Peran Aparatur Desa Dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah Adat di Jompi’e Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone Perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria
Ako Swanto/01.12.4010 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Peran Aparatur Desa Dalam Menyelesaikan Sengketa
Tanah Adat di Jompi’e Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone Perspektif Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran aparatur desa Jompie Kecamatan
Ulaweng dalam penyelesaian sengketa tanah adat menurut UU No tahun1960 dan
untuk mengetahui kendala yang di hadapi aparatur desa dalam penyelesaian
sengketa tanah adat di desa Jompi’e menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960. Untuk memperoleh jawaban terhadap kedua pokok permasalahan tersebut,
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menghasilhan data yang
bersifat deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan Normatif-Empiris.
Peran aparatur desa dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah adat yang
terjadi di desa Jompi’E Kec. Ulaweng bahwa dalam kasus ini dengan
mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa dan dihadiri oleh pihak
ketiga yang bertindak sebagai mediator yang merupakan suatu langkah efektif
dalam penyelesaian kasus tanah ulayat disengketakan. Tentu dengan musyawarah
ini pula, pihak yang bersengketa di berikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya masing-masing tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan dan
pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia tentu dengan harapan
bahwa masalah tersebut dapat terselesaikan harmonis tanpa saling mencederai
dengan jalam musyawarah.
Dengan melihat realita yang ada pada permasalahan tanah persengketaan
patut kita luruskan bersama dan peran aparatur desa begitupun dengan tokoh
masyarakat sangat berpengaruh maka dari itu pihak yang berseteru harus
diberikan ruang untuk kita musyawarakan, mufakatkan, dimediasi dengan
berbagai masukan-masukan terkait masyarakat yang bersengketa.
Simpulan
1. Dengan keikutsertaannya, peran aparatur desa dalam menyelesaikan kasus
sengketa tanah adat yang terjadi di desa Jompi’e Kec. Ulaweng yaitu dengan
mengambil kebijakan serta melibatkan seluruh oknum masyarakat yang
dianggap lebih mengetahui asal muasal dari tanah yang disengketakan
tersebut serta Jajaran pemerintahan desa yang sudah berpengalaman
menyelesaikan sengketa tanah adat sebelumnya. Dengan mempertemukan
kedua belah pihak yang bersengketa dan dihadiri oleh pihak ketiga yang
bertindak sebagai mediator merupakan suatu langkah efektif dan penyelesaian
sebuah kasus disengketakan. Tentu dengan musyawarah ini pula, pihak yang
bersengketa di berikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
masing-masing tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan, dan
pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia, tentu dengan
harapan masalah tersebut dapat terselesaikan tanpa saling mencederai.
2. Sengketa tanah adat yang terjadi di desa Jompi’e adalah masalah pertanahan
yang merupakan kasus yang berkepanjangan karena di dalam kasus tersebut
terdapat beberapa oknum dari pihak keluarga yang bersengketa kurang
terbuka dan tidak mau memahami pendapat orang lain. Minimnya
pengetahuan masyarakat adat menjadi latar belakang sulitnya menuai kata
mufakat dalam memediasi pihak yang bersengketa. Tak terlepas dari itu,
kedudukan tanah adat yang disengketakan tidak jelas akan status hukumnya
dan sulitnya menyeragamkan persepsi pihak yang bersengketa bahkan tidak
mengindahkan arahan aparatur desa dalam mengupayakan perdamaian
sehingga merubah kondisi lebih runyam dan pemerintah desa harus lebih aktif
dalam menjaga ketertiban masyarakat umum
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sengketa dapat diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar
kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses
pengendalian sengketa itu bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri,
apa komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap
realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi dan implementasi dan
evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh konflik. Olehnya itu pimpinan dan
atau segenap jajaran pemerintah desa beserta tokoh-tokoh yang dituakan
menjadi penengah dan memposisikan diri sebagai pihak ketiga untuk
memediasi pihak yang bersengketa tentu dengan tujuan mempertimbangkan
serta menelaah dengan saksama pendapat masing-masing pihak agar kasus ini
tidak berkembang ke rana anarkis sehingga memicu dan menjadi pematik
terbakarnya emosi pihak yang bersengketa.
2. Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktivitas yang
diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi
untuk menyelesaikannya sehingga menghasilkan suatu perdamaian. Di dalam
masyarakat, penyelesaian perdamaian secara musyawarah mufakat dilakukan
dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan dimana konstruksi
penyelesaiannya disesuaikan dengan kehendak para pihak, agar para pihak
merasa puas dengan penyelesaian seperti itu. Olehnya itu, bilamana dalam
penyelesaianan sengketa tanah adat di Desa Jompi’e tidak dapat menuai hasil
sesuai dengan yang di harapkan, maka aparatur desa berkewajiban menguasai
tanah yang disengketakan dan merujuk kepada pihak Kecamatan sebagai
induk dari desa yang bersangkutan untuk meminta pentunjuk terkait langkahlangkah
efektif penyelesaiannya dengan tujuan untuk menghindari
pengelolaan pihak yang bersengketa sehingga menimbulkan kecemburuan
social antar pihak lainnya dan demi menjaga suasana Desa Jompi’e tetap
aman dan lebih kondusif.
Tanah Adat di Jompi’e Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone Perspektif Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran aparatur desa Jompie Kecamatan
Ulaweng dalam penyelesaian sengketa tanah adat menurut UU No tahun1960 dan
untuk mengetahui kendala yang di hadapi aparatur desa dalam penyelesaian
sengketa tanah adat di desa Jompi’e menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960. Untuk memperoleh jawaban terhadap kedua pokok permasalahan tersebut,
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menghasilhan data yang
bersifat deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan Normatif-Empiris.
Peran aparatur desa dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah adat yang
terjadi di desa Jompi’E Kec. Ulaweng bahwa dalam kasus ini dengan
mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa dan dihadiri oleh pihak
ketiga yang bertindak sebagai mediator yang merupakan suatu langkah efektif
dalam penyelesaian kasus tanah ulayat disengketakan. Tentu dengan musyawarah
ini pula, pihak yang bersengketa di berikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya masing-masing tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan dan
pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia tentu dengan harapan
bahwa masalah tersebut dapat terselesaikan harmonis tanpa saling mencederai
dengan jalam musyawarah.
Dengan melihat realita yang ada pada permasalahan tanah persengketaan
patut kita luruskan bersama dan peran aparatur desa begitupun dengan tokoh
masyarakat sangat berpengaruh maka dari itu pihak yang berseteru harus
diberikan ruang untuk kita musyawarakan, mufakatkan, dimediasi dengan
berbagai masukan-masukan terkait masyarakat yang bersengketa.
Simpulan
1. Dengan keikutsertaannya, peran aparatur desa dalam menyelesaikan kasus
sengketa tanah adat yang terjadi di desa Jompi’e Kec. Ulaweng yaitu dengan
mengambil kebijakan serta melibatkan seluruh oknum masyarakat yang
dianggap lebih mengetahui asal muasal dari tanah yang disengketakan
tersebut serta Jajaran pemerintahan desa yang sudah berpengalaman
menyelesaikan sengketa tanah adat sebelumnya. Dengan mempertemukan
kedua belah pihak yang bersengketa dan dihadiri oleh pihak ketiga yang
bertindak sebagai mediator merupakan suatu langkah efektif dan penyelesaian
sebuah kasus disengketakan. Tentu dengan musyawarah ini pula, pihak yang
bersengketa di berikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
masing-masing tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan, dan
pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia, tentu dengan
harapan masalah tersebut dapat terselesaikan tanpa saling mencederai.
2. Sengketa tanah adat yang terjadi di desa Jompi’e adalah masalah pertanahan
yang merupakan kasus yang berkepanjangan karena di dalam kasus tersebut
terdapat beberapa oknum dari pihak keluarga yang bersengketa kurang
terbuka dan tidak mau memahami pendapat orang lain. Minimnya
pengetahuan masyarakat adat menjadi latar belakang sulitnya menuai kata
mufakat dalam memediasi pihak yang bersengketa. Tak terlepas dari itu,
kedudukan tanah adat yang disengketakan tidak jelas akan status hukumnya
dan sulitnya menyeragamkan persepsi pihak yang bersengketa bahkan tidak
mengindahkan arahan aparatur desa dalam mengupayakan perdamaian
sehingga merubah kondisi lebih runyam dan pemerintah desa harus lebih aktif
dalam menjaga ketertiban masyarakat umum
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sengketa dapat diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar
kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses
pengendalian sengketa itu bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri,
apa komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap
realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi dan implementasi dan
evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh konflik. Olehnya itu pimpinan dan
atau segenap jajaran pemerintah desa beserta tokoh-tokoh yang dituakan
menjadi penengah dan memposisikan diri sebagai pihak ketiga untuk
memediasi pihak yang bersengketa tentu dengan tujuan mempertimbangkan
serta menelaah dengan saksama pendapat masing-masing pihak agar kasus ini
tidak berkembang ke rana anarkis sehingga memicu dan menjadi pematik
terbakarnya emosi pihak yang bersengketa.
2. Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktivitas yang
diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi
untuk menyelesaikannya sehingga menghasilkan suatu perdamaian. Di dalam
masyarakat, penyelesaian perdamaian secara musyawarah mufakat dilakukan
dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan dimana konstruksi
penyelesaiannya disesuaikan dengan kehendak para pihak, agar para pihak
merasa puas dengan penyelesaian seperti itu. Olehnya itu, bilamana dalam
penyelesaianan sengketa tanah adat di Desa Jompi’e tidak dapat menuai hasil
sesuai dengan yang di harapkan, maka aparatur desa berkewajiban menguasai
tanah yang disengketakan dan merujuk kepada pihak Kecamatan sebagai
induk dari desa yang bersangkutan untuk meminta pentunjuk terkait langkahlangkah
efektif penyelesaiannya dengan tujuan untuk menghindari
pengelolaan pihak yang bersengketa sehingga menimbulkan kecemburuan
social antar pihak lainnya dan demi menjaga suasana Desa Jompi’e tetap
aman dan lebih kondusif.
Ketersediaan
| SS20160127 | 127/2016 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
127/2016
Penerbit
STAIN Watampone : Watampone., 2016
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
