Pengaruh Tingkat Pendidikan Islam Pasangan Suami Istri terhadap Jumlah Perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1B Watampone
Ayu Widyastuti/02.12.1088 - Personal Name
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana tingkat pendidikan
Islam pasangan suami istri, pengaruh tingkat pendidikan Islam terhadap perceraian
serta upaya yang dilakukan hakim dalam mengatasi atau memutuskan perceraian di
Pengadilan Agama Kelas 1B Watampone.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif. penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berdasar filsafat
positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi dan sample pada umumnya
dilakukan secara random. Populasi penelitian yaitu seluruh pasangan yang telah
bercerai pada tahun 2015 di pengadilan agama Islam kelas 1 B Watampone, jumlah
populasi sebanyak 1.344 pasangan suami isteri yang telah bercerai. Berdasarkan
populasi tersebut didapatkan sampel penelitian dengan taraf kesalahan 10 persen,
maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 93 pasangan suami isteri yang telah
bercerai. Pendekatan sosiologis, pendekatan paedagogis, dan pendekatan teologinormatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penggugat perceraian
suami isteri rata-rata tingkat pendidikan SMA dengan frekuensi sebesar 70 dan
presentase sebesar 75.4 persen pasangan bercerai dari tingkat pendidikan SMA.
Tingkat pendidikan penggugat terhadap jumlah perceraian berpengaruh dengan
kategori rendah. Rendahnya pengaruh pendidikan terhadap jumlah perceraian yakni
sebesar 14.7 persen. Upaya hakim dalam menangani kasus perceraian yaitu dengan
cara mempelajari masalah yang telah diajukan pasangan suami isteri, kemudian
melakukan meditasi. Ketika masalah tersebut masih dapat diperbaiki maka hakim
akan mengembalikannya kepada pasangan tersebut untuk mengambil keputusan.
Implikasi penelitian ini mengendalikan kasus perceraian yang terjadi. Dengan
pendidikan akan membuat pasangan suami isteri mengerti posisi, hak dan
kewajibannya terhadap suami dan begitu pula isteri.
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa pokok yang sebelumnya menjadi masalah yaitu :
1. Tingkat pendidikan penggugat perceraian suami isteri rata-rata tingkat pendidikan SMA dengan frekuensi sebesar 70 dan presentase sebesar 75.4 persen pasangan bercerai dari timgkat pendidikan SMA.
2. Tingkat pendidikan penggugat terhadap jumlah perceraian berpengaruh dengan kategori rendah. Rendahnya pengaruh pendidikan terhadap jumlah perceraian yakni 14.7.
3. Upaya hakim dalam menangani kasus perceraian yaitu dengan cara mempelajari masalah yang telah diajukan pasangan suami isteri, kemudian melakukan meditasi. Ketika masalah tersebut masih dapat diperbaiki maka hakim akan mengembalikannya kepada pasangan tersebut untuk mengambil keputusan.
B. Saran
Ada beberapa hal yang diajukan sebagai saran bagi pasangan perceraian:
1. Sebaiknya para suami maupun isteri menetahui apa yang menjadi tanggung jawabnya ketika telah terikat ikatan pernikahan. Ketika ada masalah ceritakan, renungkan dan tidak terbakar amarah hingga menalak isteri atau menggugat suaminya
2. Pendidikan adalah keharusan untuk mengarungi huidup manusia, oleh sebab itu, mengapa Allah swt. Senangtiasa mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Sebelum memasuki pernikahan seorang laki-laki dan perempuan mempelajari dan memahami bagaimana rumitnya sebuah hubungan pernikahan. Dengan demikian ketika menghadapi maalah dalam ikatan pernikahan dapat diselesaikan karena kematangan berfikir dan kedewasaan.
3. Hakim sangat berperan penting dalam hal pengambilan keputusan, dan sejauh ini hakim sudah melakukan yang erbaik. Ada beberapa pengupayaan untuk memberikan keadilan untuk masing-masingpasangan yang masa mediasi, sebaiknya diberikan waktu yang cukup dan efisien untuk keduanya sehingga mengambil keputusa. Meskipun keputusan yang diambil tetap ingin bercerai, tapi keputusan itu diambil secara tenang dan tidak dalam kemarahan.
Islam pasangan suami istri, pengaruh tingkat pendidikan Islam terhadap perceraian
serta upaya yang dilakukan hakim dalam mengatasi atau memutuskan perceraian di
Pengadilan Agama Kelas 1B Watampone.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif. penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berdasar filsafat
positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi dan sample pada umumnya
dilakukan secara random. Populasi penelitian yaitu seluruh pasangan yang telah
bercerai pada tahun 2015 di pengadilan agama Islam kelas 1 B Watampone, jumlah
populasi sebanyak 1.344 pasangan suami isteri yang telah bercerai. Berdasarkan
populasi tersebut didapatkan sampel penelitian dengan taraf kesalahan 10 persen,
maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 93 pasangan suami isteri yang telah
bercerai. Pendekatan sosiologis, pendekatan paedagogis, dan pendekatan teologinormatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penggugat perceraian
suami isteri rata-rata tingkat pendidikan SMA dengan frekuensi sebesar 70 dan
presentase sebesar 75.4 persen pasangan bercerai dari tingkat pendidikan SMA.
Tingkat pendidikan penggugat terhadap jumlah perceraian berpengaruh dengan
kategori rendah. Rendahnya pengaruh pendidikan terhadap jumlah perceraian yakni
sebesar 14.7 persen. Upaya hakim dalam menangani kasus perceraian yaitu dengan
cara mempelajari masalah yang telah diajukan pasangan suami isteri, kemudian
melakukan meditasi. Ketika masalah tersebut masih dapat diperbaiki maka hakim
akan mengembalikannya kepada pasangan tersebut untuk mengambil keputusan.
Implikasi penelitian ini mengendalikan kasus perceraian yang terjadi. Dengan
pendidikan akan membuat pasangan suami isteri mengerti posisi, hak dan
kewajibannya terhadap suami dan begitu pula isteri.
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa pokok yang sebelumnya menjadi masalah yaitu :
1. Tingkat pendidikan penggugat perceraian suami isteri rata-rata tingkat pendidikan SMA dengan frekuensi sebesar 70 dan presentase sebesar 75.4 persen pasangan bercerai dari timgkat pendidikan SMA.
2. Tingkat pendidikan penggugat terhadap jumlah perceraian berpengaruh dengan kategori rendah. Rendahnya pengaruh pendidikan terhadap jumlah perceraian yakni 14.7.
3. Upaya hakim dalam menangani kasus perceraian yaitu dengan cara mempelajari masalah yang telah diajukan pasangan suami isteri, kemudian melakukan meditasi. Ketika masalah tersebut masih dapat diperbaiki maka hakim akan mengembalikannya kepada pasangan tersebut untuk mengambil keputusan.
B. Saran
Ada beberapa hal yang diajukan sebagai saran bagi pasangan perceraian:
1. Sebaiknya para suami maupun isteri menetahui apa yang menjadi tanggung jawabnya ketika telah terikat ikatan pernikahan. Ketika ada masalah ceritakan, renungkan dan tidak terbakar amarah hingga menalak isteri atau menggugat suaminya
2. Pendidikan adalah keharusan untuk mengarungi huidup manusia, oleh sebab itu, mengapa Allah swt. Senangtiasa mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Sebelum memasuki pernikahan seorang laki-laki dan perempuan mempelajari dan memahami bagaimana rumitnya sebuah hubungan pernikahan. Dengan demikian ketika menghadapi maalah dalam ikatan pernikahan dapat diselesaikan karena kematangan berfikir dan kedewasaan.
3. Hakim sangat berperan penting dalam hal pengambilan keputusan, dan sejauh ini hakim sudah melakukan yang erbaik. Ada beberapa pengupayaan untuk memberikan keadilan untuk masing-masingpasangan yang masa mediasi, sebaiknya diberikan waktu yang cukup dan efisien untuk keduanya sehingga mengambil keputusa. Meskipun keputusan yang diambil tetap ingin bercerai, tapi keputusan itu diambil secara tenang dan tidak dalam kemarahan.
Ketersediaan
| ST20160227 | 227/2016 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
227/2016
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2016
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Tarbiyah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
