Praktek Mabbalu Bedda Pada Tradisi Pernikahan Adat Bugis Bone Di Tinjau Menurut Hukum Adat Dan KHI (Studi Kelurahan Kec.Tanete Riattang Timur Kab. Bone)
Misnawati/01.13.1051 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Mabbalu Bedda. Pokok permasalahannya adalah bagaimana pandangan hukum islam terhadap budaya mabbalu bedda pada tradisi perkawinan adat bugis bone dan bagaimana pandangan hukum islam terhadap nilai sakral budaya pada mabbalu bedda pada tradisi adat bugis bone. Penelitian menggunakan metode dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif, sosiologis-normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada masyarakat tertentu, yakni Imam kelurahan Bajoe di Tanete Riattang Timur, dan tokoh adat yang mengerti budaya yang ada di Kab. Bone, serta masyarakat-masyarakat yang ada di Tanete Riattang Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi normatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap budaya mabbalu bedda pada tradisi perkawinan adat bugis bone dan untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap nilai sakral budaya pada Mabbalu Bedda pada tradisi adat bugis bone. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada khususnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mabbalu bedda dalam perkawinan adat bugis bone adalah sebagai bentuk dapat menjalin silaturahmi antara keluarga calon pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki agar selalu bisa harmonis dan membentuk bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahma pada keluarga tersebut. Pelaksanaan budaya ini memiliki nilai yang mengandung hikmah dan tujuan karena kebanyakan masyarakat melaksanakan budaya mabbalu bedda ini tapi tidak tau menau artinya dan tidak paham bagaimana tujuan kegunaanya makanya disini akan di bahas lebih rinci lagi. Nilai sakralitas budaya mabbalu bedda yaitu meliputi nilai ibadah, nilai cinta dan kasih sayang, dan keyakinan masyarakat khususnya yang ada di kelurahan bajoe akan ketidaksempurnaan apabila tidak melakukan mabbalu bedda ini pada perkawinan bila tidak melaksanakan mabbalu bedda ini. Dari pandangan hukum islam terhadap budaya mabbalu bedda pada tradisi perkawinan adat bugis bone dan pandangan hukum islam terhadap nilai sakral budaya pada mabbalu bedda pada tradisi adat bugis bone yang boleh saja dilaksanakan apabila tidak melanggar syariat islam dan tidak melenceng dari pada kepercayaan pada diri masing-masing dan tidak merugikan diantara sesama umat beragama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok-pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. Budaya Mabbalu Bedda merupakan budaya yang lahir dari proses turun-temurun dan sudah ada sejak dulu dimana acara ini juga digunakan pada zaman Raja-raja Bone sebelum melakukan proses perkawinan adat Bugis Bone sebelum acara mappaci dan sebelum acara tudang penni (duduk dimalam hari). Yaitu membawakan sisa bedda pada calon pengantin laki-laki untuk dipakai juga akan tetapi dibawakannya pada malam hari sekitar pukul 12:00 dini hari, dan dibawa oleh 4,5,6 sampai 7 orang. Jika yang membawakannya 4 orang maka 2 diantaranya harus 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dengan memakai pakaian Jas untuk laki-laki dan Baju adat oleh perempuan.
Mabbalu Bedda ini juga diartikan sebagai jalinan silaturahmi untuk memperkuat tali persaudaraan antara calon pengantin laki-laki dan si calon pengantin perempuan agar selalu bisa harmonis dan hubungan keduanya bisa langgeng sampai maut memisahkan mereka. Dan ini dipercaya juga
bisa menjaga jalinan silaturahmi pada malam hari antara pengantin laki-laki dan perempuan.
2. Pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini yang dirangkaikan dengan perkawinan masyarakat Bugis Bone yang mengandung nilai sakral. Nilai sakral tersebut mencakup nilai positif yang dapat memberikan aura positif pada calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan agar terlihat bersinar ketika berhadapan dengan calon suaminya nanti, tetapi ini harus seimbang makanya ada yang dinamakan Mabbalu Bedda yaitu membawakan sisa pemakaian bedda si calon pengantin perempuan kepada calon pengantin laki-laki dan setelah dibawakannya maka dari pihak laki-laki memberikan sesuatu berupa barang entahkah itu berupa uang atau barang yang layak untuk dipakai, maka terjadilah yang namanya pertukaran barang karena ada barang yang ditukarkan maka disebutlah Mabbalu Bedda. Mabbalu Bedda ini ini sendiri berasal dari kata Mappabedda yaitu membawakan Bedda pada pengantin laki-laki setelah acara Mappaci. Nilai sakral pada budaya Mabbalu Bedda ini dianggap sakral karena tanpa acara proses Mabbalu Bedda ini dilakukan maka muka calon pengantin tidak akan keluar auranya dan semuanya tidak akan keluar pancaran sinar kecantikan dalam diri calon pengantin perempuan. Oleh karena itu Mabbalu Bedda pada pengantin sangat dianjurkan agar terlihat bersih dan bercahaya pada saat dipertemukan dengan calon suaminya nanti.
3. Islam menganggap bahwa tradisi budaya Mabbalu Bedda ini sebagai budaya yang boleh saja dilaksanakan selama pelaksanaanya tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan sunnah, sehingga budaya Mabbalu Bedda ini merupakan dipandang sebagai urf yang bersifat shahih.
B. Saran
1. Pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini pada perkawinan Bugis Bone agar dilaksanakan sesuai dengan hakikatnya dan tidak melenceng dari tujuan pelaksanaan budaya ini dan tidak menyalahi ketentuan serta dapat diwariskan ke generasi selanjutnya agar bisa mengetahui dan memahami apa itu Mabbalu Bedda.
2. Peran penting kepada pemuda dan pemudi agar bisa menjadi penerus pembangunan bangsa agar kiranya lebih mengkaji lebih dalam untuk mengetahui makna pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang ada didaerah masing-masing supaya bisa dijaga dan dapat dilestarikan dengan baik.
3. Diharapkan kepada tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat agar dapat membantu dan membina agar para generasi mudah agar tetap bisa menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada sehingga dengan demikian dapat menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi pada masa lampau atau sudah terjadi dapat bisa mengembangkan budaya ini khususnya tradisi budaya Mabbalu Bedda pada adat pernikahan Bugis Bone.
4. Kritik dan saran pada skripsi ini kami membutuhkan perbaikan pada penulisan skripsi ini.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi normatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap budaya mabbalu bedda pada tradisi perkawinan adat bugis bone dan untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap nilai sakral budaya pada Mabbalu Bedda pada tradisi adat bugis bone. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada khususnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mabbalu bedda dalam perkawinan adat bugis bone adalah sebagai bentuk dapat menjalin silaturahmi antara keluarga calon pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki agar selalu bisa harmonis dan membentuk bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahma pada keluarga tersebut. Pelaksanaan budaya ini memiliki nilai yang mengandung hikmah dan tujuan karena kebanyakan masyarakat melaksanakan budaya mabbalu bedda ini tapi tidak tau menau artinya dan tidak paham bagaimana tujuan kegunaanya makanya disini akan di bahas lebih rinci lagi. Nilai sakralitas budaya mabbalu bedda yaitu meliputi nilai ibadah, nilai cinta dan kasih sayang, dan keyakinan masyarakat khususnya yang ada di kelurahan bajoe akan ketidaksempurnaan apabila tidak melakukan mabbalu bedda ini pada perkawinan bila tidak melaksanakan mabbalu bedda ini. Dari pandangan hukum islam terhadap budaya mabbalu bedda pada tradisi perkawinan adat bugis bone dan pandangan hukum islam terhadap nilai sakral budaya pada mabbalu bedda pada tradisi adat bugis bone yang boleh saja dilaksanakan apabila tidak melanggar syariat islam dan tidak melenceng dari pada kepercayaan pada diri masing-masing dan tidak merugikan diantara sesama umat beragama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok-pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. Budaya Mabbalu Bedda merupakan budaya yang lahir dari proses turun-temurun dan sudah ada sejak dulu dimana acara ini juga digunakan pada zaman Raja-raja Bone sebelum melakukan proses perkawinan adat Bugis Bone sebelum acara mappaci dan sebelum acara tudang penni (duduk dimalam hari). Yaitu membawakan sisa bedda pada calon pengantin laki-laki untuk dipakai juga akan tetapi dibawakannya pada malam hari sekitar pukul 12:00 dini hari, dan dibawa oleh 4,5,6 sampai 7 orang. Jika yang membawakannya 4 orang maka 2 diantaranya harus 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dengan memakai pakaian Jas untuk laki-laki dan Baju adat oleh perempuan.
Mabbalu Bedda ini juga diartikan sebagai jalinan silaturahmi untuk memperkuat tali persaudaraan antara calon pengantin laki-laki dan si calon pengantin perempuan agar selalu bisa harmonis dan hubungan keduanya bisa langgeng sampai maut memisahkan mereka. Dan ini dipercaya juga
bisa menjaga jalinan silaturahmi pada malam hari antara pengantin laki-laki dan perempuan.
2. Pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini yang dirangkaikan dengan perkawinan masyarakat Bugis Bone yang mengandung nilai sakral. Nilai sakral tersebut mencakup nilai positif yang dapat memberikan aura positif pada calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan agar terlihat bersinar ketika berhadapan dengan calon suaminya nanti, tetapi ini harus seimbang makanya ada yang dinamakan Mabbalu Bedda yaitu membawakan sisa pemakaian bedda si calon pengantin perempuan kepada calon pengantin laki-laki dan setelah dibawakannya maka dari pihak laki-laki memberikan sesuatu berupa barang entahkah itu berupa uang atau barang yang layak untuk dipakai, maka terjadilah yang namanya pertukaran barang karena ada barang yang ditukarkan maka disebutlah Mabbalu Bedda. Mabbalu Bedda ini ini sendiri berasal dari kata Mappabedda yaitu membawakan Bedda pada pengantin laki-laki setelah acara Mappaci. Nilai sakral pada budaya Mabbalu Bedda ini dianggap sakral karena tanpa acara proses Mabbalu Bedda ini dilakukan maka muka calon pengantin tidak akan keluar auranya dan semuanya tidak akan keluar pancaran sinar kecantikan dalam diri calon pengantin perempuan. Oleh karena itu Mabbalu Bedda pada pengantin sangat dianjurkan agar terlihat bersih dan bercahaya pada saat dipertemukan dengan calon suaminya nanti.
3. Islam menganggap bahwa tradisi budaya Mabbalu Bedda ini sebagai budaya yang boleh saja dilaksanakan selama pelaksanaanya tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan sunnah, sehingga budaya Mabbalu Bedda ini merupakan dipandang sebagai urf yang bersifat shahih.
B. Saran
1. Pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini pada perkawinan Bugis Bone agar dilaksanakan sesuai dengan hakikatnya dan tidak melenceng dari tujuan pelaksanaan budaya ini dan tidak menyalahi ketentuan serta dapat diwariskan ke generasi selanjutnya agar bisa mengetahui dan memahami apa itu Mabbalu Bedda.
2. Peran penting kepada pemuda dan pemudi agar bisa menjadi penerus pembangunan bangsa agar kiranya lebih mengkaji lebih dalam untuk mengetahui makna pelaksanaan budaya Mabbalu Bedda ini serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang ada didaerah masing-masing supaya bisa dijaga dan dapat dilestarikan dengan baik.
3. Diharapkan kepada tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat agar dapat membantu dan membina agar para generasi mudah agar tetap bisa menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada sehingga dengan demikian dapat menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi pada masa lampau atau sudah terjadi dapat bisa mengembangkan budaya ini khususnya tradisi budaya Mabbalu Bedda pada adat pernikahan Bugis Bone.
4. Kritik dan saran pada skripsi ini kami membutuhkan perbaikan pada penulisan skripsi ini.
Ketersediaan
| SS20170167 | 167/2017 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
Skripsi Syariah
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2017
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
