ tidak dapat dikabulkan. Walau demikian hal tersebut tidak serta merta
dikabulkan oleh majelis hakim, karena dalam memutuskan suatu permasalahan yang
tidak memiliki aturan hukum, maka majelis hakim menggunakan teori Hukum
Praktisi, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan fakta-fakta yang muncul dalam
persidang. Jika dalam persidangan suami terbukti menjadi sebab permasalahan rumah
tangga, maka pengembalian doi menre’ tidak dapat dikabulkan, sebaliknya, jika istri
terbukti bersalah, maka atas rasa keadilan hakim untuk menghukum istri karena
kesalahan yang ia lakukan.
A. Kesimpulan
Mengacu pada pembahasan di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa
kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian, sebagai berikut:
1. Doi menre’ merupakan kewajiban adat yang harus dipenuhi untuk
melangsungkan sebuah perkawinan. Tidak terpenuhinya doi menre’ bisa
menyebabkan suatu perkawinan tidak dapat terlaksana, walaupun doi
menre’ bukan syarat sahnya perkawinan, tetapi hal tersebut memiliki
kedudukan yang cukup penting dalam adat perkawinan Suku Bugis.
2. Doi menre’ seringkali diminta kembali oleh suami kepada istri, jika telah
terjadi perceraian. Walau pengembalian doi menre’ tidak memiliki aturan
hukum, bukan berarti pengembalian doi menre’ tidak dapat dikabulkan.
Walau demikian hal tersebut tidak serta merta dikabulkan oleh majelis
hakim, karena dalam memutuskan suatu permasalahan yang tidak
memiliki aturan hukum, maka majelis hakim menggunakan teori Hukum
Praktisi, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan fakta-fakta yang
muncul dalam persidang. Jika dalam persidangan suami terbukti menjadi
sebab permasalahan rumah tangga, maka pengembalian doi menre’ tidak
dapat dikabulkan, sebaliknya, jika istri terbukti bersalah, maka atas rasa
keadilan hakim untuk menghukum istri karena kesalahan yang ia lakukan.
3. Pengembalian doi menre’ sama sekali tidak bertentangan dengan syariat
Islam, jika yang bersalah adalah istri. Islam adalah agama yang adil, dan
termasuk keadilan adalah menghukum istri untuk mengembalikan doi
menre’ yang telah diberikan oleh suami.
B. Saran
Berdasarkan uaraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Hendaknya keluarga mempelai wanita tidak mempersulit perkawinan
dengan memberat-beratkan doi menre’. Agar tidak menyesal dikemudian
hari, seperti kasus-kasus tuntutan pengembalian doi menre’ akibat
perceraian.
2. Hendaknya sepasang suami istri menunaikan kewajiban masing-masing,
jika sepasang suami istri melakukan kesalahan, dan menganggap
kesalahan tersebut tidak memiliki dasar hukum, hal itu tidak jadi alasan
untuk tidak dihukum, karena majelis hakim akan menggunakan hukum
praktisi untuk mengadili pihak yang bersalah, seperti kasus di atas.
Ketersediaan
| SS20180187 | 187/2017 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
187/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsii Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
