Prosedur dan Praktek Badal Haji Dengan Pelaksanaan Haji Tamattu’ Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi di Kota Watampone)
Imelda Machmud/01.13.1035 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang prosedur dan praktek badal haji dalam pelaksanaan haji tamattu’. Pokok permasalahan adalah apa prosedur dan praktek badal haji dapat dilaksanakan setelah orang meninggal dan pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan badal haji tamattu’ di Kota Watampone dan pandangan tokoh agama. Masalah ini dianalisis dengan pendekatan fenomenologi, pendekatan normatif, deskriptif berkesinambungan dan dibahas dengan metode analisis data secara kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur badal haji dengan pelaksanaan haji tamattu’. Penulis juga meneliti pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan badal haji tamattu’.
Pelaksanaan badal haji di kalangan masyarakat Bone yaitu pelaksanaan badal haji dilakukan langsung di Mekkah, oleh seseorang yang telah di wasiatkan atau bantuan orang lain yang sudah haji sebelumnya. Tapi di kalangan masyarakat sekarang ini jarang sekali ditemukan seseorang yang melakukan badal haji oleh saudara ataupun anaknya sendiri, mereka lebih memilih untuk membayar seseorang yang sudah biasa melakukan badal haji di Mekkah
Dalam kenyataan Prosedur dan Praktek Badal Haji dalam Pelaksanaan haji Tamattu’ di Kota Watampone sudah sesuai dengan beberapa pendapat ulama dan jumhur ulama. Tetapi di Kantor Kementerian Agama Kab.Bone hanya menerapkan haji regular maksudnya disini mereka hanya menangani seseorang yang berangkat haji langsung atau seseorang yang memang belum pernah haji. Jadi ketika ada masyarakat yang ingin menghajikan orang tuanya maka prosedur dan praktek badal haji dilaksanakan langsung di Mekkah, apakah iu melalui pewasiatnya atau melalui orang lain yang memang bertugas di Mekkah.sedangkan salah satu Travel yaitu Mahabul Karim yang ada di Kota Watampone ini sering menerima pendaftaran haji masyarakat untuk melaksanakan badal haji.
Simpulan
Apabila seorang meninggal dan ia berwasiat untuk mewakilkan pelaksanaan ibdah hajinya kepada orang lain, maka hal tersebut di bolehkan. Bahkan, menurut mazhab Maliki wasiat tersebut wajib dilaksanakan ahli warisnya. Namun, haji iu tidak kembali kepada orang yang telah meninggal itu, baik haji fadhu atau sunnat dan tidaklah gugur kewajiban haji karenanya, apabila ia sendiri tidak mengerjakannya haji di waktu masih hidup atau di waktu ia sanggup mengerjakannya. Orang itu hanya memperoleh pahala membantu orang lain menunaikan ibadah haji.
Mengenai biaya pelaksanaan wasiat haji badal, diambil dari sepertiga harta peninggalan orang yang berwasiat, selama tidak ada wasiat yang lain. Apabila ada wasiat lain disamping wasiat haji badal, sementara sepertiga dari harta peninggalan itu tidak mencukupi pelaksanaan kedua wasiat tersebut, maka yang didahulukan adalah menunaikan wasiat selain haji badal.
Sementara mengenai hukum menghajikan orang yang telah meninggal, boleh menurut jumhur ulama. Bahkan, jika seseorang meninggal dunia dan ia telah memenuhi syarat wajib haji (sanggup secara material dan spiritual), ahli warisnya wajib menghajikannya dan biayanya diambil dari harta peninggalan orang yang wafat itu, jika pernah ia mewasiatkannya.
Dalam kenyataan Prosedur dan Praktek Badal Haji dalam Pelaksanaan haji Tamattu’ di Kota Watampone ini, sudah sesuai dengan beberapa pendapat ulama dan jumhur ulama. Akan tetapi masyarakat kota Watampone biasanya melaksanakan badal haji menggunakan jasa orang lain, karena yang sering didapat seorang ingin membadalkan haji orang tuanya tapi dia sendiripun belum pernah haji, maka dia menggunakan jasa orang lain yang ada di Mekkah untuk melaksanakan badal haji untuk orang tuanya.
Implikasi Penelitian
Adapun implikasi penelitian dari penulis sebagai berikut:
1.Agar masyarakat Bone mengetahui syariat dan aturan dalam melaksnakan badal haji maka seorang tersebut harus mengetahui prosedur pelaksanaannya.
2.Dalam memenuhi prosedur badal haji, masyarakt Bone ini harus terlebih dahulu haji untuk melaksanakan badal haji ini. Apabila memang belum pernah melaksanakan haji maka dapat diwakili oleh orang lain yang sudah pernah haji.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur badal haji dengan pelaksanaan haji tamattu’. Penulis juga meneliti pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan badal haji tamattu’.
Pelaksanaan badal haji di kalangan masyarakat Bone yaitu pelaksanaan badal haji dilakukan langsung di Mekkah, oleh seseorang yang telah di wasiatkan atau bantuan orang lain yang sudah haji sebelumnya. Tapi di kalangan masyarakat sekarang ini jarang sekali ditemukan seseorang yang melakukan badal haji oleh saudara ataupun anaknya sendiri, mereka lebih memilih untuk membayar seseorang yang sudah biasa melakukan badal haji di Mekkah
Dalam kenyataan Prosedur dan Praktek Badal Haji dalam Pelaksanaan haji Tamattu’ di Kota Watampone sudah sesuai dengan beberapa pendapat ulama dan jumhur ulama. Tetapi di Kantor Kementerian Agama Kab.Bone hanya menerapkan haji regular maksudnya disini mereka hanya menangani seseorang yang berangkat haji langsung atau seseorang yang memang belum pernah haji. Jadi ketika ada masyarakat yang ingin menghajikan orang tuanya maka prosedur dan praktek badal haji dilaksanakan langsung di Mekkah, apakah iu melalui pewasiatnya atau melalui orang lain yang memang bertugas di Mekkah.sedangkan salah satu Travel yaitu Mahabul Karim yang ada di Kota Watampone ini sering menerima pendaftaran haji masyarakat untuk melaksanakan badal haji.
Simpulan
Apabila seorang meninggal dan ia berwasiat untuk mewakilkan pelaksanaan ibdah hajinya kepada orang lain, maka hal tersebut di bolehkan. Bahkan, menurut mazhab Maliki wasiat tersebut wajib dilaksanakan ahli warisnya. Namun, haji iu tidak kembali kepada orang yang telah meninggal itu, baik haji fadhu atau sunnat dan tidaklah gugur kewajiban haji karenanya, apabila ia sendiri tidak mengerjakannya haji di waktu masih hidup atau di waktu ia sanggup mengerjakannya. Orang itu hanya memperoleh pahala membantu orang lain menunaikan ibadah haji.
Mengenai biaya pelaksanaan wasiat haji badal, diambil dari sepertiga harta peninggalan orang yang berwasiat, selama tidak ada wasiat yang lain. Apabila ada wasiat lain disamping wasiat haji badal, sementara sepertiga dari harta peninggalan itu tidak mencukupi pelaksanaan kedua wasiat tersebut, maka yang didahulukan adalah menunaikan wasiat selain haji badal.
Sementara mengenai hukum menghajikan orang yang telah meninggal, boleh menurut jumhur ulama. Bahkan, jika seseorang meninggal dunia dan ia telah memenuhi syarat wajib haji (sanggup secara material dan spiritual), ahli warisnya wajib menghajikannya dan biayanya diambil dari harta peninggalan orang yang wafat itu, jika pernah ia mewasiatkannya.
Dalam kenyataan Prosedur dan Praktek Badal Haji dalam Pelaksanaan haji Tamattu’ di Kota Watampone ini, sudah sesuai dengan beberapa pendapat ulama dan jumhur ulama. Akan tetapi masyarakat kota Watampone biasanya melaksanakan badal haji menggunakan jasa orang lain, karena yang sering didapat seorang ingin membadalkan haji orang tuanya tapi dia sendiripun belum pernah haji, maka dia menggunakan jasa orang lain yang ada di Mekkah untuk melaksanakan badal haji untuk orang tuanya.
Implikasi Penelitian
Adapun implikasi penelitian dari penulis sebagai berikut:
1.Agar masyarakat Bone mengetahui syariat dan aturan dalam melaksnakan badal haji maka seorang tersebut harus mengetahui prosedur pelaksanaannya.
2.Dalam memenuhi prosedur badal haji, masyarakt Bone ini harus terlebih dahulu haji untuk melaksanakan badal haji ini. Apabila memang belum pernah melaksanakan haji maka dapat diwakili oleh orang lain yang sudah pernah haji.
Ketersediaan
| SS20170070 | 70/2017 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
70/2017
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2017
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
